Mereka meyakini bahwa bumi adalah pijakan sama rata, datar tak bermuara. Dan meskipun mereka hidup di bawah naungan sebuah struktur, mereka menganggapnya sekadar wadah, di mana ruang di bagian badan ke bawah lebih leluasa ketimbang sempitnya struktur leher. Mereka inilah para wakil dari keramaian, yang menyadari mereka bisa mengubah sesuatu, sekaligus tidak menyadari betapa semunya keberadaan mereka sendiri.
Mari kita simak satu per satu.
Penguasa Senyap
Jumlah mereka tidak banyak. Bahkan sering kali tunggal. Mereka percaya bahwa Kekuasaan adalah amanat dari langit. Raganya tak melangkah terlalu jauh, tetapi titahnya dapat terbang melewati horison, menggerakkan segenap perwira dan penentu dibukanya kotak-kotak hadiah.
Ia adalah penanda tangan, kepala keluarga, pengatur arah orang-orang yang ditanggungnya. Tetapi sebagaimana lazimnya penguasa, ia menguasai tak lebih dari singgasana. Ia tak banyak bicara namun merasa wajib menyimak apapun yang ia dengar di sekeliling mejanya.
Meski begitu ia buta. Tidak bisa mendengar bisik-bisik para pembenci dari balik dinding istananya. Ia jarang tahu jika para panglima sedang bersekongkol membicarakannya. Ia adalah penguasa senyap, yang mengagumi kilau namanya di atas kertas, tetapi terjebak dalam begitu banyak pilihan yang justru mengekangnya untuk menghasilkan kata-kata.
Ia adalah King of the Silent, penguasa simbolis belaka.
Pengambil Tindakan
Bertempat tinggal di antara dua dunia. Ibarat pertemuan dua bantaran sungai, ia adalah jembatan, penyambung lidah antara dunia tahta dan dunia jelata. Ia begitu disanjung di kalangan bawah, dan begitu dihormati oleh para petinggi. Kokoh sifatnya memerlukan karakter suara yang lantang, artikulasi ide yang tajam, serta efek kepercayaan yang nyata.
Mereka, Pengambil Tindakan sering kali merasa menjadi duta dari Raja, mengambil tindakan di luar perintah. Mereka para inisiator, penghulu, ujung tombak. Meski begitu mereka tak dibekali kekuatan berpikir, meski kaya akan ambisi. Mereka pengagum peta dan aneka struktur rumit perbekalan perang. Mereka memercayai bahwa dunia dibentuk oleh tindakan dan bukan kata-kata.Â
Mereka punya kuasa menerima titah dari sang raja, sekaligus menelikung dan memelintirnya jika mereka mau, saat huru-hara adalah kesempatan emas menonjolkan diri.