a. Kesiapan Menikah Situasi (Circumstancial)
1) Kesiapan Finansial Kesiapan dari segi pendapatan dan pekerjaan tergantung dari nilai masing-masing individu/pasangan. Menurut Cutright semakin tinggi pendapatan maka semakin besar kemungkinan menikah.
2) Kesiapan Waktu Persiapan masing-masing antar pasangan untuk melaksankan pernikahan. Perencanaan dan diberikan waktu untuk pasangan.
Kesiapan menikah menjadikan pasangan suami dan istri lebih percaya diri untuk menempuh kehidupan baru setelah pernikahan dengan menjalankan fungsi, peran, dan tugas dalam keluarga. Kesiapan menikah terdiri atas kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan peran, kesiapan usia, dan kesiapan finansial.
Bila individu dewasa telah dapat memenuhi kedua aspek tersebut maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut telah siap untuk menikah. Fenomena yang muncul di masyarakat saat ini adalah adanya dewasa yang belum juga menikah, sedangkan menikah merupakan tugas perkembangan yang berada pada masa dewasa dini. Hal ini dapat menghambat individu tersebut untuk menjalankan tugas perkembangannya di masa dewasa yang seharusnya telah memiliki tugas untuk membangun sebuah komitmen dengan pasangan dan membina rumah tangga serta mendidik anak.
 b. Kesiapan usiaÂ
Berarti melihat usia yang cukup untuk menikah, menjadi dewasa secara emosi membutuhkan waktu, sehingga usia merupakan hal
berkaitan dengan kedewasaan. Usia yang diinginkan untuk menikah dapat menjadi efektif pada persepsi orang dewasa muda tentang kesiapan dan perilaku pernikahan, mereka yang ingin menikah di usia yang lebih rendah akan mempersiapkan diri untuk menikah lebih cepat.
c. Kematangan Sosial
Kematangan sosial dapat dilihat dari pengalaman berkencan (enough dating), pengalaman hidup sendiri (enough single life),
d. Kesehatan Emosional
Permasalahan emosional diantaranya yaitu kecemasan, merasa tidak nyaman, curiga, dll. Masalah emosi biasanya menjadi tanda
ketidakmatangan, yaitu bersikap posesif, ketidakmampuan bertanggung jawab dan tidak dapat diprediksi. Walaupun individu mampu menjadi pemberi kasih sayang yang baik namun dia tidak dapat menerima kasih sayang dari orang lain untuk menghindari keegoisan. Sebagai contoh, seseorang berbicara tentang masalah kesiapan mental terhadap kemampuan merencanakan kehidupan di masa depan. Satu lagi stres memiliki ekspektasi logis dan sikap positif terhadap pernikahan. Temuan penting dalam kategori ini adalah bahwa peserta tidak melihat pendidikan akademik sebagai faktor utama pematangan mental; Sebaliknya, kebanyakan dari mereka menekankan pada beberapa jenis perkembangan kognitif. Ini mungkin merupakan indikator untuk mengubah nilai hidup atau pernikahan nilai di antara generasi muda saat ini dengan cara yang mereka sukai hanya nilai
realistis sosial.Â
e. Kesiapan Model Peran
Kehidupan pernikahan harus dijalani dengan mengetahui apa saja peran setelah menikah dan sebagai pasangan suami ataupun istri. Orang tua yang memiliki figur sebagai suami dan istri yang baik dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka.
  9.Kesiapan Menikah Kembali Pada Perempuan Korban KDRT
    Pernikahan adalah kebutuhan sosial ketika  tumbuh dewasa. Namun, menikah kembali adalah keputusan pribadi. Pernikahan tentu merupakan hal yang dinanti-nantikan dan ingin dialami oleh setiap orang dewasa, namun entah kenangan baik atau buruk bersama pasangan membuat  ingin menikah atau tidak, menikah kembali adalah hal yang penting jika  sudah memiliki pengalaman pernikahan sebelumnya berbeda dari Mereka perlu memenuhi kebutuhan seksualnya, dan pernikahan dapat memenuhi kebutuhan psikologis,  sosial, dan agama seseorang.Â
    Sebuah pernikahan kembali yang terjadi antara dua orang dewasa yang tidak memiliki anak berbeda dari pernikahan pertama hanya dengan beberapa cara. Salah satu yang paling penting adalah fakta bahwa satu atau kedua pasangan sudah memiliki pengalaman menikah.Alasan kedua untuk menikah dan menikah lagi yaitu berbeda dari pengalaman menikah sebelumnya. Baik secara perilaku dan gaji, pernikahan pertama memberikan dasar untuk menilai pernikahan kedua. Pasangan yang menikah kembali cenderung membandingkan hubungan sebelumnya dengan situasi saat ini dan kurang puas. Alasan ketiga adalah bahwa kesempatan pertama dan kedua terjadi pada waktu yang berbeda dalam kehidupan individu. Jika ada sejumlah tahun yang dihabiskan dalam pernikahan pertama sebelum berakhir dengan perceraian atau kematian,perubahan akan terjadi dalam tingkat kematangan seseorang, pengalaman hidupnya, dan status ekonomi dan sosialnya. Karena perubahan ini, keadaan dimana pernikahan kedua terjadi sangat berbeda. Alasan terakhir adalah bahwa orang yang menikah kembali adalah anggota dari dua kelompok pernikahan yang berbeda. Jadi, untuk dua kelompok pernikahan yang berbeda, peraturan dan harapan untuk perilaku mungkin sangat berbeda.
    Meski mengalami perceraian, pengasuhan anak tunggal, dan status hidup yang panjang, kebanyakan orang akan terus hidup dalam keluarga, meski keluarga mungkin tidak sama seperti sekarang. Meski rumah tangga Amerika
terus berubah, ikatan keluarga akan tetap ada. Sebagaimana telah dipaparkan di atas tentang menikah kembali, maka
seseorang akan atau tidak melakukan pernikahan kembali karena adanya persoalan dengan anak, ketidaksiapan untuk menikah kembali, dan pengaruh dari keluarga serta orang terdekat.
    Kematangan sosial juga  dimiliki oleh wanita dewasa, Kedewasaan sosial dapat dilihat dari pengalaman berkencan dan pengalaman hidup  sendiri. Seiring berjalannya waktu,  dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berusia antara 30 dan 60 tahun memiliki segudang pengalaman dan dapat membuktikan bahwa mereka hidup mandiri secara finansial dan dalam hal pengambilan keputusan. Dari segi kesiapan situasi, kesiapan finansial dan waktu, orang dewasa berusia antara 30 dan 60 tahun dapat bekerja dan memenuhi kesiapan tersebut dengan penghasilan yang mereka terima dari pekerjaannya. Semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin besar kemungkinan untuk menikah.
    Berdasarkan pembahasan aspek persiapan pernikahan di atas, maka wanita dewasa yang berusia antara 30 dan 60 tahun dianggap mampu dan siap bekerja  dari segi usia, kematangan emosi, kematangan sosial dan ekonomi. Sehingga disimpulakn bahwa perempuan di usia dewasa madya telah dianggap siap untuk menjalin suatu hubungan dan pernikahan.
D. Rencana Skripsi Yang Akan Ditulis
    Rencana skripsi yang akan saya tulis kedepannya berjudul "Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Keluarga Tetap Menjadi Sakinnah Mawaddah Warahmah Setelah Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus di Desa Kembangsari Musuk Boyolali". Saya memilih untuk menulis tersebut karena saya ingin menganalisis apa saja yang menjadi faktor penyebab awal dari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga lalu bagaimana sepasang suami istri tersebut menyelesaikan permasalahannya, dan memutuskan untuk lanjut untuk terus menjalankan hubungan perkawinannya meskipun didalam rumah tangga terus pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan korbannya adalah perempuan yang.
    Pasti seorang istri memutuskan untuk tetap melanjutkan hubungannya banyak pertimbangan karena kebanyakan perempuan itu mengambil jalan untik berpisah dan banyak kejadian itu disebabkan dari berbagai faktor, yaitu faktor dari internal diri sendiri bahkan eksternal. Tujuan saya menulis skripsi itu untuk menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga tetap sakinnah mawaddah warahmah setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dan studi kasus yang saya pilih ada di desa Kembangsari Musuk Boyolali, karena kejadian tersebut bertepatan dengan satu desa rumah tinggal saya.
#hukumperdataislamindonesia
#uinsurakarta2024
#fasyauinsurakarta
#uas
#prodihki
#uinsurakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H