Mohon tunggu...
AF Yanda
AF Yanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

Suka sepak bola dari lahir,,, Tifosi Milan (Milanisti),,,

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Komite Ad-Hoc Reformasi, Solusi atau Masalah Baru?

10 Desember 2015   08:29 Diperbarui: 10 Desember 2015   08:46 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Agum Gumelar, Ketua Komite Ad-Hoc Reformasi / assets.kompas.com"][/caption]

Pasca disahkannya Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI oleh FIFA dan AFC melalui rapat Exco FIFA tanggal 03 Desember 2015 yang lalu, banyak kabar yang begitu cepatnya berkembang dikalangan para pecinta sepakbola Nasional, khususunya terkait sikap para stakeholder sepakbola Negeri ini pasca dibentuk dan disahkannya Komite Ad-hoc Reformasi oleh FIFA tersebut.

Dibentuknya dan disahkannya komite Ad-Hoc Reformasi PSSI sendiri ialah sebagai langkah atau jalan untuk mencari solusi atau formula yang tepat mengatasi permasalahan serta konflik yang terjadi di persepakbolaan Indonesia saat ini, tentunya dengan melibatkan seluruh elemen stakeholder sepakbola Negeri ini seperti Federasi, Pemerintah (Kemenpora), Asosiasi Pemain, Media/Wartawan, dan beberapa unsur lainnya yang berkaitan langsung dengan persepakbolaan Indonesia.

Ada lima tugas pokok komite Ad-Hoc Reformasi PSSI ini, dimana tugas dan kerja komite ini nantinya dipertanggung jawabkan langsung dan berada dalam pengawasan FIFA. Lima bidang tugas komite Ad-Hoc reformasi ini diantaranya,

1. Hubungan dengan Pemain
a. Membuat NDRC (Badan Penyelesaian Sengketa) sesuai dengan ketentuan yang relevan dengan Statuta FIFA, aturan, dan surat edaran.
b. Meninjau hubungan PSSI dan APPI dan memastikan APPI sebagai perwakilan pemain yang dikenal PSSI di bawah MoU atau dokumen legal lain.
c. Membuat standar kontrak untuk pemain profesional harus memenuhi persyaratan minimum kontrak yang dibuat FIFA.
d. Mempertimbangkan area lain untuk pemain, termasuk asuransi.

2. Tata kelola
a. Meninjau Statuta PSSI untuk memastikan berjalan sesuai Statuta FIFA, termasuk komposisi Komite Eksekutif PSSI dan Kongres PSSI. Setiap perubahan tidak memengaruhi kepengurusan saat ini. Perubahan yang direkomendasikan Komite (Ad Hoc) tidak berlaku sampai Komite Eksekutif PSSI saat ini berakhir

3. Liga Profesional
a. Meninjau hubungan PSSI dan ISL dan merekomendasikan perubahan jika diperlukan
b. Membuat sistem lisensi klub yang memenuhi persyaratan FIFA dan AFC, termasuk kriteria A dan B yang ada di dalam FIFA Club Licensing Regulations

4. Tim Nasional
a. Membuat rencana untuk event internasional akan datang (AFF, SEA Games, Asian Games)

5. Pengembangan Infrastruktur
a. Meninjau pengembangan dan perawatan infrastruktur sepak bola nasional

Komite Ad-Hoc Reformasi ini sendiri akan diketuai oleh Agum Gumelar dan IGK Manila sebagai wakilnya, sedangkan anggota atau tim yang terdiri dari unsur-unsur stakeholder sepakbola Indonesia akan diisi oleh tujuh orang dari masing-masing perwakilan stakeholder seperti Federasi (PSSI), Pemerintah (Kemenpora), Asosiasi Pemain (APPI), Badan Liga, Perwakilan Sepakbola Wanita, KONI dan KOI. Dari ketujuh unsur tersebut hanya Kemenpora dan KOI yang belum menunjuk nama yang akan masuk dalam tim komite Ad-Hoc reformasi tersebut.

Komite Ad-Hoc reformasi sendiri hanya memiliki waktu yang sangat mepet untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di persepakbolaan Indonesia termasuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara Pemerintah (Kemenpora) dan juga Federasi (PSSI). Jika permasalahan serta konflik tak juga bisa diselesaikan melalui komite Ad-Hoc ini maka akan dibawa ke kongres tahunan FIFA pada Februari 2016 mendatang dan berpotensi memperpanjang sanksi bagi sepakbola Indonesia, dimana sanksi ini nantinya hanya bisa dicabut pada kongres tahunan FIFA ditahun berikutnya (2017).

Banyak pihak yang menyambut positif dibentuknya komite ini, namun tak sedikit pula yang justru meragukan komite ad-hoc ini mampu menyelesaikan permasalahan sepakbola yang terjadi di Indonesia, khususunya terkait konflik yang terjadi antara PSSI dan Kemenpora saat ini. Hal ini cukup beralasan mengingat Kemenpora sendiri pasca dikeluarkannya putusan tersebut terkesan enggan untuk turut berpartisipasi, walaupun sebenarnya FIFA telah memberikan isyarat bahwa Pemerintah juga harus turut andil dan masuk dalam susunan komite Ad-Hoc Reformasi ini.

Kemenpora pun sudah mengeluarkan pernyataan sikapnya terkait komite Ad-Hoc yang dibentuk dan disahkan oleh Exco FIFA tersebut, ada lima poin yang disampaikan pihak Kemenpora yang diwakili oleh Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, diantaranya:

1. Kemenpora akan segera merespon surat FIFA tersebut tentang sikap kami soal Komite Ad-Hoc.
2. Kemenpora menyayangkan FIFA tidak memberi kesempatan Tim Kecil untuk bekerja menyelesaikan persoalan sepak bola nasional. Harusnya tidak demikian, karena Kemenpora beranggapan pembentukan Tim Kecil merupakan kesepakatan bersama Presiden RI, Joko Widodo.
3. Nama-nama figur yang sudah dimasukkan di Komite Ad-Hoc menjadi hak FIFA. Tetapi Kemenpora beranggapan pemilihan nama-nama itu tidak sesuai janji FIFA dua minggu lalu, yang rencananya minta tanggapan Pemerintah RI jika Agum Gumelar, IG Manila, Raja Pane mau dipilih menjadi personel Komite Ad-Hoc. Faktanya, permintaan tanggapan itu sampai detik ini tidak pernah dikirimkan.
4. Jika FIFA tetap ngotot dengan pilihannya, Kemenpora merasa dalam posisi terpojok. Kalau pertemuan Komite Ad-Hoc dilakukan, Kemenpora pasti akan selalu kalah voting. Siapapun dengan mudah bisa menebak lemahnya posisi Kemenpora
5. FIFA tidak bisa memaksa Kemenpora untuk masuk dalam Komite Ad-Hoc. Tidak ada pembahasan soal kewajiban dalam surat terkini FIFA.

Banyak pertanyaan yang menguak dibenak sebagian pecinta sepakbola nasional terkait pernyataan dan sikap yang disampaikan oleh perwakilan pihak Kemenpora tersebut, khususnya di poin ke-empat, dimana Kemenpora merasa berada dalam posisi terpojok dan akan selalu kalah dalam setiap voting jika turut masuk dalam komite tersebut.

Alasan yang agak sulit untuk dicerna karena dibentuknya komite ini pada hakekatnya bukanlah sebagai ajang untuk menunjukan siapa pihak yang menang dan kalah, melainkan untuk mencari solusi terbaik menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di persepakbolaan Nasional saat ini, termasuk langkah konkret seperti apa yang bisa diambil untuk melakukan pembenahan tatakelola sepakbola tersebut melalui jalan musyawarah dan mufakat antar semua pemangku jabatan.

Menjadi kurang relevan jika mengatakan posisi Kemenpora berada dalam posisi yang lemah jika masuk dalam komite tersebut, karena meskipun pihak Kemenpora mengatakan bahwa sebagian besar unsur didalam komite tersebut merepresentasikan PSSI, tetap saja kunci utama termasuk pencabutan pembekuan PSSI berada di tangan pihak Kemenpora.

Turut ambil bagiannya pihak Kemenpora dalam komite ini sebenarnya adalah kesempatan dan tantangan bagi pihak Kemenpora sendiri untuk bisa membuktikan serta mempertahankan argumen dan prinsipnya jika memang memiliki niat tulus membenahi carut-marut sepakbola Indonesia, baik dihadapan publik sepakbola Nasional maupun dihadapan para stakeholder sepakbola lain yang tergabung di komite Ad-Hoc Reformasi ini.

Menpora Imam Nahrawi ketika di wawancarai oleh salah satu media lokal (disini) menyatakan bahwa pihaknya atas nama pemerintah mendesak FIFA untuk memberikan peluang reformasi sebesar-besarnya terhadap federasi sepak bola Indonesia supaya tidak ada lagi pengaturan skor, gaji tidak dibayar, dan diskriminasi bagi klub.

Dari pernyataan Menpora diatas dapat dilihat jika peluang untuk melakukan pembenahan tersebut sudah diberikan FIFA melalui pembentukan Komite Ad-Hoc Reformasi ini, dimana masalah-masalah seperti pengaturan skor, gaji tidak dibayar dan lain sebagainnya juga masuk dalam bagian Terms Of Reference FIFA yang tertuang dalam lima bidang tugas utama komite Ad-Hoc Reformasi PSSI.

Pembenahan atau reformasi itu pada hakekatnya “harus” memiliki dasar pijakan yang kuat dan jelas. Jika permasalahan seperti yg dikatakan Menpora diatas ialah menyangkut pengaturan skor, gaji tidak dibayar, dan diskriminasi terhadap klub, bukankah hal tersebut yang akan menjadi concern atau fokus utama komite Ad-Hoc Reformasi untuk segera dicarikan jalan penyelesaiannya.

Sama halnya jika reformasi yang dimaksudkan Kemenpora salah satunya adalah dengan merombak kepengurusn PSSI saat ini, dimana hal tersebut juga harus memiliki dasar pijakan yang kuat dan jelas (termasuk landasan hukumnya). Sudah sepatutnyalah Kemenpora membuktikan, menindaklanjuti, serta mempublikasikan dengan rinci bentuk pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh pengurus PSSI yang baru terpilih tersebut disertai fakta hukum yang jelas, sebagai pintu masuk merombak kepengurusan PSSI saat ini. Jika itu semua tidak dilakukan, justru bukan hanya mempersulit posisi Kemenpora sendiri tetapi akan membuat permasalahan serta konflik yang terjadi saat ini menjadi berlarut-larut dan semakin rumit.

Sejatinya jika dilihat dari ruang lingkup tugas pokok serta fungsi dibentuknya komite Ad-Hoc sendiri, apa-apa yang menjadi pokok permasalahan sepakbola Indonesia beberapa tahun belakangan ini, harusnya bisa diakomodir lewat dibentuknya komite ini. Pembenahan-pembenahan khususunya terkait tatakelola kepengurusan sepakbola seperti apa yang diharapakan banyak pihak, dapat direalisasikan dan dicarikan solusinya melalui komite yang diisi oleh elemen-elemen yang memang memiliki kompetensi di cabang olahraga ini.

Seperti judul diatas, komite Ad-Hoc ini bisa saja menjadi solusi bagi perbaikan tatakelola sepakbola Indonesia kedepannya, tapi bisa juga menjadi sumber masalah baru jika tidak disikapi dengan bijak. Sudah seyogyanya semua pihak (stakeholder sepakbola Indonesia) mampu memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya, serta mengenyampingkan terlebih dahulu ego pribadi supaya bisa bersikap lebih bijak dalam memutuskan sesuatu yang sangat penting yang menyangkut hajat hidup para pelaku sepakbola di Negeri ini.

Kita sama-sama berharap agar komite Ad-Hoc reformasi ini dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya, inilah pintu dan kesempatan yang kesekian kalinya diberikan FIFA kepada sepakbola bangsa ini untuk bisa berbenah dan keluar dari jeratan sanksi, karena konflik serta sanksi yang dijatuhkan kepada federasi sepakbola kita saat ini sudah berdampak sangat negatif khususnya bagi perkembangan sepakbola itu sendiri.

Kerjasama yang baik antar semua pihak sangat dibutuhkan saat ini agar permasalahan-permasalahan yang terjadi di persepakbolaan Nasional dapat segera terselesaikan, dan kita secara bersama-sama nantinya dapat membangun kembali pondasi sepakbola Indonesia agar kedepannya bisa menjadi lebih baik, lebih professional dan lebih berprestasi.

Salam,,,

Sumber Terkait:

Lima Bidang Tugas Komite Ad-Hoc Reformasi

Sikap Kemenpora Soal Komite Ad-Hoc FIFA

Sumber gambar:

kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun