Mohon tunggu...
Mukhtaruddin Yakob
Mukhtaruddin Yakob Mohon Tunggu... Pekerja Media -

Saya seorang pekerja Pers untuk sebuah media televisi. Gemar menulis dan suka diskusi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjid Raya Bukan Untuk Kami

29 September 2015   19:53 Diperbarui: 30 September 2015   01:37 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Megah dan indah. Itulah kesan yang muncul saat kita menyaksikan bangunan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Selain karena arsiteknya, suasana pekarangan masjid dan sekitar tempat ibadah tersebut begitu nyaman. Pelataran masjid yang rapi dan teratur membuat siapa pun yang mengunjungi rumah ibadah terindah di Banda Aceh tak ingin melewatkan begitu saja. 

Kubah utama dan ukiran yang terpampang pada dinding luar dan dalam masjid, pasti membuat orang decak kagum. Apalagi pilar-pilar yang ada pada masjid yang dibangun Sultan Isakandarmuda Meukuta Alam pada tahun 1622 Masehi atau 1022 Hijriah. Masjid yang pernah dibakal penjajah Belanda ini sekarang menjadi satu dari ratusan situs sejarah di ibukota Serambi Mekkah.

Kemegahan dan keindahan ternyata tak dirasakan para penderita cacat yang sering mangkal di halaman masjid ini. Syahrizal, penderita tuna netra bukan tak bisa menikmati keindahan masjid atau megahnya arsitektur. Tapi, Syahrizal merisaukan tidak tersedianya sarana bagi penderita cacat atau kaum difabel. Selain tidak adanya akses khusus untuk mereka yang cacat di sepanjang areal masjid, tangga khusus untuk penderita cacat pun tak pernah ditemui.

 
Syahrizal yang sudah karatan  mencari rezeki di pekarangan masjid selalu gelisah saat ingin masuk ke masjid untuk salat yang memang tingginya mencapai satu meter. Demikian juga ketika hendak berwudhuk atau ke kamar kecil, sama susahnya. Syahrizal pun selalu mengandalkan "ajudan" jika berhajat salat dalam masjid ini. 

"Ya, mau gimana lagi, mungkin orang seperti kami ngak banyak, makanya tidak disediakan," kata Syahrizal lirih. 

Masjid berarsitek Turki tak ramah terhadap mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Semua tangga menuju ke dalam masjid dibangun bertingkat tanpa satu pun akses untuk kursi roda atau petunjuk bagi tuna netra. Padahal, masjid yang memiliki luas 4.760 meter per segi ini andalan pemerintah Aceh untuk mempromosikan wisata spiritual. 
Kekurangan ini juga diamini Syarwan, fotografer amatir yang sering mangkal di halaman Masjid Raya. Syarwan yang hampir 20 tahun menjadi fotografer bayaran prihatin melihat para wisatawan yang cacat kesulitan masuk dalam masjid. Padahal, mereka jauh-jauh dari luar Aceh untuk merasakan kenyamanan i'tiqaf dan salat di dalam masjid. 

"Sejak saya jadi tukang foto di sini, belum pernah dibangun jalan dan tangga khusus untuk orang cacat," kata Syarwan. 

 

Masjid  yang  mampu menampung 9000 jamaah ini sudah beberapa mengalami perluasan. Pada 31 Oktober 1975 masjid ini diperluas menjadi lima kubah. Enam tahun kemudian dipercantik dengan menambah pernik dan lampu hias khusus menyambut MTQ Nasional ke -12. (www.id.wikipedia.org)

Tahun 1991-1993, mendiang Gubernur Ibrahim Hasan memprakarsai perluasan masjid in lagi menjadi tujuh kubah dan satu menara utama. Saat ini masjid kebanggaan warga Aceh juga lagi diperluas untuk memasang payung seperti yang ada di Masjid Medinah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun