Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terasa Robur Hadir Kembali

2 September 2016   20:35 Diperbarui: 2 September 2016   20:44 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat pertumbuhan kenderaan yang nyaris tak terkendali. Jalan-jalan di kota Banda Aceh hampir tiap saat macet-terutama pada jam kerja atau sekolah. Berbagai jalan alternatif sudah dibangun, namun penyakit kota besar ini tak terpecahkan.

Mungkin ada yang tidak yakin bila kota kecil seperti Banda Aceh bisa macet. Namun, kenyataannya demikian. Pertumbuhan kenderaan baru dan migrasi kenderaan bekas dari luar daerah ke Aceh membuat  waktu tempuh satu tempat ke tempat lain tak secepat kondisi tahun 1990-an.

Masa emas kejayaan angkutan publik secara perlahan mulai redup seiring makin gencarnya produksi kenderaan bermotor terutama roda dua. Pasca era 1990-an Robur,  Djawatan Angkutan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI) secara silih berganti melayani tugas mengangkut warga terutama mahasiswa ke kampus Darussalam.

Kahadiran DAMRI semakin meringankan “beban” Robur yang relatif tak sempat istirahat. Lalulintas Diponegoro hingga ke Kopelma Darussalam menjadi jalur favorit melayani kebutuhan masyarakat ibukota Daerah Istimewa Aceh saat itu. Robur dan DAMRI menjadi alternatif angkutan umum selain labi-labi- sebutan angkutan kota sejenis miklolet yang dianggap ongkosnya relatif mahal.

Revolusi industri otomotif  nyaris memberangus angkutan publik. Intensitas kerja masyarakat di ibukota Serambi Mekkah makin mengurangi tingkat kebutuhan terhadap angkutan publik. Jadwal yang jelas dan waktu efektif menjadi alasan masyarakat mengalihkan perhatian dari menggunakan angkutan umum ke angkutan private (pribadi).

Euphoria angkutan publik khususnya Robur tergerus masa. Tinggal DAMRI sendiri yang masih setia menjalankan misi kemanusiaannya.  Akhir keemasan benar-benar berakhir saat tsunami menerjang beberapa kawasan di Aceh. Banda Aceh satu dari tiga daerah terparah diterjang bencana dahsyat ke-21 ini.

Lama vakum kehadiran angkutan publik. Mei tahun 2016, Pemerintan Aceh melalui Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika (Dishubkomintel) meluncurkan Trans Koetaradja-bus angkutan kota berbasis teknologi informasi.

Trans Koetaradja disingkat Trans K ini merupakan bantuan Kementerian Perhubungan RI. Trans K yang dirancang layaknya bus angkutan kota berpendingan udara untuk tahap pertama melayani rute Terminal Keudah-Masjid Kampus atau Lapangan Tugu Darussalam.

Masih terbatasnya rute bus gratis menyebabkan belum banyak fasilitas ini dimanfaatkan warga-bahkan mahasiswa. Trik menggratiskan ongkos belum mampu menyedot perhatian masyarakat. Padahal, bus berkapasitas 70 penumpang bisa menjadi alternatif di tengah serbuan kemacetan jalur Pasar Aceh menuju Kopelma saat jam sibuk.

Namun, bagi mereka yang tidak terlalu sibuk dengan rutinitas-kehadiran TransK menghidupkan kembali nostalgia mereka dengan Robur. Sayang, munculnya  TransK tak sefenomenal dengan kiprah Robur yang sudah melahirkan para guru besar-pemimpin bangsa. Teriakan Apung, Kramat, Lorong Mangga, Simpang Galon hanya tinggal kenangan seriring punahnya jasa Robur di keabadian. Terimakasih Robur dan segenap krunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun