Mohon tunggu...
Afrizal FadhilaIlyas
Afrizal FadhilaIlyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa hki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Faktor dan Dampak Perceraian

7 Maret 2024   10:05 Diperbarui: 7 Maret 2024   10:20 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Faktor Perceraian

1. Perselingkuhan
Pasangan yang mengkhianati janji perkawinannya  adalah penyebab paling sering hancurnya rumah tangga.  Pihak yang merasa sakit hati tentu  lebih memilih berpisah. Meski demikian, tak sedikit pasangan yang berhasil melalui masalah ini dan sepakat untuk membuka  lembaran baru dalam pernikahannya. Dibutuhkan komitmen dan ketulusan yang kuat untuk memaafkan.Dikhianati oleh pasangan bagaikan menelan pil yang sangat pahit. Kebanyakan orang menganggap perselingkuhan adalah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan. Meskipun tidak selalu menimbulkan perceraian, tetapi pasti akan merusak kepercayaan dalam menjalani suatu hubungan.Ketidakpuasan terhadap pasangan ini didasari karena kurangnya rasa syukur terhadap apa yang telah dimiliki. Sehingga selalu mencari-cari yang lebih dari suami ataupun istrinya, misalnya melihat dari kondisi fisik. Jika da apasangan yang tidak mampu memuaskan pasangan dari kondisi yang kurang baik maka ada kemungkinan pasangannya akan berselingkuh dengan orang yang kondisi fisiknya yang lebih baik daripada pasangannya. Faktor lain disebabkan oleh pelayanan, yakni pelayanan seks dan pelayanan sehari-hari.
2. KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga dapat mencakup segala tindakan kekerasan nyata atau ancaman – termasuk pelecehan verbal, fisik, seksual, emosional, dan/atau ekonomi. Dalam hubungan seperti itu, satu orang memperoleh atau mempertahankan kekuasaan atas pasangannya melalui pola perilaku kasar.Penyebab kemungkinan terjadinya perceraian adalah adanya kekerasan dalam rumah tangga yang sering dilakukan dalam bentuk tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik atau ancaman kekerasan yang dilakukan dengan atau tanpa alat. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja,baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun dewasa. Korban KDRT akan mengalami penderitaan atau kerugian yang sangat beragam seperti materil, fisik maupun psikis. Kekerasan dalam rumah tangga terdiri atas kekerasan psikis (yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang) kekerasan fisik (perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat), kekerasan seksual (yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu), atau penelantaran rumah tangga (seperti orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut).

3. Tidak Dikaruniai Anak

Memiliki anak adalah dambaan setiap suami istri dalam rumah tangga. Apabila salah satu pihak diketahui tidak bisa memberikan keturunan contohnya si suami atau istri yang mandul juga memicu salah satu pasangan untuk mengakhiri dan meninggalkan pasangannya. Pertengkaran sering disebabkan karena pasangna belum memiliki keturunan, mereka sering kali saling tuduh bahwa salah satunya mandul sehingga tidak bisa mendapatkan anak. Jika pertengkaran ini sering terjadi, yang paling sering terkena dampaknya adalah sang istri, yang selalu dituduh tidak mampu memberikan keturunan. Kemudian karena tidak mempunyai keturunan walaupun telah menjalin hubungan pernikahan selam bertahun-tahun dan berupaya kemana-mana untuk mengusahakannya, namun tetap saja gagal. Guna menyelesaikan masalah keturunan ini, mereka sepakat mengakhiri pernikahan ini dengan bercerai dan masing-masing menentukan nasib sendir.

4. Perbedaan Pendapat

Penyebab terjadinya perceraian yang terakhir adalah permasalahan perbedaan pendapat atau keyakinan antara suami dan istri, yang memang pada cenderung rentang dengan hal perceraian. Apabila dalam keluarga tidak terdapat persesuaian pendapat antara sesama anggotanya maka ketentraman, kebahagian, keserasian, kasih sayang, kehangatan/kemesraan sukar di dapat dalam keluarga.Persamaan pendapat sangat penting dalam keluarga sebab itu dapat memberikan andil yang besar sehingga dapat menjadi pilar-pilar dasar yang bisa memperkokoh berdirinya suatu keluarga yang damai dan abadi. Sedangkan salah pengertian atau kesalah pahaman antara suami istri dan sebaliknya dapat menimbulkan suatu perceraian.

Dampak dari terjadinya Perceraian

1. Dampak terhadap anak

Masalah Emosional 

Menghadapi perceraian orang tua bisa membuat anak terganggu secara emosional. Hal ini terjadi karena anak akan mengalami perasaan sedih, bingung, kehilangan, takut, marah, yang semua saling bercampur aduk. Pada anak usia tertentu hal ini bisa sangat membingungkan dan menyakiti hati. Anak juga bisa merasa ditinggalkan dan merasa tidak dicintai lagi oleh orangtuanya. 

Gangguan Perilaku 

Perubahan perilaku juga bisa terjadi pada anak korban perceraian. Ada satu hal yang bisa menjadi penyebabnya, yaitu ketidakmampuan anak dalam menjelaskan suasana hati yang tengah dialami dan merasa tidak memiliki seseorang untuk mencurahkan isi hati. Kemudian, anak memilih untuk menarik diri dan terbiasa sendiri. 

Gangguan Mental

Setelah orang tua bercerai, anak mungkin akan kehilangan kasih sayang dan perhatian penuh dari salah satu orang tuanya. Selain itu, ada banyak perubahan lain yang juga harus dijalani, termasuk berpindah rumah atau sekolah.

Anak-anak dituntut untuk mulai beradaptasi lagi dengan lingkungan di tengah proses penerimaan bahwa orangtuanya tidak lagi bersama. Hal ini bisa membuat anak stres dan dalam jangka panjang bisa mengembangkan penyakit mental, seperti depresi atau gangguan kepribadian.

Penurunan Prestasi Akademik 

Jika sebelumnya anak adalah sosok yang ceria, pintar bergaul, dan unggul dalam belajar, hal ini bisa berubah setelah terjadi perceraian. Segala hal yang harus dilewati bisa membuat anak menjadi tidak fokus dalam belajar, malas, nakal, tidak termotivasi, bahkan sering bolos sekolah. 

Kalau sudah begitu, penurunan prestasi akademik menjadi hal yang sulit untuk dihindari. Apalagi jika orang tua atau orang dewasa di sekitar sibuk saling menyalahkan tanpa memperhatikan kondisi Si Kecil. 

2. Sulitnya Penyesuaian Diri

Kehilangan pasangan karena kematian maupun perceraian menimbulkan masalah bagi pasangan itu sendiri. Hal ini lebih menyulitkan khususnya bagi wanita. Wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam. Bagi wanita yang bercerai, masalah sosial lebih sulit diatasi dibandingkan bagi pria yang bercerai. Karena wanita yang diceraikan cenderung dikucilkan dari kegiatan sosial, dan yang labih buruk lagi seringkali ditinggalkan oleh teman-teman lamanya. Namun jika pria yang diceraikan atau menduda akan mengalami kekacauan pola hidup

Beberapa individu, tidak pernah dapat menyesuaikan diri dengan perceraian. Individu itu bereaksi terhadap perceraiannya dengan mengalami depresi yang sangat dan kesedihan yang mendalam, bahkan dalam beberapa kasus, sampai pada taraf bunuh diri. Bagaimanapun, tidak semua pasangan yang bercerai mengakhirinya dengan permusuhan. Beberapa diantaranya masih tetap berteman dan memelihara hubungan dengan lain pihak melalui minat yang sama terhadap anak-anaknya.

Solusi mengatasi perceraian

• Secara Psikologi

-Saling menghargai

Saling menghormati adalah pilar pernikahan yang bahagia. Bahkan ketika Anda marah, ekspresikan diri Anda melalui rasa hormat.Rasa hormat memungkinkan Anda untuk menghindari situasi di mana salah satu pasangan merasa bahwa pihak lain memanipulasi dan menekan mereka.

-Tidak membandingkan pasangan dengan orang lain

Jangan membandingkan pasangan dengan suami dan istri orang lain, terutama seseorang di situs jejaring sosial seperti Instagram atau Facebook. Ini berlaku dalam pikiran Anda dan dengan lantang.

•Secara Agama

 Solusinya dalam Islam ini bisa dilakukan dengan melihat kembali tujuan dari pernikahan. Di mana pernikahan bukan sebatas kegiatan transaksional, pernikahan dilakukan untuk melahirkan kemaslahatan, hingga tidak menjadikan pasangan atau orang lain menjadi standar tunggal dalam memandang pernikahan.Beberapa cara ini dapat membantu Anda merefleksi kembali hubungan dengan pasangan ketika terjadi suatu masalah. Jika kembali pada dasar pernikahan yang baik menurut Islam, maka akan muncul suatu usaha dari setiap pasangan untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Nama : 

Afrizal Fadhila Ilyas (222121103 ) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun