Maraknya media sosialpun turut menambah buruk situasi ini. Media sosial di masa sekarang sudahlah kewajiban bagi setiap orang, media sosial juga merupakan sisi terbaik dari orang tersebut. Dapat diambil contoh dari banyaknya orang yang menjaga image di media sosial, rata-rata orang yang terlalu menjaga image dapat dikatakan sedang mengalami FOPO karena takut nilai jelek atau salah dalam memosting sesuatu. Lalu contoh selanjutnya ketika sering kali membandingkan kehidupan kita dengan orang lain seperti parameter kesuksesan, jika umur 30 harus memiliki penghasilan besar atau usaha sendiri membuat krisis identitas menghantui kita semua.
Tentu saja, FOPO akan berdampak secara fisik maupun mental. Ketika kecemasan yang diakibatkan FOPO telah mencapai taraf tertentu maka akan memiliki dampak negatif bagi keseharan mental seperti mudah stres ketika tidak dapat memenuhi ekspektasi publik.
Solusi
Terdapat dua langkah dalam menghadapi FOPO, yaitu mencegah dan mengobati. Untuk upaya pencegahan dapat dilakukan dari akar penyebab terjadinya FOPO itu sendiri. Mengevaluasi budaya dan sistem pendidikan merupakan langkah awal pencegahan FOPO. Memberikan kenyamanan dalam ekosistem pendidikan yang baik agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara mental dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Tidak lupa untuk menanamkan kepada anak-anak jika manusia tidak lahir secara seragam tetapi setiap manusia memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan tersendiri sehingga tidak ada lagi kata normal dan tidak normal.
Namun, ketika sudah mengalami FOPO dapat diobati sesuai dengan tingkat keparahan masing-masing. Menurut Ibu Novi, jika kecemasan atau ketakutan yang dialami belum menyentuh taraf berat maka dapat diatasi dengan berdialog. Memberi ruang dan kesempatan untuk berdialog terkait mengapa ragu untuk bertindak dapat membantu seseorang untuk mendorong cara seseorang bersikap agar mengesampingkan hal-hal yang ditakutkan orang tersebut.
Berbeda halnya jika penderita sudah merasa bahwa tingkat kecemasan dan ketakutan sudah parah hingga menyebabkan traumatik maka disarankan untuk menghubungi pihak profesional seperti psikolog maupun konselor. Ingat, kita tidak boleh self diagnose mengenai apa yang kita rasakan karena itu sudah berada di luar kapasitas kita. Dan ingatlah apapun pendapat orang lain tentang dirimu, dirimu selalu keren. Kamu lebih berharga daripada pendapat orang lain dan kamu lebih hebat dari yang kamu kira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H