Pukul tiga sore dan sudah seharusnya Sheron tiba di dekat panggung itu. Pertunjukan musik jazz merupakan satu hal yang termasuk bagian penting bersatunya dua sahabat ini. Erlina sering kali mendapat tiket gratis dan hanya mengajak Sheron untuk menonton bareng. Tapi kali ini, entah apa yang menunda karibnya itu sampai telat sudah hampir satu jam.
"Orang ini tidak mau pergi...." Suara bisik dari seberang telepon berdesis di telinga Erlina. Katanya Sheron kedatangan seorang laki-laki, temannya juga, yang sebetulnya tidak dia harapkan kehadirannya di sore seperti ini. Sheron akhirnya menyimpulkan kalau dengan gerak-gerik nekatnya, laki-laki itu seperti ingin mengungkapkan perasaan. "Tolong kamu kemari ya! Bantu aku selesaikan ini dulu."
Erlina berangkat. Sesaat sebelumnya, ia tertawa.
Di tengah jalan Erlina seperti tiba-tiba tenggelam dalam lamunannya. Dua lengannya menggamit setang kemudi motor yang melaju teratur tapi pikirannya kembali melayang. Bayangan itu selalu datang entah dari mana. Mungkin ketakutan atau kebencian yang menggodanya. Ataukah rasa lama yang ia tak kuasa tahan hingga tergambar jelas.
Ia memeluk laki-laki itu sambil berdiri. Membisikkan kata-kata rahasia yang membuat keduanya tersenyum. Erlina berjinjit setiap kali merasakan pelukan di pinggangnya mengendur. Wajah laki-laki itu sesegar tanaman gantung di taman tempat ia sering duduk berbincang dengan angin. Jangan lepas, lima menit lagi.
Bayangan berulang-ulang dan menarik sedikit senyuman di ujung bibir Erlina. Yang tak disangkanya adalah, jalan itu tidak mulus-mulus amat. Ban motornya terjungkal ke dalam lubang sedalam mata kaki dan akhirnya ia tersungkur hingga ke aspal.
Saat akhirnya membuka mata dan melihat tak ada selain langit mendung, dengan gerimis yang menjatuhinya di mana-mana, ia melihat Bayu tersenyum. Kakinya kesakitan dan mungkin ada tiga-empat luka di kakinya. Tak lama kemudian ia sudah merasakan tubuhnya diangkat ramai-ramai dan sejam berikutnya ia sudah sadar di ruang nyaman rumah sakit.
Bayu yang menungguinya. Tiga hari.
Erlina tidak banyak cerita. Ia sempat berucap "terima kasih" kemudian di banyak kesempatan tak tahan karena harus berpura-pura tidur. Tangannya kesakitan dan ia langsung memanggil suster, tidak mengadu pada Bayu yang selalu siaga di sampingnya. Hingga pada akhirnya setiap sore sepulang kuliah Sheron mampir dan menemaninya tertawa hingga malam, dan Bayu pulang setelah menyiapkan segala keperluan mandi Erlina pagi berikutnya.
"Orang tuamu tidak perlu kamu panggil kemari, paling besok juga kamu pulang," saran Sheron sembari mengupaskan buah.
Erlina manut saja, asalkan ia sebagai sahabat bisa merahasiakan segala hal yang menimpa dirinya ini.