Anak malang itu masih memanggil-manggil orang tuanya. Entah Daming, entah bapak, teriakannya berubah-ubah. Lantai toilet itu dibersihkan dengan alat pendeteksi logam yang dibawa, anak itu dibekap dengan semacam kasur tipis yang basah, dan seorang dari dua penjinak itu meraih tangan bocah laki-laki itu, menenangkannya.
"Jangan bergerak ya dik," kata petugas. "Tutup matanya. Kita semua keluar dari sini nanti, kakak belikan es krim. Jangan takut."
Rekannya, yang menyusur dari sisi kanan toilet, dengan pelan-pelan melihat dari dekat apa yang tersangkut di leher anak itu.
Rangkaian itu mirip tas, dengan susunan inti di bagian depan perut dan lilitan penyangganya berupa tali tas bekas berwarna hitam yang diikuti dengan kawat, kabel berwarna oranya yang menggulung spiral melalui pundak, dan berakhir di pinggang sebelum tertancap kembali ke bagian bawah kemasan itu. Petugas penjinak di sebelah kanan tetap menemani anak itu saat rekannya mulai menjebol jendela kecil di atas kepala, membiarkan cahaya masuk. Melalui panduan lewat radio yang berserak-serak dari walkie talkie terintegrasi dengan helmnya, petugas itu menjelaskan posisi benda asing kepada seseorang ahli di seberang sana, memadukan pendapat.
Setengah jam berlalu, kedua petugas penjinak itu sibuk melonggarkan ikatan kabel, memeriksa bagian dalam dan memastikan tidak ada kawat tipis yang bisa jadi jebakan. Setelah sekiranya aman, barulah pelan-pelan petugas sebelah kiri memotong tali penyangga, sampai di dua bagian, menahan komponen itu dengan lututnya yang ditekuk, dan meminta rekannya untuk bergerak pelan-pelan. Setelah gerakan lambat selama hampir lima menit yang mengucurkan keringat, anak itu berhasil dikeluarkan. Petugas penjinak nomor 2, yang berada di sisi kanan dan sedari tadi jadi pendamping psikologis, langsung memeluk dan menggendong anak itu keluar dari sana, berlari ke bawah sampai ke ambulan. Kembali ke toilet, petugas penjinak 1 hampir merampungkan tugasnya.
Di darat, Kapolda Yoyok langsung berkoordinasi dengan jajarannya yang sudah tersebar di seluruh kota. Konferensi via telepon satelit pun digelar ke semua jajaran kepolisian di setidaknya tiga pulau besar, membahas di mana lokasi potensial lain. "Papan nama di anak itu bertuliskan PASAR SENTRAL, berarti ada bom di lokasi lain yang kemungkinan belum terdeteksi? Saya masih berkoordinasi," katanya kepada wartawan yang sudah memberondongnya dengan pertanyaan.
Kembali ke lantai dua pasar, petugas penjinak 1 menghubungi penyelianya lewat radio, dan mengatakan hal yang mengejutkan.
"A... saya bisa saja salah. Tapi saya belum menemukan struktur peledak seperti ini. Tidak ada bubuk hitam atau cairan. Ini mungkin bukan bom."
Laporan itu diterima Kapolda Yoyok dan langsung terheran-heran, meminta petugasnya mengonfirmasi laporan itu dan memeriksanya sekali lagi.
"Konfirmasi, Pak. Rangkaiannya hanya berisi udara dan bagian tengahnya berisi bubuk teh. Saya akan release, mohon stand by." Petugas penjinak 1 bermaksud merampungkan misinya.
Rangkaian itu digulung ke dalam kasur penghambat sampai seukuran melebihi kapasitas pelukannya, digantungkan ke karabiner ganda kemudian dari koridor lantai dua itu, dilepas meluncur melalui kawat sepanjang seratus meter, menyeberangi jalan, dan mendarat di pelukan petugas penjinak 1 yang sudah bersiap di lapangan terbuka tempat pembuangan akhir. Orang-orang sempat berteriak dan menahan napas.