Kami berasal dari keluarga sederhana. Ayah saya hanya seorang pedagang kecil. Jika dagangannya laku, kami bisa makan enak. Namun saat dagangan tidak laku, kami cukup puas dengan makan tahu dan tempe. Ibu kami juga hanya seorang ibu rumah tangga. Pendidikannya pun cuma tamat SMP.
Meski hidup pas-pasan, kedua orang tua kami pantang meminta belas kasihan dari orang lain. Selama masih bisa mengatasi masalah sendiri, mereka tidak akan meminta bantuan orang lain. Prinsip hidup "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah" benar-benar diterapkan keluarga kami, dan senantiasa ditanamkan orang tua kepada kami.
Sikap kemandirian itu juga diberlakukan kepada anak-anaknya. Ibu jarang menyuruh atau minta tolong kami selama beliau masih bisa mengerjakan sendiri pekerjaannya.
Berkat semangat kemandirian, ayah kami tidak pernah punya utang walau satu rupiah pun. Orang tua kami bahkan sanggup menyekolahkan anak-anaknya hingga menjadi sarjana.
Karakter kemandirian ibu terwujud berkat adanya rasa syukur atau apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Ibu mengajarkan kepada anak-anaknya agar senantiasa bersyukur, jangan cepat mengeluh. "Jangan selalu melihat ke atas, tapi lihat juga ke bawah. Masih banyak orang yang lebih susah dari kita." Itulah wejangan yang selalu disampaikan ibu kepada kami.
Hablum Minallah, Hablum Minannas
Sebagai ibu rumah tangga, ibu lebih sering berinteraksi dengan kami. Dalam keseharian itulah ibu senantiasa menanamkan pendidikan karakter kepada anak-anaknya. Ada dua konsep yang diajarkan, yaitu Hablum Minallah dan Hablum Minannas.
Hablum Minallah adalah konsep bagaimana manusia berhubungan dengan sang pencipta, Allah SWT, dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Adapun Hablum Minannas merupakan konsep bagaimana individu manusia menjaga hubungan baik dengan individu atau kelompok manusia lainnya. Hablum Minallah sifatnya vertikal, sedangkan Hablum Minannas bersifat horizontal.
Pendidikan yang ibu berikan tidak hanya dalam bentuk perkataan, tapi juga perbuatan. Perkataan ibu selalu sejalan dengan perbuatannya. Ibu tidak pernah omdo atau omong doang, istilah anak sekarang.
Setiap azan berkumandang, ibu bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu sambil mengajak anak-anaknya "Ayo kita sholat." Sesudah sholat Magrib, ibu selalu mengajak kami ngaji tadarusan. Ibu juga selalu mengajak kami puasa sunah Senin-Kamis. "Besok kita puasa ya. Nanti malam Mama bangunin kalian sahur." Ibu juga aktif di kelompok pengajian ibu-ibu. Di sepertiga malam, ibu pun rajin sholat tahajud. Konsistensi ucapan dan perbuatan itulah yang memotivasi kami untuk mengikuti keteladanan beliau.
Soal hubungan baik dengan tetangga, keteladan ibu tidak perlu diragukan lagi. Di setiap acara hajatan, ibu selalu diundang dan selalu hadir. Pun di setiap ada tetangga kena musibah (sakit atau meninggal), ibu selalu datang menjenguk atau bertakziah. Pokoknya, di wilayah tempat tinggal ibu, nama ibu sudah sangat populer di kalangan tetangga.