Mohon tunggu...
Afzar Harianja
Afzar Harianja Mohon Tunggu... Lainnya - Bhumi

Bumi Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Aku Seorang Petani

21 Februari 2017   12:16 Diperbarui: 21 Februari 2017   13:58 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke awal…..salah satu permasalahan utama masyarakat di Kabupaten Tapanuli utara adalah masalah pertanian. Dan masalah pertanian yang paling banyak dihadapi petani adalah bagaimana cara pengendalian hama penyakit tanaman dan pengelolaan kesuburan tanah. Ini adalah hal yang wajar karena budidaya tanaman akan selalu mengundang kehadiran hama dan penyakit tanaman serta membutuhkan pemupukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

Selama ini petani selalu mengandalkan pestisida kimia dan pupuk kimia untuk mengatasi hal tersebut. Usaha ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Tetapi hal ini pun tidak bisa menjadi jaminan usaha tani akan berhasil. Adalah hal yang biasa mendengar berita petani yang gagal bertani. Bahkan para petani pun sudah menyadari hal ini. Sehingga muncul anggapan bahwa bertani  seperti berjudi. Kadang kalah kadang menang.

Disisi lain, tanpa adanya dukungan biaya yang memadai maka usaha tani tidak begitu menjanjikan. Akibatnya pekerjaan bertani terkadang identik dengan kesederhanaan kalau bukan dengan kemiskinan. Dan kebanyakan petani kita memang berada pada situasi ini. Buah simalakama. Ada modal atau tidak, bertani tetap beresiko.

Generasi muda petani

Kenyataan ini membuat banyak anak-anak muda yang enggan menjadi petani. Dalam pikiran mereka, bertani sudah identik dengan biaya tinggi, resiko gagal atau kemiskinan. Citra seorang petani menjadi begitu buruk. Menjadi seorang petani tidak termasuk dalam daftar cita-cita  anak zaman sekarang. Mereka lebih memilih bekerja di luar bidang pertanian.

Hal ini menyebabkan setiap tahunnya banyak gelombang anak-anak muda yang pergi meninggalkan desa menuju kota-kota besar untuk mencoba peruntungan. Dampaknya, desa kehilangan tenaga-tenaga produktif dan regenerasi petani tidak berjalan.  Kondisi ini semakin memperburuk daya tarik dunia pertanian bagi anak-anak muda.

Pestisida : berkah dan serapah

 Sekarang ini petani tidak bisa lepas dari pestisida kimia. Dan seakan tidak bisa “hidup” tanpa pestisida dalam setiap usaha taninya. Meskipun biayanya tinggi dan beresiko, tetapi kebanyakan petani tetap memilih pestisida kimia karena pemakaiannya yang praktis, mudah didapat dan hasilnya yang langsung  terlihat  setelah digunakan. Ironisnya, petani memang tidak memiliki banyak pilihan. Dan pestisida kimia adalah pilihan yang tersedia.  Ironisnya lagi, pestisida kimia adalah solusi yang  membawa masalah juga. Kita harus sadar bahwa pestisida bukanlah obat pertanian tapi racun pertanian.

Penggunaan pestisida kimia dalam jangka panjang dan tidak bijaksana telah terbukti menimbulkan permasalahan baru. Nasahi (2010) melaporkan bahwa  pada tahun 1986 terdapat 447 spesies yang tahan terhadap pestisida, dan 60 spesies diantaranya adalah hama tanaman pertanian. Kemudian pada tahun 1993 jumlah serangga hama tahan bertambah menjadi 504 spesies. Selain itu, terdapat 150 patogen penyebab penyakit, 273 jenis gulma, 2 spesies nematoda dan 5 spesies hewan pengerat yang resisten terhadap pestisida kimia.

Ini hal yang wajar karena hama dan penyakitpun ingin bertahan hidup sehingga mereka juga berevolusi atau bermutasi dengan menghasilkan keturunan yang tahan terhadap pestisida. Kenyataan ini menjadi jawaban mengapa aplikasi pestisida kimia terkadang tidak mempan dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Jadi bukan selalu karena pestisidanya palsu atau kadar bahan aktif-“racunnya” rendah.

Berbahaya bagi kesehatan danlingkungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun