Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menikahi Jin

2 Juli 2024   13:06 Diperbarui: 2 Juli 2024   13:11 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Betul! Betul! Kita harus mengusirnya jauh-jauh dari desa ini! Setuju?" Dan semua orang mengiyakan hal itu. Aku diseret dari rumahku ke dekat balai desa.

"Sebentar warga-warga," ucap dukun itu tiba-tiba. "Kita tidak bisa langsung untuk mengusirnya begitu saja. Saya mendapat petuah dari raja jin di sini bahwa ia minta untuk digelar sebuah acara pernikahan dengannya."

Aku yang mencoba melawan sudah tidak berdaya lagi. Semua orang menatapku dengan sangat hina. Tapi semuanya menyetujui hal yang dikatakan dukun bejat itu. Maka dari itu, semua warga berbondong-bondong menyiapkan baju pengantin, beberapa bunga sekaligus sesajen dan langsung mengantarkanku ke arah dekat perbukitan.

Kemudian, aku dikenakan baju pengantin itu dengan paksa dengan tangan terikat dan mulut yang dibungkam. Aku di dirikan di sebuah pohon beringin besar dan lalu di ikat. Selang beberapa saat itu sang dukun bejat berpura-pura memulai ritual tersebut. Aku sangat marah! Aku sangat benci! Aku mengutuk mereka semua!

Setelah selesai ritual dan ikatanku dilepas, aku langsung kabur berlari ke arah hutan. Meskipun hari sudah mulai gelap, aku sudah tak peduli. Semua warga mengejarku tapi aku bisa lolos dari kejarannya. Lalu tibalah di depanku sebuah jurang yang keliatannya cukup dalam.

Dan tanpa berpikir panjang lagi, aku segera melompat ke sana. Aku tahu akan mati saat itu, tapi aku juga tahu bahwa sehabis itu penderitaan yang selama ini menimpaku akan segera lepas dan aku akan terbebas dari semuanya. Selamat tinggal dunia yang kejam, masyarakat yang terkutuk, dukun bejat. Semoga dendam ini akan selalu ada di desa ini sampai seluruhnya lenyap. Itulah kata-kata terakhirku sebelum cahaya bulan yang bersinar perlahan-lahan mulai redup dan gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun