Mohon tunggu...
Afriyanto Sikumbang
Afriyanto Sikumbang Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar mensyukuri apa yang kita miliki

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rapid Test Corona Secara Mandiri, Fair-kah?

25 Maret 2020   23:29 Diperbarui: 25 Maret 2020   23:28 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi test corona (Foto: Kompas TV)

Tanggal 21 Maret 2020, Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa anggota DPR akan patungan beli alat rapid test Corona untuk dipakai anggota dewan beserta keluarganya, yang berjumlah sekitar 2.000 orang. 

Tanggal 23 Maret 2020, Sekjen DPR-RI Indra Iskandar mengonfirmasi rapid test akan dilaksanakan minggu ini di komplek perumahan DPR di Kalibata dan Ulujami. 

Berhubung alat test yang akan dibeli minimal harus satu paket yaitu 40.000 unit, sedangkan yang diperlukan oleh anggota dewan hanya 2.000 unit, maka kelebihan alat tersebut akan disumbangkan ke pemerintah guna memerangi virus Corona.

Sampai di sini, apa yang dilakukan anggota dewan sepertinya sah-sah saja. Apalagi mereka menggunakan kocek pribadi. Bahkan masih ada alat yang berlebih untuk disumbangkan. Mulia bukan?

Akan tetapi masyarakat terlanjur marah. Masyarakat menghujat anggota DPR yang dinilai sangat egois, tidak berempati terhadap penderitaan rakyat, dan berbagai sumpah serapah lainnya.

Tanggal 24 Maret 2020, Presiden Joko Widodo melarang anggota DPR melakukan rapid test lebih dulu. Presiden ingin memprioritaskan rapid test kepada para dokter dan tim medis yang menangani pasien Corona beserta keluarganya, serta pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) beserta keluarganya.

Sampai di sini persoalan jadi agak membingungkan. Jika menyimak pada pernyataan Presiden, bisa disimpulkan bahwa alat rapid test yang akan digunakan oleh anggota DPR adalah alat yang dibeli oleh pemerintah, bukan uang pribadi anggota dewan. Namun mengapa Dasco bilang alat tersebut dibeli dari uang hasil patungan anggota dewan?

Jika benar itu hasil patungan, rasa-rasanya Presiden tidak bisa melarang karena tidak menggunakan uang negara. Namun jika ternyata tidak ada uang patungan, berarti Dasco harus segera mengklarifikasi pernyataan sebelumnya.

Tanggal 25 Maret 2020 beredar video Jerry Hermawan Lo yang memperlihatkan proses rapid test Corona terhadap anggota keluarga dan pegawainya dari tim medis RS Royal Progress di rumah pengusaha tersebut. Dari mana biaya untuk membayar rapid test tersebut? Ya dari kocek probadi Jerry Lo tentunya. Dalam tayangan video tersebut, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule juga ada di rumah tersebut. Jerry Lo menawarkan pemeriksaan serupa kepada Iwan Bule untuk para pengurus PSSI, namun tawaran tersebut ditolak.

Berbeda dengan kasus anggota dewan yang mendapat kecaman keras dari masyarakat, video Jerry Lo ini relatif sepi dari komentar masyarakat. Media massa pun justru lebih menyoroti soal kehadiran Iwan Bule di rumah Jerry Lo.

Keinginan anggota DPR untuk melakukan rapid test corona sebenarnya suatu hal yang lumrah, asalkan mereka menggunakan uang sendiri. 

Namun jika "mendompleng" peralatan yang dibeli pemerintah, ini namanya kurang ajar. Adapun dalam konteks Jerry Lo, dia punya hak untuk test sendiri karena pakai uang pribadinya sendiri. 

Dalam hal ini, anggota DPR menggunakan pendekatan kekuasaan, sedangkan Jerry Lo menggunakan pendekatan materi atau uang.

Sejumlah rumah sakit rujukan juga menawarkan diri untuk melayani masyarakat yang ingin memeriksakan diri terkait dengan virus Corona, atas biaya sendiri. Jadi di sini jelas bahwa tidak ada larangan kepada siapapun untuk test secara mandiri asalkan mereka punya uang.

Yang jadi persoalan adalah, fair-kah perlakuan seperti ini? Sebab, ini berarti hanya orang-orang yang mampu saja yang dapat melakukan test. Sedangkan bagi masyarakat miskin, jangankan untuk biaya test, untuk makan sehari-hari saja sudah susah.

Kalau begini caranya, orang-orang kaya akan lebih kecil menerima risiko. Mereka tinggal bayar petugas medis. Jika hasilnya negatif, Alhamdulillah. Jika ternyata positif Corona, mereka bisa segera ditangani dan diisolasi. 

Sebaliknya, orang miskin akan lebih berisiko. Mereka tinggal pasrah menunggu nasib karena tidak punya uang untuk biaya test. Akhirnya, sekali lagi kenyataan membuktikan bahwa rakyat kecil harus selalu menerima nasib buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun