Mohon tunggu...
afri meldam
afri meldam Mohon Tunggu... Freelancer - penyuka jengkol, ikan segar, dan rempah

Lahir di sebuah desa kecil di pedalaman Sumatra. Menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai dan bermain lumpur di sawah. Mempunyai ikatan dengan ikan-ikan. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjajal Puncak Gunung Api Banda

7 November 2017   18:41 Diperbarui: 7 November 2017   18:45 2365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari hari itu bersinar garang,seolah menyambut kami dengan berkah kesehatan yang tak terhingga. Terik matahari timur yang berkolaborasi dengan kawah-kawah api mini yang menganga di puncak Banda Api,membuat tubuh kami basah oleh keringat. Tubuh terasa segar dan sehat - meski tentu saja kami dapat bonus kulit gosong dan bau matahari yang aduhai.

Saya membayangkan,ratusan tahun silam para penduduk yang diusir secara paksa oleh para penjajah menyusun taktik di puncak Banda Api. Lalu saat para kompeni tertidur,mereka dengan pedang terhunus bergerak ke bawah,lalu menyebrang ke Naira: merebut pulau tempat mereka lahir dan dibesarkan. Perang berkecamuk. Darah berceceran. Bunyi letusan bedil dimana-mana.

Namun tentu saja hal itu hanya dalam imajinasi saya saja. Memang terjadi penyerangan dari penduduk Banda yang mengungsi ke pulau-pulau di sekitar Naira dan Banda Besar semasa pendudukan Belanda,namun dengan skenario yang berbeda - tentu saja. Tapi satu hal yang pasti: pala yang menjadi primadona rempah yang pernah membubungkan nama Banda Naira ke langit Eropa telah membawa petaka bagi penduduknya sendiri kala itu.

Para ilmuwan,pelaut,bangsawan dan saudagar dari Eropa berlomba-lomba mencari sumber rempah-rempah yang semula hanya bisa mereka dapatkan dari para pedagang Cina dan Arab. Spanyol,Portugis,Inggris dan Belanda menggelontorkan uang yang tidak sedikit untuk membiayai ekspedisi penemuan pulau rempah-rempah. Tak sedikit korban jiwa yang tercatat dalam upaya penemuan "harta karun" ini.

Orang-orang Banda yang semula mengganggap pala sebagai sumber kehidupan pun mau tak mau mulai menerima kenyataan bahwa kutukan telah beranak-pinak di setiap butir buah pala. Ketamakan bangsa berkulit pucat dari benua jauh yang dengan cara apapun ingin menguasai sumberdaya di bumi mereka. Mereka terusir dari tanah mereka sendiri. Semua demi pala.

Kemana orang-orang asli Banda itu pergi? Konon mereka dibawa ke Jawa,dijadikan pekerja paksa. Banyak yang mati- tentu saja.

Lookman bercerita bahwa penduduk Banda hari ini adalah campuran dari berbagai etnis yang datang dari berbagai pelosok Tanah Air. Setelah genosida yang dilakukan Belanda di Banda,mereka mendatangkan para pekerja dari Jawa. Orang-orang inilah yang kemudian beranak pinak dan menghuni pulau-pulau di Banda Naira.

Kami turun dengan semangat dan persoektif baru tentang hidup. Belum habis perahu yang mengantar kami pulang bersandar di pinggiran dermaga kecil,hujan turun dengan tergesa. Titik-titik air yang kemudian mengepung seantero pulau dengan hentakan kaki-kaki raksasa bernama hujan.

Catatan:

* Mengingat status Banda Api yang masih aktif,maka sangat disarankan bagi para pendaki untuk mencari informasi mengenai aktifitas gunung sebelum memulai pendakian.

Dan ingat,Banda Naira memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Bisa jadi saat Anda mendaki matahari bersinar dengan terik,namun begitu sampai di puncak hujan bisa turun kapan saja. Sesuka hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun