Mohon tunggu...
Afwa Pahlevi
Afwa Pahlevi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/23107030115/UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

FOPO: Kamu Lebih Berharga daripada Opini Orang Lain

11 Maret 2024   20:29 Diperbarui: 11 Maret 2024   20:36 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kamu sering merasa gugup dan cemas saat berada di panggung yang dikelilingi oleh orang banyak atau berbicara di depan umum ketika sedang melaksanakan rapat penting? Bisa jadi kamu sedang mengalami FOPO.

Apa itu FOPO?

Dewasa ini kita pasti sering melihat atau mendengarkan kata FOPO. Fear of Other People's Opinions (FOPO) adalah situasi dimana kita merasakan keadaan takut, gugup, atau bahkan cemas akan pendapat orang lain.

Merasa peduli terhadap apa yang orang lain pikirkan tentang kita telah menjadi fenomena yang tidak sehat dan rasional untuk diri kita sendiri. Hal ini dikarenakan ketika kita terlalu memikirkan apa yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan, opini orang lain terhadap kita membuat kita hidup sesuai aturan dari orang lain tersebut bukan untuk diri kita sendiri.

Ketika sedang mengalami FOPO maka kita juga kehilangan kepercayaan diri. Hal ini dapat dapat sejalan dengan apa yang saya contohkan diatas. Ketika sedang berbicara didepan umum merupakan salah satu contohnya. Ketika berbicara di depan umum pikiran kita akan terpecah memikirkan hal-hal mengenai opini orang seperti kita takut akan opini orang mengenai gaya atau pakaian yang kita gunakan. Memikirkan hal-hal semacam itu membuat kita ragu akan diri kita sendiri karena itulah kita tidak perlu memikirkan sesuatu yang memang tidak perlu dipikirkan.

Penyebab

Melansir dari ugm.ac.id, terdapat penjelasan mengenai penyebab dari fenomena FOPO. Dosen Fakultas Psikologi UGM, Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog, menjelaskan bahwa penyebab dari munculnya FOPO akhir-akhir ini terutama di Indonesia adalah budaya serta pendidikan yang diajarkan kepada masyarakat menjadi sebab utama.

Budaya feodalisme dan konfromitas yang masih lekat di masyarakat berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia. Feodalisme yang telah melekat dari zaman penjajahan yaitu kekuasaan diatur oleh golongan yang lebih besar sehingga memberikan persepsi kepada golongan yang lebih kecil membuat FOPO tertanam sejak dahulu. Lalu konfromitas akan persepsi yang diharuskan untuk seragam dan akan dibilang tidak normal apabila persepsi itu berbeda membuat budaya FOPO juga tertanam kuat pada masyarakat.

Kemudian faktor pendidikan Indonesia yang massal, yaitu sistem pendidikan Indonesia menerapkan sistem pendidikan massal sehingga sistem Indonesia menyeragamkan para siswanya. Hal ini mengakibatkan para siswa kehilangan jati dirinya karena selalu mementingkan pendapat atau pikiran olah lain tentang dirinya dibandingkan pendapat sendiri akan dirinya.

freepik.com
freepik.com

Maraknya media sosialpun turut menambah buruk situasi ini. Media sosial di masa sekarang sudahlah kewajiban bagi setiap orang, media sosial juga merupakan sisi terbaik dari orang tersebut. Dapat diambil contoh dari banyaknya orang yang menjaga image di media sosial, rata-rata orang yang terlalu menjaga image dapat dikatakan sedang mengalami FOPO karena takut nilai jelek atau salah dalam memosting sesuatu. Lalu contoh selanjutnya ketika sering kali membandingkan kehidupan kita dengan orang lain seperti parameter kesuksesan, jika umur 30 harus memiliki penghasilan besar atau usaha sendiri membuat krisis identitas menghantui kita semua.

Tentu saja, FOPO akan berdampak secara fisik maupun mental. Ketika kecemasan yang diakibatkan FOPO telah mencapai taraf tertentu maka akan memiliki dampak negatif bagi keseharan mental seperti mudah stres ketika tidak dapat memenuhi ekspektasi publik.

Solusi

Terdapat dua langkah dalam menghadapi FOPO, yaitu mencegah dan mengobati. Untuk upaya pencegahan dapat dilakukan dari akar penyebab terjadinya FOPO itu sendiri. Mengevaluasi budaya dan sistem pendidikan merupakan langkah awal pencegahan FOPO. Memberikan kenyamanan dalam ekosistem pendidikan yang baik agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara mental dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Tidak lupa untuk menanamkan kepada anak-anak jika manusia tidak lahir secara seragam tetapi setiap manusia memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan tersendiri sehingga tidak ada lagi kata normal dan tidak normal.

Namun, ketika sudah mengalami FOPO dapat diobati sesuai dengan tingkat keparahan masing-masing. Menurut Ibu Novi, jika kecemasan atau ketakutan yang dialami belum menyentuh taraf berat maka dapat diatasi dengan berdialog. Memberi ruang dan kesempatan untuk berdialog terkait mengapa ragu untuk bertindak dapat membantu seseorang untuk mendorong cara seseorang bersikap agar mengesampingkan hal-hal yang ditakutkan orang tersebut.

freepik.com
freepik.com

Berbeda halnya jika penderita sudah merasa bahwa tingkat kecemasan dan ketakutan sudah parah hingga menyebabkan traumatik maka disarankan untuk menghubungi pihak profesional seperti psikolog maupun konselor. Ingat, kita tidak boleh self diagnose mengenai apa yang kita rasakan karena itu sudah berada di luar kapasitas kita. Dan ingatlah apapun pendapat orang lain tentang dirimu, dirimu selalu keren. Kamu lebih berharga daripada pendapat orang lain dan kamu lebih hebat dari yang kamu kira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun