Sambil menikmati secangkir kopi, aku melihat para pemuda dari kampung seberang Pasi Lhok, Lanjcang dan Jeumeurang juga membawa beberapa ikat kepiting dalam jumlah besar untuk dijual, ikan-ikan dari pancingan dijual murah-murah, kebanyakan dari mereka membawa ikan bandeng dan udang. Setelah mendapat uang dari Toke bangku, saat pulang tidak lupa membawa beberapa bungkus kue Adee sebagi khas dari sana. Sambil menyeruput secangkir kopi, aku menyantap sepiring nasi gurih dengan rasa yang sangat nikmat. Setelah itu aku pun melakukan hal yang serupa membeli beberapa bungkus Adee Ie leubeu sebagai buah tangan untuk membawa pulang ke rumah.
Setelah menikmati secangkir kopi, aku melihat matahari sudah keluar di ufuk timur. Semburat cahaya kuning emas sudah merangkak perlahan-lahan menyingkap tabir rahasia kehidupan. Hanya beberapa jam saja pasar Ie Leubeu melakukan aktivitasnya. Tepatnya jam sebelas pasar itu kembali lengang, namun seperti biasa awal sebelum fajar merekah denyut pasar itu membangunkan warga seantero daerah sekalipun. Siapapun yang sudah bertandang sekali saja, maka ada hal lain yang membuat para pengunjung merindukan kembali.Â
Selain membeli kebutuhan pokok yang serba murah dan segar, juga mendapati makanan beraneka ragam warna, adalah nuansa pasar itu yang mampu membawa kita seperti sedang berada di pasar Vietnam, Thailand atau sejenis negara lainnya yang masih menganut sistem perdagangan tempo dulu. Begitu pula halnya pasar Ie Leubeu sangat kentara dengan sejarah gemilangnya peradaban masyarakat pesisir wilayah Aceh Pidie itu. Â Semoga Pasar Ie Leubeu kembali Berjaya seperti dulu. Dan para sahabat mengawali secangkir kopi Ie Leubeu tak ubahnya seperti sedang berada di atas perahu yang bernyanyi diatas ombak.