Kini, tidak ada persimpangan jalan yang selamat dari terjangan reklame-reklame beraneka produk. Ukurannya beragam, dari seukuran kalender berikat kawat di tiang lampu merah sampai yang raksasa setinggi lebih dari 8 meter dan tumpang tindih menutupi rupa bangunan.
Pendapatan pajak reklame Kab. Sleman mencapai puncaknya pada 2009 lalu sebesar 8,1miliar, tapi terus turun di kisaran 5,6 miliar, menurut catatan Dinas Pendapatan Asli Daerah (Dispenda). Kota Jogja sendiri, pendapatan dari pajak reklamenya tidak pernah memenuhi target lima tahun terakhir. Pada laporan 2014, kota Jogja hanya memperoleh pajak sebesar 4,7 miliar, jauh meleset dari target 8 miliar (RadarJogja).
Kini, makin banyak reklame digital dengan potensi pajak lebih besar tersebar di banyak penjuru kota Jogja. Mungkin ini jalan keluar bagi pemkot menambah pendapatan, meski potensi asimetri visualnya masih dalam perdebatan.
Ada banyak lahan kosong di pinggir jalan protokol sengaja dipasangi pengumuman bahwa lahan itu tidak dijual, mewanti-wanti gesitnya makelar tanah memburu peruntungan bagi para peminta, dalam  hal ini pengembang.
Sejauh ini Sleman belum merampungkan aturan baku soal manajemen proyek dan batasan tata kelola pembangunan apartemen, sementara pembangunan terus berlanjut. Banyak pihak pengembang malah berlomba-lomba menyelesaikan unit mereka sebelum regulasi resmi meluncur, tentu ada sebabnya.
Yogyakarta, selain berkutat dengan investasi, juga punya pekerjaan rumah menyusun berbagai regulasi. Di sisi lain, kalangan pengusaha dan pelaku di jalan was-was apakah jalannya bisnis dan usaha mereka dinaungi undang-undang, peraturan daerah, ataukah tidak.Â
Becak bermesin motor yang sejak lama dianggap ilegal di Yogyakarta termasuk satu pihak yang terus mengupayakan nasib legalitas mereka, sementara payung hukum belum ada kabarnya.
Anehnya, ada banyak hotel di kawasan wisata kota Yogyakarta mengakomodasi becak-becak motor ilegal ini sebgai tenaga pemasaran. Jikapun nanti regulasi selesai dan katakanlah betor ilegal! Para pengayuh ini masih punya kelompok pendukung suara mereka: pemasaran hotel-hotel wisata.
Sudah sering jajaran polisi kota dan daerah di Yogyakarta mengklaim mereka telah menangkap oknum-oknum pelajar setingkat SD hingga SMA yang terbukti melakukan aksi corat-coret bangunan dan fasilitas publik. Akan tetapi jelas vandalisme bukanlah aksi sindikasi ataupun berakar pada satu sumbu. Vandalisme corat-coret di Yogyakarta seperti jamur, benalu, perusak pemandangan kota dan perugi pemilik bangunan.Â