Mohon tunggu...
Afriza Yohandi Putra
Afriza Yohandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM : 43223110005 | Program Studi : Sarjana Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kemampuan memimpin diri dan upaya pencegahan korupsi, dan keteladanan mahatma gandhi

21 Desember 2024   18:33 Diperbarui: 21 Desember 2024   18:33 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahimsa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "tidak menyakiti" atau "tanpa kekerasan." Dalam konteks Gandhi, ahimsa berarti menolak segala bentuk kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun mental. Lebih jauh, ahimsa melibatkan komitmen untuk menghormati dan menjaga kehidupan serta martabat semua makhluk, termasuk manusia, hewan, dan alam.

Ada 5 macam pegendalian diri, yaitu :

  • Ahimsa (Non-Kekerasan)

Makna: Prinsip untuk tidak menyakiti atau melukai makhluk hidup, baik secara fisik, verbal, maupun mental.
Aplikasi:

  • Menghindari konflik melalui pendekatan damai.
  • Menjaga kehidupan makhluk hidup lain, termasuk dengan gaya hidup seperti vegetarianisme.
  • Membangun hubungan yang penuh kasih sayang dan pengertian.
  • Brahmacharya (Kendali Diri dan Kesucian Hidup)

Makna: Pengendalian diri, terutama dalam hal keinginan dan hawa nafsu, demi mencapai kesucian pikiran dan tubuh.
Aplikasi:

  • Mengendalikan keinginan duniawi untuk hidup sederhana dan bermakna.
  • Memusatkan energi pada pengembangan spiritual dan tujuan mulia.
  • Berkomitmen pada disiplin diri, termasuk dalam hubungan pribadi dan perilaku sehari-hari.
  • Satya (Kebenaran)

Makna: Menjalani kehidupan yang didasarkan pada kebenaran, kejujuran, dan integritas.
Aplikasi:

  • Berkata dan bertindak sesuai dengan fakta dan moralitas.
  • Menolak segala bentuk penipuan atau manipulasi.
  • Menggunakan kebenaran untuk membangun kepercayaan dan keadilan dalam hubungan sosial.
  • Awyawaharika (Non-Materialisme)

Makna: Penolakan terhadap materialisme atau keinginan berlebihan akan benda-benda duniawi.
Aplikasi:

  • Menghindari keserakahan dan pola hidup konsumtif.
  • Fokus pada hal-hal spiritual dan nilai-nilai moral daripada mengejar kekayaan materi.
  • Berbagi dengan sesama dan tidak terikat pada kepemilikan.
  • Asteya (Tidak Mencuri)

Makna: Tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, baik secara fisik maupun simbolis.
Aplikasi:

  • Menghindari segala bentuk pencurian, termasuk waktu, ide, atau hak orang lain.
  • Menumbuhkan rasa puas dengan apa yang dimiliki.
  • Menghormati hak milik orang lain dan menjaga kepercayaan.

Sad Ripu adalah enam musuh batin atau godaan yang dianggap sebagai akar dari konflik dan kekerasan, baik secara internal maupun eksternal. Keenam godaan ini meliputi:

  1. Kama (Keinginan/Nafsu):
    Dorongan untuk memuaskan hasrat yang tidak terkendali sering kali melahirkan perilaku yang merugikan orang lain.

    • Contoh konflik: Perebutan sumber daya karena dorongan untuk memiliki lebih dari yang diperlukan.
  2. Krodha (Amarah):
    Emosi yang tidak terkendali ini sering memicu kekerasan fisik maupun verbal.

    • Contoh konflik: Perselisihan yang berujung pada tindakan agresif karena emosi meluap.
  3. Lobha (Keserakahan):
    Keinginan untuk memiliki lebih dari yang dibutuhkan tanpa memedulikan dampaknya pada orang lain.

    • Contoh konflik: Penindasan atau eksploitasi demi keuntungan pribadi.
  4. Moha (Kebingungan atau Ilusi):
    Ketidakmampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah menyebabkan keputusan yang salah.

    • Contoh konflik: Perpecahan keluarga karena salah persepsi atau informasi yang menyesatkan.
  5. Mada (Kemabukan/Kesombongan):
    Keangkuhan atau rasa superioritas yang memicu perilaku arogan dan tidak adil.

    • Contoh konflik: Dominasi kelompok atau individu tertentu yang memicu perlawanan.
  6. Matsarya (Iri Hati):
    Kecemburuan terhadap keberhasilan atau kepemilikan orang lain memicu persaingan tidak sehat.

    • Contoh konflik: Pertikaian dalam komunitas karena perasaan iri terhadap pencapaian seseorang.

Mengubah Diri Menjadi Agen Perubahan untuk Pencegahan Korupsi dan Pelanggaran Etik Berdasarkan Keteladanan Mahatma Gandhi

Berdasarkan pemahaman tentang keteladanan Mahatma Gandhi, kita bisa menerapkan berbagai nilai untuk menjadi agen perubahan dalam upaya mencegah korupsi dan pelanggaran etik dalam perjalanan hidup dan karir. Lima prinsip utama yang dipegang oleh Gandhi, yaitu Satya (Kebenaran), Ahimsa (Non-Kekerasan), Brahmacharya (Pengendalian Diri), Asteya (Tidak Mencuri), dan Swadeshi (Kesederhanaan), bisa dijadikan landasan dalam merubah diri kita untuk menjadi individu yang lebih berintegritas dan lebih bertanggung jawab.

1. Satya (Kebenaran): Pilar Utama Integritas dalam Pencegahan Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun