Mohon tunggu...
Afry Anti Umaeroh
Afry Anti Umaeroh Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menutup E-Commerce = Mengatasi Sepinya Pasar Konvensional?

13 Oktober 2023   00:41 Diperbarui: 16 Oktober 2023   11:40 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/mikaylabinar.com 

Beberapa waktu yang lalu, media tengah dihebohkan oleh para pedagang di pasar Tanah Abang yang melakukan protes kepada pemerintah untuk melakukan penutupan kepada platform belanja online TikTok Shop lantaran pasar menjadi sepi pengunjung.

TikTok Shop lantas resmi ditutup pada Rabu (4/10/2023), pukul 17.00 WIB lalu. Penutupan tersebut dilakukan lantaran TikTok Shop dinilai tidak menjalankan perannya sebagai social media, melainkan sebagai social commerce.

Pemerintah secara tegas meminta TikTok agar mengikuti peraturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 untuk memisahkan antara platform social commerce dan social media.

Baca juga: TikTok: Hiburan dan Belanja dalam Satu Aplikasi

Pasar konvensional dan TikTok Shop

Keduanya merupakan realitas yang berbeda dalam dunia perbelanjaan, persaingan para pebisnis dalam menarik perhatian konsumen menjadi semakin ketat.

Pasar konvensional atau tradisional, yang mencakup toko-toko fisik seperti pasar, toko pakaian, dan toko makanan, telah menjadi bagian integral dalam kehidupan kita selama bertahun-tahun. 

Adanya fenomena TikTok Shop merupakan representasi terbaru dari e-commerce yang mengandalkan pada daya tarik media sosial.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan kemajuan e-commerce, semakin banyak orang beralih dengan berbelanja secara online. Di platform sosial TikTok, pengguna dapat menjual berbagai produk melalui video yang dikemas dengan konten yang menarik.

Di samping toko-toko offline yang harus berjuang dengan keberadaan TikTok Shop dan platform e-commerce lainnya, di sisi lain, ini memperumit persaingan di antara pelaku e-commerce.

Baca juga: Fenomena TikTok Shop: Manfaat dan Potensi Ancaman Bagi UMKM di Indonesia

Perlukah TikTok Shop Ditutup?

Menutup TikTok Shop sepertinya bukanlah solusi yang realistis. E-commerce dan platform media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cara kita berinteraksi dan berbelanja. Melarang TikTok Shop mungkin akan menimbulkan banyak reaksi negatif dan membatasi peluang ekonomi untuk UKM yang telah bergantung pada platform tersebut.

Ternyata, meski TikTok Shop telah ditutup, pasar Tanah Abang masih saja sepi pengunjung. Mengutip dari TribunSolo.com, pedagang masih mengeluhkan lapak mereka sepi pengunjung dan justru malah meminta agar platform e-commerce lainnya juga ditutup. Seperti Lazada, Tokopedia, dan Shopee.

Hal tersebut sontak menimbulkan respons negatif dari para netizen.

Ada salah satu postingan di salah satu akun media sosial Twitter (@txtdarionlineshop), dalam unggahan tersebut terdapat dari cerita salah seorang yang mencoba mengunjungi pasar Tanah Abang yang viral karena sepi pengunjung.

Postingan twitter/tangkapan layar
Postingan twitter/tangkapan layar

Beberapa tanggapan netizen mengenai postingan tersebut antara lain:

"Wkwkwk pantes sepi, parkir dua rebu aja bikin berantem, apalagi segitu".

"Ga sempet mau belanja offline. Secara orang kerja mah rerata balik kantor udah jam 5 sore ya. Giliran mau belanja, pasar udah pada tutup. Hari libur mending buat rebahan, males sumpek ke pasar".

"Sebenernya yang bikin males tuh emang nyari parkir, preman, sama macet, Lewat sana aja bikin males banget pernah kejebak macet hampir sejaman".

"Sumpah, yang bikin males tuu ginii, blm diitung keluar bensinnya, macet, waktu yg terbuang & aku tipe yg ga bisa nawar  harga jadi kurang cocok belanja offline".

"Sebenernya tuh negara kita lagi menuju industri 4.0 atau balik lagi ke jaman purba sih?"

Melihat komentar-komentar tersebut, dapat dinilai bahwa bukannya semua orang menjadi tidak mau belanja di pasar dengan keberadaan e-commerce, melainkan pengelolaan pasar yang masih kental dengan nuansa premanisme, kemacetan, belum lagi suasana yang panas, hal-hal itulah yang membuat orang akhirnya enggan untuk belanja di pasar konvensional. 

Mengatasi Tantangan Bersama

Pasar konvensional harus beradaptasi dengan teknologi dan tren baru, seperti e-commerce dan TikTok Shop. Ini bisa melibatkan pembukaan toko-toko online mereka sendiri atau meningkatkan layanan mereka dengan teknologi seperti pembayaran nontunai. Selain itu, pelaku bisnis tradisional bisa belajar dari model bisnis e-commerce yang efisien dalam pengelolaan persediaan, pemasaran, dan layanan pelanggan.

Kolaborasi antara berbagai pihak, seperti Pemda, kepolisian, dan pengelola pasar setempat adalah kunci untuk menciptakan pasar yang nyaman dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat. Dengan kerja sama yang baik, masalah premanisme, kemacetan, dan pengelolaan pasar dapat diatasi untuk meningkatkan kembali kenyamanan dan keamanan berbelanja masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.

Kuncinya adalah menjaga keberlanjutan pasar tradisional sambil tetap mengakui manfaat dan keberlanjutan ekonomi yang ditawarkan oleh e-commerce. Ini membutuhkan kerja sama, perubahan, dan inovasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun