Mohon tunggu...
Afridany Ramli
Afridany Ramli Mohon Tunggu... -

Aku menulis karena pernah hidup

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Secangkir Kopi di Pasar Ie Leubeu

16 November 2016   09:50 Diperbarui: 16 November 2016   10:09 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

~Secangkir Kopi Pagi di Pasar Ie Leubeu~

Riuhnya pasar Ie Leubeu pada pagi hari membanguni semua penduduk wilayah pesisir. Pasar itu banyak didatangi oleh pendatang dari luar. Mereka pada umumnya membeli ikan segar yang baru saja dibawa pulang oleh para nelayan dari laut. Setiap pagi para nelayan menjual hasil tangkapannya ke pasar ie leubeu. Berbagai jenis ikan ada di sana. Begitu pula halnya dengan ibu-ibu penjual sayur, setelah membelinya dari para petani mereka pagi-paginya menjulanya ke pasar tersebut.

Kejayaan pasar tradisional itu mengingatkan kita akan sejarah zaman dulu, ketika para saudagar dari luar seperti warga Cina, Hindia masih menduduki wilayah pesisir itu. mereka menginjakkan kakinya sampai ke kuala Gigieng dan Sigli, kemahsyuran pasar Ie Leubeu bahkan terngiang sampai ke luar negeri. Kini pasar Ie leubeu dengan bangunan seadanya masih mampu mendenyutkan nadi-nadi ekonomi wilayah perdaganganya.

Pagi ini harum aroma nasi gurih memikatku untuk singgah disana, lagi pula seorang kakek yang mengenalku, bertopi koboy menyapa.  

“Kapiyoeh lei hay,” sambil tersenyum ramah kakek itu mendekatiku.

“kapuwoe campli urumoh dua boh,” ujarnya kemudian.

“Got neuboeh laju,” mengingat harga cabai yang begitu mahal aku pun menerima tawarannya.

Ternyata setiap pagi kakek itu juga sangat bersemangat menjual barang dagangannya di pasar Ie Leubeu. Meskipun sianya sudah lanjut kakek itu terlihat agresif.

 Di seputaran kedai-kedai yang masih berdinding papan, warung kopi berderetan. Minuman kopi kental itu sangat diminati, telor kocok yang dicampur teh juga tak kalah bandinganya. Rak-rak makanan seperti nasi, mie caluek, putu, berjejer rapi, meja-meja penjaja makanan seperti kue-kue tersusun rapat. Suara remix disco Aceh menggema memenuhi ruangan.

Dari pasar ikan, suara para ibu-ibu riuh membahana, mereka ada yang menjual dan membeli ikan-ikan segar dan murah, ada pula diantara ibu-ibu yang membeli ikan disana dan menjualnya ke wilayah pegunungan seperti ke Tangse dan Geumpang.  Sementara dari pasar sayur berbagai jenis tanaman sayur dan buah-buahan memenuhi ruang pasar. Anak ayam yang sudah di gincu berciut-ciut pun di dalam keranjang, tukang pandai dan tukang obat tak henti-hentinya memanggil pembeli, sedangkan para mugee sibuk memasok ikannya dalam keranjang rotan untuk dijual keliling kampung. Semua jenis barang dagangan melengkapi kebutuhan pasar Ie Leubeu.

Di jalan para pengendara tidak bisa lewat. Para Polisi, guru, dan pejabat pemerintahan penting lainnya biasanya subuh-subuh belanja ke pasar tersebut. Atau sekedar sarapan bersama layaknya pengantin baru. Sekumpulan para komunitas pun sama mereka bertandang kesana beramai-ramai, komunitas sepeda onthel Gari Awak awai pada minggu pagi sudah menjadi pelanggan tetap berkunjung kesana.

Sambil menikmati secangkir kopi, aku melihat para pemuda dari kampung seberang Pasi Lhok, Lanjcang dan Jeumeurang juga membawa beberapa ikat kepiting dalam jumlah besar untuk dijual, ikan-ikan dari pancingan dijual murah-murah, kebanyakan dari mereka membawa ikan bandeng dan udang. Setelah mendapat uang dari Toke bangku, saat pulang tidak lupa membawa beberapa bungkus kue Adee sebagi khas dari sana. Sambil menyeruput secangkir kopi, aku menyantap sepiring nasi gurih dengan rasa yang sangat nikmat. Setelah itu aku pun melakukan hal yang serupa membeli beberapa bungkus Adee Ie leubeu sebagai buah tangan untuk membawa pulang ke rumah.

Setelah menikmati secangkir kopi, aku melihat matahari sudah keluar di ufuk timur. Semburat cahaya kuning emas sudah merangkak perlahan-lahan menyingkap tabir rahasia kehidupan. Hanya beberapa jam saja pasar Ie Leubeu melakukan aktivitasnya. Tepatnya jam sebelas pasar itu kembali lengang, namun seperti biasa awal sebelum fajar merekah denyut pasar itu membangunkan warga seantero daerah sekalipun. Siapapun yang sudah bertandang sekali saja, maka ada hal lain yang membuat para pengunjung merindukan kembali. 

Selain membeli kebutuhan pokok yang serba murah dan segar, juga mendapati makanan beraneka ragam warna, adalah nuansa pasar itu yang mampu membawa kita seperti sedang berada di pasar Vietnam, Thailand atau sejenis negara lainnya yang masih menganut sistem perdagangan tempo dulu. Begitu pula halnya pasar Ie Leubeu sangat kentara dengan sejarah gemilangnya peradaban masyarakat pesisir wilayah Aceh Pidie itu.  Semoga Pasar Ie Leubeu kembali Berjaya seperti dulu. Dan para sahabat mengawali secangkir kopi Ie Leubeu tak ubahnya seperti sedang berada di atas perahu yang bernyanyi diatas ombak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun