Mohon tunggu...
afri meldam
afri meldam Mohon Tunggu... Freelancer - penyuka jengkol, ikan segar, dan rempah

Lahir di sebuah desa kecil di pedalaman Sumatra. Menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai dan bermain lumpur di sawah. Mempunyai ikatan dengan ikan-ikan. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Salat Jumat di Bantaran Chao Phraya

13 September 2019   10:40 Diperbarui: 13 September 2019   10:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan singkat itu meninggalkan kesan yang cukup dalam di hati saya: betapa kadang kita lupa dengan apa yang telah kita miliki. Bahwa menjadi mayoritas adalah suatu berkah, yang dibaliknya harus diiringi dengan tanggung jawab untuk menjadi teladan sekaligus pelindung bagi mereka yang minoritas. Mayoritas memang tak seharusnya membuat kita menjadi semena-mena.  

Khotbah Jumat disampaikan dalam bahasa Thai. Selain ayat-ayat pendek dalam bahasa Arab yang sering disampaikan oleh khatib salat Jumat, tak satupun dari inti khotbah hari itu yang bisa saya tangkap. Ya, mau gimana lagi. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Untuk urusan pakaian salat, jemaah di masjid di seberang Chao Phraya ini tak ada bedanya dengan orang-orang Indonesia pada umumnya. Celana jeans dan baju bola juga dipakai oleh jemaah salat Jumat di sini.

Selesai melaksanakan salat Jumat, kami kembali menyeberang ke arah Wat Prah. Hari sudah menunjukkan pukul 13.00, yang artinya tersisa 2 jam lagi bagi saya untuk kembali ke hotel. Jika mengambil rute yang sama seperti saat berangkat tadi, kami harus menunggu kapal cepat, yang bisa saja datang telat. 

Selain itu, kami juga tak ingin ribet dengan bergonta-ganti moda transportasi. Bermain aman, kami memutuskan untuk naik taksi, yang ternyata dalam beberapa menit setelahnya menjadi keputusan yang sangat saya sesali. 

Kami lupa bahwa pada jam-jam tertentu, kemacetan di Bangkok bisa lebih parah dari Jakarta. Itulah yang kemudian terjadi. Baru melewati satu perempatan dari arah dermaga penyeberangan, taksi yang kami tumpangi stuck di tengah kemacetan yang mengular cukup panjang. Mobil bergerak dengan sangat lamban.

Lolos dari satu titik macet, tak beberapa lama kami kembali terjebak kemacetan yang lain. Kali ini jauh lebih parah dari yang sebelumnya. Melalui Rossi, saya sudah beberapa kali mengatakan pada pengemudi agar mencari jalan alternatif. Namun sepertinya si pengemudi tak mau ambil pusing, lalu mengatakan bahwa jalan satu-satunya adalah menunggu sampai kemacetan terurai. 

Begitu akhirnya taksi kembali bisa melaju, Rossi mengusulkan agar kami diantar ke stasiun kereta bawah tanah paling dekat dari sana. Ya, waktu yang tersisa sudah sangat kasip. Sementara jika terus melanjutkan perjalanan dengan taksi, kami yakin masih akan ada puluhan titik macet lain yang sedang menunggu. 

Keluar dari kereta, kami berlari melewati kerumuman penumpang agar tidak terjebak antrian yang panjang di pintu akses. Dasar apes, ternyata tiket yang saya beli hanya sampai pemberhentian sebelum stasiun tempat kami turun. Alhasil, begitu ditempel di mesin portal, kartu saya ditolak. Sementara Rossi sudah keluar duluan. 

Saya pun menemui petugas MRT yang sedang berjaga, lalu menjelaskan kondisi saya. Bahwa saya salah membeli tiket, sementara dalam beberapa menit ke depan saya harus segera berangkat ke bandara. Satu-satunya cara adalah mengisi ulang tiket dengan harga yang telah ditetapkan di layar stasiun. 

Sementara baik saya maupun Rossi sama-sama tak menyimpan uang tunai. Maka, kami pun mengeluarkan jurus 'permohonan seorang turis yang tidak tahu apa-apa' kepada petugas di sana. Setelah beberapa kali penjelasan, yang juga dibantu oleh Rossi, petugas tersebut akhirnya mengizinkan saya keluar lewat pintu khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun