Perempuan berbeda dengan laki-laki tidak hanya secara fisik namun jugasecara psikologis. Terdapat perbedaan bersifat internal dan substansial yang jelasantara perempuan dan laki-laki ditinjau dari segi fisik, seperti dalampertumbuhan tinggi badan, payudara, rambut, organ genitalia internal dan eksternal, serta jenis hormonal yang mempengaruhi variasiciri-ciri fisik dan
biologisnya.Â
Berdasarkan uraian diatas, perempuan adalah sosok yang lemah lembut dan penuh kasih sayang, dimana mereka lebih menonjolkan perasaan dan keindahan dan lemah secara fisik dibandingkan dengan kaum laki-laki. Sehingga
perempuan sangat membutuhkan sosok lelaki yang mampu melindungi dan memberi kebahagiaan serta kenyamaan dalam hidupnya.
  6. Perempuan Korban KDRT
    Perempuan menjadi sasaran kekerasan di dalam rumah tangga di tempat kerja, atau di masyarakat. Status inferior mereka dapat ditelusuri kembali ke nilai- nilai patriarki yang tertanam dalam masyarakat yang menjaga agar para
perempuan ditundukkan, menugaskan mereka peran subordinat dan ketergantungan, dan mencegah mereka mengakses kekuasaan dan sumber daya. Orang-orang memegang kekuasaan di dalam keluarga dan mengendalikan semua
harta dan pendapatan
   Gender dan patriarki mengakibatkan relasi kekuasaan yang timpang karena laki-laki  lebih dihargai dibandingkan perempuan, sehingga suami  mempunyai kewenangan dalam mengurus rumah tangga, termasuk istri dan anak. Keyakinan bahwa istri adalah milik suami dan  suami mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan anggota keluarga lainnya. Kekerasan terhadap perempuan (istri)  dalam pengertian Deklarasi PBB tentang  Penghapusan  Kekerasan terhadap Perempuan adalah setiap tindakan berbasis gender yang mengarah atau dapat mengakibatkan kekerasan fisik, seksual atau psikologis.
Kesengsaraan atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman tindakan, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik  dalam kehidupan publik, pribadi atau keluarga. Perempuan adalah korban kekerasan  dalam rumah tangga di tempat kerja dan di masyarakat. Status inferior mereka mungkin disebabkan oleh nilai-nilai patriarki yang tertanam dalam masyarakat yang menindas perempuan, memberikan mereka peran yang tunduk dan patuh, serta tidak memberikan mereka akses terhadap kekuasaan dan sumber daya yang bersifat gender. Orang-orang memegang kekuasaan  dalam keluarga mereka dan mengendalikan semua harta benda dan pendapatan.
  7. Definisi Pernikahan dan kesiapan menikah
    Makna Pernikahanan
    Makna pernikahan tidak dapat terlepas dari tujuan-tujuan yang melingkupi pernikahan tersebut. Makna pernikahan berkaitan erat dengan tujuan pernikahan, karena pernikahan tidak memiliki makna bila apa yang menjadi tujuan pasangan
tidak tercapai dalam pernikahan yang mereka jalani. Menurut Cristensen makna pernikahan berkaitan dengan tiga hal, antara lain :
a. Mewujudkan fungsi sosial keluarga. Pernikahan adalah sebuah lembaga yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat. Tanpa pernikahan, tidak ada satu pun masyarakat yang dapat terbentuk. Lembaga pernikahan perlu diorganisasikan untuk keperluan fungsi sosial yang diwujudkan untuk kebutuhan manusia. Tujuan umum pernikahan dan keluarga adalah untuk membenarkan
keberadaan keluarga-keluarga tersebut dan untuk menjelaskan universalitas dari lembaga pernikahan itu sendiri.
b. Melengkapi sifat alamiah jenis kelamin. Penyatuan antara pria dan perempuan dalam sebuah ikatan pernikahan memungkinkan timbulnya ketidakpastian yang sifatnya potensial. Penyatuan ini bersifat alamiah, personal, intim, bersifat emosional, dan berkesinambungan dalam waktu lama, memungkinkan adanya kesalahpahaman dan penderitaan yang sama besarnya seperti peluang mengalami keharmonisan dan kebahagiaan.
c. Kebahagiaan sebagai tolak ukur suksesnya sebuah pernikahan. Tujuan pernikahan seseorang adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Kepuasan pernikahan dihasilkan ketika kebahagiaan dapat dirasakan oleh pasangan yang mengalami pernikahan tersebut. Ketika tujuan pernikahan tercapai, maka muncullah makna yang mendasari pernikahan tersebut.
   Pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Dalam menjalankan kehidupan berkeluarga diharapkan kedua individu itu dapat memenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan sifatnya kekal dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang terlibat didalamnya.
   Banyak orang menikah untuk beberapa waktu, terbebani dengan tanggung jawab untuk menumbuhkan keluarga dan melewatkan roman asmara yang membawa mereka bersama pasangan mereka, merasakan rasa iri saat teman mereka bercerai dan masuk kembali ke dunia tunggal. Baik untuk pria maupun perempuan, dan terutama bagi mereka yang menikah beberapa tahun, kembalinya ke dunia tunggal bisa menakutkan.
    Menikah adalah menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, perasaan, memenuhi kebutuhan seksual, kerja sama, kesempatan untukpertumbuhan emosional sebagai sebuah sumber baru dari identitas dan self esteem. Sebelum memasuki dunia pernikahan, seorang individu memerlukan suatu kesiapan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu, kesiapan menikah merupakan hal penting untuk menyelesaikan tugas perkembangand engan baik.
    Kesiapan menikah adalah keadaan siap dalam membangun hubungan atau komitmen dengan seseorang baik pria maupun perempuan, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap terlibat dalam hubungan yang lebih intim baik secara seksual maupun perasaan dan materi, kesiapan menikah juga keadaan siap untuk mengelola keluarga dan mengasuh anak.
  8. Aspek Kesiapan Menikah
    Aspek kesiapan menikah kesiapan ini meliputi dua aspek, yaitu kesiapan menikah pribadi (Personal) dan kesiapan menikah situasi.
Kesiapan Menikah Pribadi (Personal)
Kematangan Emosi Konsep kematangan emosi seseorang adalah kemampuan memperhatikan diri sendiri dan menyadari emosi yang dimiliki. Kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup dengan perubahan dan masalah. Melalui pengalaman ini, seseorang belajar menyadari emosinya dan merespons peristiwa kehidupan. Orang dewasa mampu menjalin dan memelihara hubungan pribadi, memahami emosi orang lain (empati), mencintai dan dicintai, memberi dan menerima, serta membuat komitmen jangka panjang.
 Sebaliknya, orang yang tidak dewasa secara mental terlalu terbebani oleh keinginannya sendiri dan tidak mampu membuat komitmen jangka panjang. Kehidupan pernikahan memiliki kematangan emosional dan memiliki harapan realistik akan lebih mudah dipertahankan, kriteria kematangan emosi sebagai berikut :
1. Memiliki kemampuan memberi dan menerima kasih sayang
2. Kemampuan memberi dan menerima secara seimbang
3. Memiliki kemampuan menerima kenyataan
4. Kemampuan menghadapi peristiwa kehidupan secara positif
5. Memiliki kemampuan belajar dari pengalaman
6. Kemampuan menghadapi peristiwa yang membuat frustasi
7.Mampu mengatasi kesukaran