Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menikahi Jin

2 Juli 2024   13:06 Diperbarui: 2 Juli 2024   13:11 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tolong lepaskan," pintaku mulai ketakutan. Terlihat sekali bahwa dukun itu sudah kehilangan akalnya. "Jangan tolong jangan."

Sementara aku berusaha kabur darinya, aku susah mengeluarkan seluruh tenagaku untuk memberontak darinya, tetapi percuma. Akhirnya aku dibuat pingsan olehnya.

Aku terbangun dengan pakaianku yang sudah tidak ada dan hanya sebuah sarung yang sudah terlilit di tubuhku. Sekarang dukun itu sudah tidak ada, aku yang mulai sadar akan perihnya bagian bawahku sudah memahami yang terjadi. Aku tidak tahu harus apalagi. Hanya bisa menangis kencang. Aku benar-benar tidak bisa melaporkan ini, misalnya aku berusaha untuk melaporkan pasti tidak akan ada yang percaya padaku. Malah aku yang akan dituduh. Aku hanya bisa menangis saja sembari menyimpan dendam dan luka yang kuterima hari ini.

Dua minggu setelah kejadian itu, aku mual-mual dan merasa sangat pusing. Meskipun begitu aku tetap harus mencari makan dari kebun dan sungai. Namun, sakit ini sangat membuatku merasa kelelahan. Akhirnya aku hanya dapat mencari beberapa makanan saja. Setelah itu berbaring lemas di ranjang.

Aku terbangun kaget karena merasakan ada sesuatu yang menindihku. Ternyata itu sang dukun bejat. Entah darimana ia masuk, aku tak menyadarinya. Aku ingin melawan tetapi keadaanku sangat tidak bisa diandalkan, bahkan hanya setengah sadar saja melihat dukun itu melakukan hal-hal hina terhadapku sampai aku pingsan.

"Jangan khawatir, Jo. Gunakan saja ia sepuasnya. Nanti kita tumbalkan kalau ia melewati batas." Itulah terakhir kali ucapan yang aku dengan sebelum tak sadarkan diri.

Sama sekali aku tidak menyangka bahwa hidupku akan menjadi lebih mengenaskan daripada ini. Kenyataan hidup yang begitu Pahit. Sekarang aku sangat merindukan nenek. Ia pasti menangis melihat keadaanku seperti ini.

Tiga bulan berlalu, aku cukup tenang meskipun setiap hari dibayangi oleh ketakutan. Aku sangat takut kalau dukun itu akan mencariku lagi. Tapi juga perutku semakin membesar setiap harinya, sepertinya aku hamil. Sekarang aku jadi lebih takut keluar seperti orang gila dan menutup diri rapat-rapat agar tidak diketahui siapa pun. Aku setiap hari cuma mengambil sedapatnya makanan lalu langsung kembali ke rumah.

Namun beberapa waktu berlalu, tiba-tiba ramai orang datang ke rumahku, menggedor-gedor pintuku bahkan merusaknya. Beberapa orang menarikku paksa untuk segera keluar dari rumah, ada juga yang memukul dan menampar.

"Benar kan, yang saya bilang. Dia sedang hamil!" Kata salah satu orang sambil menunjukku. Seketika ramai perbincangan menuduhku yang tidak-tidak. Sementara aku ingin berbicara langsung dibungkam oleh dukun itu dan aku hanya bisa pasrah menatap tajam ke arah dukun itu.

"Wah! Ini sudah tidak benar. Wanita ini memang pembawa petaka bahkan sekarang hamil! Ini pasti dibuahi oleh jin, kan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun