Menjaga Martabat Profesi dengan Supervisi
-Tinjauan Profesi Pendidik (Konselor)-Â
Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling dan Supervisi
Profesi dalam dunia pendidikan khususnya pada bidang bimbingan dan konseling yang pelaksananya lebih dikenal dengan istilah guru bimbingan dan konseling (BK) atau konselor di Indonesia telah digagas dan dimulai di Indonesia sejak hampir 6 dekade yang lalu. Diawali dari seminar yang diadakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Malang pada tanggal 20-24 Agustus 1960, dilanjutkan dengan pembukaan program studi bimbingan dan penyuluhan dari perguruan tinggi yang ada di Bandung dan Malang (Kartadinata 2005).
Perkembangan profesi konselor khususnya pada bidang pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih memiliki banyak hambatan dan tantangan, tentunya berbeda dengan yang ada di negara lain. Perkembangan profesi konselor di Indonesia telah menghadapi berbagai urusan terkait dengan masalah adaptasi budaya, adanya ketidakpercayaan, dan persoalan standar profesional yang rendah karena posisinya disekolah sebagai guru bukan tenaga khusus konselor, dan masih belum jelasnya lisensi standar sebagai konselor (gunawan and wahab 2015).
Nugroho & Fathoni, Nurismawan, dkk serta Wibowo (Wibowo 2017, Nugroho and Fathoni 2022, Nurismawan, Purwoko et al. 2022) mengemukakan bahwa salah satu hal yang membuat profesi konselor disekolah belum optimal adalah masih adanya jabatan konselor di sekolah di berikan kepada pendidik yang tidak berlatar belakang dari bimbingan dan konseling, hal tersebut membuat peranannya menjadi kontra produktif, tidak jarang ditemukan adanya konselor sekolah yang melakukan mal-praktik akibat dari tidak memiliki konsep, ilmu, keterampilan, dan kepribadian yang mendukung terhadap profesi konselor.
Permasalahan profesi konselor di sekolah tersebut di atas memberikan gambaran, bahwa meski keberadaan profesi konselor dalam pendidikan (sekolah) diakui dan bahwakan diatur dalam undang-undang (Nomor 20 tahun 2003) namun dalam pelaksanaannya profesi konselor belum berperan optimal. Jabatan konselor belum sepenuhnya di emban oleh orang yang memang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang semestinya. Padahal hal tersebut secara spesifik juga telah di atur oleh pemerintah melalui Permendiknas nomo 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, yang secara jelas mensyaratkan bahwa untuk menjadi konselor di satuan pendidikan (sekolah) orang tersebut haruslah berlatar belakang pendidikan sarjana pendidikan (S.Pd) dan sudah menempuh pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Profesi konselor dilapangan juga memiliki persoalan terkait dengan supervisi. Sebagaimana di kemukakan oleh (Nurismawan, Purwoko et al. 2022), ia mengemukakan beberapa hal diantaranya yaitu pelaksanaan supervisi konseling saat ini belum mengarah pada ranah klinis lebih banyak bersifat administratif; supervisi di banyak sekolah belum terjadwal secara sistematis, instrumen supervisi konseling masih sedikit dan belum sesuai dengan konteks yang ada di lapangan. Ia juga mengemukakan beberapa alternatif solusi meliputi diantaranya yaitu: perlu adanya pelatihan supervisi konseling dari praktisi dan akademisi BK bagi pengawas dan kepala sekolah, pengembangan instrumen yang diperlukan untuk supervisi konseling yang lebih kredibel, workshop paradigma terbaru terkait supervisi konseling pada konselor sekolah, serta para pengawas dan konselor hendaknya melakukan supervisi dengan pola supervisi ke ranah klinis.
Rahim (Rahim and Hulukati 2022) dalam penelitiannya menemukan bahwa pelaksanaan supervisi berkenaan penyelenggaraan layanan BK yang dilakukan oleh konselor belum sesuai dengan ketentuan dalam supervisi bimbingan dan konseling, kesimpulan tersebut ditunjukkan dengan temuan data dari 248 guru BK 95% menyatakan disupervisi oleh supervisor yang tidak memiliki latar belakang keilmuan BK, supervisi terbatas pada aspek administrasi layanan, supervisi dominan menggunakan metode tanya jawab, pengawas/supervisor tidak mengamati langsung praktik guru BK/konselor saat memberikan layanan BK, supervisor kurang memberikan informasi terkini perkembangan pelayanan BK, kebanyakan supervisor tidak memberikan contoh praktik baik (best practice) konseling dan supervisor sangat jarang melaksanakan supervisi klinis. Dengan beberapa kondisi tersebut sangatlah wajar jika profesi BK nantinya kurang memiliki kepercayaan dari masyarakat, sehubungan tenaga pelaksananya kurang memiliki kompetensi yang memadai, kurang dukungan peningkatan atau pengembangan diri/kompetensi.
Martabat Profesi Bimbingan dan Konseling terkini
Prayitno (2008) mengemukakan kemartabatan suatu profesi yang ditampilkan sangat tergantung pada tenaga profesional yang mempersiapkan diri untuk pemegang profesi yang dimaksudkan itu. Kemartabatan yang dimaksudkan itu meliputi kondisi sebagai berikut:
a). Pelayanan profesional yang diselenggarakan benar-benar bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas.
b). Pelayanan profesional diselenggarakan oleh petugas atau pelaksana yang bermandat.
c). Pelayanan profesional yang dimaksudkan itu diakui secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat.
Idealnya, jika Profesi BK telah memenuhi kriteria dan kondisi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka ia akan kokoh dan menjadi profesi yang mampu turut serta membantu mengatasi persoalan yang ada ditengah masyarakat luas. Ia juga akan menjadi profesi yang diberikan kepercayaan penuh sebagai pengemban amanat yang terhormat.
Mengacu pada kondisi yang ideal sebagaimana dibahas sebelumnya. Berikut dikemukakan beberapa kondisi nyata yang layak untuk menjadi perhatian.
Pelayanan profesional yang diselenggarakan benar-benar bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas Hal ini kiranya sudah memenuhi dan memang demikian adanya yang ada dilapangan. Bahkan istilah konseling saat ini kiranya tidak ekslusif pada bidang Pendidikan formal saja, sebagaimana asal-usul BK di Indonesia muncul. Pelayanan, Lembaga hingga organisasi profesi selain dilingkungan Pendidikan telah banyak berkembang dan di galakkan. Misalnya saja dua Lembaga pemerintah yaitu Badan Nasional Narkotika (BNN) yang mana telah menggunakan istilah dan tenaga konselor guna membantu rehabilitasi para pecandu narkoba, dan juga Badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) pada Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera enam dari delapan program yang dilaksankannya adalah layanan konseling dengan ragam sasaran dan bidang layanannya. Selain itu dalam beberapa kejadian bencana alam, guna membantu korban, istilah dan tenaga konselor turut serta membantu memulihkan kesejahteraan psikologis korban.
Pelayanan profesional diselenggarakan oleh petugas atau pelaksana yang bermandat. Untuk kondisi ataupun indikator ini nampaknya masih menjadi "pekerjaan rumah" bagi organisasi profesi bimbingan dan konseling (ABKIN) khususnya divisi yang menaungi pelayanan BK di Pendidikan formal (sekolah). Pemerintah dalam hal ini direktur jenderal guru dan tenaga kependidikan hingga sebagai otoritas yang memegang kewenangan penuh dalam rekrutman pendidikan di sekolah dan juga melakukan sertifikasi bagi pendidik baik di sekolah negeri maupun swasta hingga saat ini masih terus menjalankan rekrutmen dan sertifikasi pendidik (guru) meskipun latar belakang pendidikan pendidik tersebut bukan dari S1 BK sebagaimana yang pemerintah sendiri tetapkan melalui Permendiknas no. 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor (SKAKK) dan Permendikbud no. 111tahun 2014.
Pelayanan profesional yang diakui secara sehat oleh pemerintah dan masyarakat. Untuk kondisi nampaknya bisa dikatakan masih terbatas atau belum sepenuhnya diberikan oleh pemerintah maupun masyarakat, ada perbedaan ataupun kesenjangan yang cukup mencolok antara profesi BK dengan profesi lainnya. Jika psikolog, psikiater ataupun dokter sudah bisa dikatakan diberikan "tempat", penghargaann dan dukungan pengembangan yang baik, namun berbeda halnya dengan profesi Konselor. Meski pada beberapa instansi atau lembaga pemerintah sudah menggunakan tenaga konselor namun penghargaan, dukungan dan pengembangannya masih sedikit dan sangat terbatas.
Supervisi untuk menjaga martabat ProfesiÂ
Dengan kondisi demikian, maka perlu kiranya untuk terus mendukung upaya penguatan dan digalakkannya penyelenggaran pendidikan profesi konselor, guna memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi konselor yang professional sebagaimana yang telah diharapkan dan ditetapkan. Wibowo (Wibowo 2017) mengemukakan, bahwa salah satu elemen penting lain dari konselor selain pendidikan juga adalah terkait penggunaan supervisi yang efektif dan tepat. Syarat bagi sebagian besar asosiasi profesional bahwa tenaga professional, dalam hal ini ialah konselor yang mereka akreditasi harus juga menerima supervisi yang berkelanjutan dari seseorang yang telah lebih dulu memiliki pengalaman dan tingkat professional lebih. Bagaimanapun juga, sebagaimana yang ada pada profesi lain, Supervisi menjadi salah satu cara yang tidak bisa ditinggal untuk meningkatkan keahlian konseling profesional.
Berangkat dari temuan penelitian-penelitian terbaru diatas, isu sangat kurangnya supervisi klinis nampaknya menjadi sorotan utama kaitannya dengan upaya profesionalisasi konselor. Supervisi klinis sendiri didefinisikan oleh Bernard dan Goodyear (2009) sebagai upaya intervensi yang dilakukan oleh seorang professional dari organisasi profesinya kepada konselor yang masih kurang dalam pengalaman melaksanan praktik layanan (BK) dengan proses hubungan yang bersifat evaluatif dan terprogram (Taufik 2020). Supervisi klinis adalah strategi instruksional yang paling mencirikan persiapan profesional di bidang kesehatan mental, supervisi diperlukan untuk memberikan keterampilan yang diperlukan dan untuk mensosialisasikan para pemula (konselor) ke dalam nilai dan etika profesi. Pengawas/supervisor berperan melindungi klien/konseli dan bertindak sebagai penjaga gerbang yang menentukan kesiapan peserta pelatihan (konselor) untuk diterima di profesi tersebut (Bernard 2019).
Upaya dalam rangka membangun identitas profesi dan citra, hingga kepercayaan publik terus dilakukan oleh berbagai pihak yang berurusan ataupun berkepentingan (stakeholder) tehadap profesi BK baik individual maupun komunal. Upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan dalam ruang kesepemahaman dan sejalan beriringan. Saling koreksi dan introspeksi serta refleksi kiranya perlu dilakukan hingga menyentuh sampai ke pada hal yang sangat mendasar (fundamental).
Dengan demikian jelaslah bahwa supervisi, khususnya supervisi klinis telah jelas sangat berarti penting, krusial dan menjadi jaminan akan kredibilitas dari sebuah profesi khususnya profesi prikoterapi dan bimbingan dan konseling. Kepercayaan masyarakat (Public trust) menjadi hal yang perlu dijaga oleh sebuah profesi, agar ia dapat memiliki martabat dan dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Daftar Rujukan
Bernard, J. M., & Goodyear, R. K. (2019). Fundamentals of Clinical Supervision Sixt Edition, Pearson.
Gunawan, n. e. and r. wahab (2015). "Counseling in Indonesia: History, Identity, Trends and Challenges." Third 21st CAF Conference at Harvard, in Boston, USA 6(1): 8.
Kartadinata, S. (2005). Arah dan Tantangan Bimbingan dan Konseling Profesional: Proposisi Historik-Futuristik. Seminar Nasional: Perspektif Baru Profesi Bimbingan dan Konseling di Era Global. Bandung.
Nugroho, A. D. and A. Fathoni (2022). "Hambatan Guru Berlatar Pendidikan Non Bimbingan Konseling Sebagai Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar." Jurnal Basicedu 6(4): 5839-5846.
Nurismawan, A. S., et al. (2022). "SUPERVISI BIMBINGAN DAN KONSELING DI INDONESIA: PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF SOLUSI." Jurnal Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna, Mulia 8(3): 9-13.
Rahim, M. and W. Hulukati (2022). "Pelaksanaan Supervisi Bimbingan dan Konseling di Provinsi Gorontalo." Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application 11(2): 62-74.
Taufik, a. (2020). Supervisi Klinis di dalam bimbingan dan konseling. Bandung, UPI Press.
Wibowo, M. E. (2017). "Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya." Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan 1(2).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI