Mohon tunggu...
Afriza Yohandi Putra
Afriza Yohandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM : 43223110005 | Program Studi : Sarjana Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

23 November 2024   23:54 Diperbarui: 23 November 2024   23:54 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum harus ditegakkan secara konsisten tanpa pandang bulu. Pelaku korupsi harus diadili dengan adil dan diberikan hukuman yang setimpal untuk memberikan efek jera. Penguatan lembaga penegak hukum dan pengawasan internal dalam institusi pemerintah dan bisnis sangat penting untuk mencegah korupsi.

5. Perubahan Budaya dan Norma Sosial

Masyarakat perlu diajak untuk mengubah persepsi tentang korupsi dari sesuatu yang dapat diterima menjadi tindakan yang tidak dapat diterima. Kampanye kesadaran publik dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan pemerintahan dapat membantu menciptakan budaya yang menolak korupsi.

Kesimpulan

Fenomena korupsi di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan multifaset, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal individu maupun faktor-faktor eksternal sosial dan budaya. 

Melalui perspektif teori Freud, kita dapat memahami bahwa korupsi tidak hanya merupakan hasil dari kesempatan atau tekanan eksternal, tetapi juga berasal dari dinamika internal kepribadian individu yang terlibat. Dominasi id, kelemahan superego, dan fungsi ego yang memadai memainkan peran penting dalam mendorong perilaku koruptif.

Untuk mengatasi korupsi secara efektif, diperlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, yang mencakup pendidikan moral, penguatan institusi pengawasan, penegakan hukum yang adil, dan perubahan budaya sosial. 

Dengan memahami akar psikologis korupsi melalui teori Freud, kebijakan anti-korupsi dapat dirancang lebih efektif untuk mengatasi tidak hanya gejalanya, tetapi juga penyebab dasarnya. Upaya-upaya ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih adil, transparan, dan bebas dari korupsi.

Daftar Pustaka

  1. Freud, S. (1923). The Ego and the Id. SE, 19: 12-66.
  2. Transparency International. (2023). Corruption Perceptions Index. Retrieved from transparency.org
  3. Winarno, G. (2022). Budaya Patronase di Indonesia: Implikasi Terhadap Korupsi. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 15(3), 45-60.
  4. KPK. (2023). Laporan Tahunan KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
  5. Smith, J. (2021). Psychological Perspectives on Corruption. Journal of Applied Psychology, 106(4), 567-580.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun