Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gerobag Baca, Literasi di SD Terdampak Gempa

9 Oktober 2017   14:59 Diperbarui: 11 Oktober 2017   08:24 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca gempa
Gerobak baca dibuat beberapa hari setelah masa sekolah aktif pasca gempa 6 Desember 2016 lalu. Saat itu, bangunan SDN 1 Trieng Gadeng turut rusak karena gempa bumi. Selain ruang belajar, ruang perpustakaan pun turut retak sehingga khawatir membahayakan penghuninya.

Sang kepala sekolah mengajak para guru tetap dan guru kontrak mencari solusi mencari media yang bisa menggantikan fungsi perpustakaan. Tanpa sengaja keluar usulan membangun "Gerobag Baca" dengan bahasa nyentrik. Selain bisa menggantikan fungsi pustaka mini di tiap kelas, juga dapat memancing minat baca murid.

"Ruang pustaka satu tak mungkin digunakan karena sudah banyak yang retak. Selain itu, anak-anak juga susah diarahkan ke pustaka karena jam istirahat mereka kebanyakan jajan," kata Marhaban mengisahkan asal mula gerobag baca.

Nah, gerobag baca bisa menjangkau anak-anak saat istirahat. Sambil jajan mereka pun bisa membaca, meskipun bukan buku pelajaran. Karena gerobak itu selalu ditempatkan di depan para murid berkumpul dan jajan.

Untuk menarik minat, para petugas dibekali rompi agar berbeda dengan murid lainnya. Ternyata para murid pun berebutan ingin mengenakan rompi.

"Anak-anak juga suka jadi petugas," tambah Marhaban bahagia.

Marhaban pun mengaku, langkah mereka menciptakan "Gerobag Baca" mulai mendapatkan perhatian dari sekolah lain yang ingin meningkatkan minat baca.

SDN 1 Trieng Gadeng memiliki 10 ruang belajar dengan 347 murid. SD yang dibangun sejak 1928-saat masih bernama Sekolah Rakyat (SR) dikelola 27 tenaga guru, termasuk 15 tenaga kontrak. Dengan keterbatasan sarana, mereka ingin menginspirasi sekolah lain, paling tidak sekitar sekolah mereka.

"Ting...ting..., waktu istirahat selesai,"

Peringatan waktu istirahat kembali berbunyi. Para murid pun mengembalikan buku bacaan mereka. Sementara petugas bergegas menyusun buku dan mengemas rompi seraya mengandangkan kembali "Gerobag Baca". Esok hari akan kembali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun