Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menikahi Jin

2 Juli 2024   13:06 Diperbarui: 2 Juli 2024   13:11 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Karsih, aku dipaksa menikahi jin. Dan mereka akan membakarku kalau tidak menurutinya.
....

Malam kliwon pukul dua pagi, aku lahir dari seorang ibu yang bahkan tidak memiliki suami. Kakinya dirantai, tubuhnya diasingkan di dalam sebuah gubuk berukuran kecil. Tidak memiliki rasa sedih, tidak juga dengan bahagia dan hanya datar saja. Seperti perumpamaan hidup segan mati tak mau. Tapi begitulah kejadian sebenarnya, aku bisa lahir ke dunia ini meski tanpa mempunyai sosok ayah. Dan itulah membuatku sempat berpikir, apa aku benar-benar anak manusia?

Kenyataannya. Setelah tumbuh menjadi remaja aku menjadi sosok kembang desa yang cantik. Saking cantiknya, perempuan-perempuan gila itu begitu iri denganku. Tidak peduli bagaimana aku bersikap atau apa yang ingin kulakukan. Mereka semua tidak pernah memberikan hak. Gila!

Aku diurus oleh nenek dari ibuku karena ibuku sendiri sudah tidak ada akal sehat walaupun aku terkadang menerobos masuk untuk mengunjunginya sekadar duduk di sampingnya. Padahal dulu sejak kecil aku disebut gadis emas karena cukup pintar dan berbakat terutama dalam menari tarian khas desa ini. Aku cantik dan pintar. Tentu masa kecilku begitu disayangi oleh seluruh masyarakat di desa ini. Namun sekarang tidak.

Semua berubah terbalik. Ini terjadi setelah dukun itu datang ke desa dan menyebarkan berita yang sangat tidak masuk akal. Katanya akan ada bencana yang dialami desa oleh karenaku. Oleh karena aku terlalu bersinar ditempat yang didiami raja jin penguasa desa ini sehingga ia sudah memilihku menjadi pengantinnya.

Sebab ucapan dukun pendatang itu, pandangan masyarakat terhadapku menjadi berubah drastis. Aku langsung dijauhi oleh mereka, dizolimi, bahkan menjadi bahan bulanan ketika sedang berdekatan dengan mereka. Kejadian yang kualami ini memang tidak langsung, itu terjadi saat sosok dukun mengatakan bahwa ditanggal ini akan terjadi bencana dan ucapannya itu benar terjadi. Tiba-tiba memang ada kejadian tanah longsor dari sebuah tebing yang cukup dekat dari area yang dihuni oleh masyarakat dan akibatnya banyak rumah rusak sampai memakan beberapa korban. Semenjak itulah orang-orang jadi percaya perkataan dukun itu.

Akhirnya tidak ada yang mau membelaku lagi. Nenekku pun menjadi terasingkan di sini. Kamu berdua hanya mengandalkan singkong, sayur, dan ikan di sungai untuk makan sehari-hari. Tidak ada yang mau peduli lagi. Kami benar-benar hidup tersiksa sampai akhirnya nenekku yang sudah renta ditambah hidup yang makin sulit menghembuskan nafas terakhirnya dan meninggalkanku untuk hidup sebatang kara. Setelah nenek tiada, aku merasa sangat hancur bahkan sangat mengakhiri hidupku namun aku masih sedikit percaya bahwa aku bisa mengubah pandanganku terhadap masyarakat jika aku ini bukanlah pembawa petaka, mungkin suatu saat nanti mereka akan menganggapku lagi. Itu juga kata-kata yang sering terlontar dari mulut nenek. Makanya aku harus bertahan agar bisa membanggakannya di surga nanti.

Suatu sore, sesaat mengambil sayur di belakang rumah, aku kaget kedatangan sosok dukun yang sudah berdiri tak jauh dariku. Ekspresi wajahnya sangat aneh, menyeringai bagai seekor serigala, ia lama-lama mendekat, sangat dekat dan langsung meraih tanganku.

"Mau apa kamu! Jangan macam-macam atau aku akan teriak!" Seruku mengancam dukun itu.

"Silakan! Kau teriak saja. Lagi pula siapa yang akan membelamu di desa ini. Tidak ada. Kau hanyalah sebuah petaka!" Teriaknya membalas ancamanku.

"Berisik! Lepaskan tanganku!" Aku mencoba melepaskannya tetapi tenaga dukun itu lebih kuat. Bahkan tidak kupercaya bahwa ia berani-beraninya menjulurkan lidahnya ke wajahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun