Ketua kelas itu mencari-cari anggota kelasnya, mengikuti naluri kepemimpinan yang muncul dari bawah sadar. Tapi tak seorangpun yang ia tanyai mengaku tahu. Para guru pun meminta Annisa tetap tenang dan menyarankan untuk mencari mereka setelah mereka mengurus Hartono.
Saat kembang api  seharusnya sudah diluncurkan, para siswa justru digiring ke aula. Semua dikumpulkan dan dijaga oleh tujuh guru sekaligus. Kurang dari lima belas menit kemudian ambulan sudah membawa Hartono ke rumah sakit. Para guru beserta jajaran wakil kepala sekolah langsung mengadakan pertemuan mendadak di ruangan para staf.
"Annisa, apa benar Ryan dan Alya menghilang?"
Ketua kelas itu menggeleng. Wajahnya menyiratkan ketakutan tapi lebih banyak kebingungan.
"Betul, Bu. Saat lampu dinyalakan, mereka berdua sudah menghilang. Kami sempat cari-cari ke semua ruangan tapi mereka tidak ada. Di kamar mandi juga tidak ada."
Para guru itu saling pandang. Kemudian salah satu guru dengan jabatan tertinggi meminta Annisa dan teman-teman tetap tenang karena sudah ada staf yang ditugaskan mencari mereka. Untuk sementara skolah akan menyusun rencana bagaimana menyelamatkan nyawa Pak Hartono, dan melakukan investigasi keseluruhan terhadap kejadian tiba-tiba ini.
Annisa tertunduk. Ia pasrah karena sekolah mengambil kebijakan menutup berita ini dari kepolisian, dan orang tua siswa. Di dalam aula, semua siswa itu diberi pengertian agar mereka lebih tenang. Tengah malam itu, tak satupun siswa yang tidur.
Pukul 6 pagi.
Adam terjatuh dari sofa saat ketukan di daun pintu kamarnya semakin cepat. Ia bangkit dengan sempoyongan saat menyambut tamu mendadak itu. Saat dibuka, ternyata seorang pria paruh baya berdandan rapi yang berdiri di depannya. Balutan kemeja putih bergaris tipis vertikal dan celana berbahan kain serta sendal kulit nampak seimbang dengan kumis tipis dan kacamata bening yang bertengger di hidungnya.
"Pak Reza?" Adam menyambut dengan sebisa mungkinnya ramah.
Namun tamu itu gemetar, cemas menutupi sebidang matanya, tergambar juga dari napasnya yang tidak tenang. Adam lalu mempersilakan tamunya masuk dan dalam beberapa menit mereka sudah duduk dengan kopi hangat penyambutan di meja bundar berkaki pendek itu.