Ya Tuan, yang memohon temu.
Lelakiku tak pernah mengharamkan temu yang kau ajukan. Tapi, aku sendiri yang memilih untuk tidak mengabulkan. Bukan bermaksud jahat, tapi, ego yang menyadarkanku agar selalu mengharagainya, sebagaimana dia yang menghargaiku sebagai pendamping. Aku tidak ingin berkhianat, karena aku paham sakitnya dikhianati.
Ya Tuan, cukupkanlah!
Seluruh manis yang kau ciptakan sekarang, tak lagi terkecap olehku. Ikhlaskanlah seluruh noktah tentang "kita". Jangan gali kenang demi kenang yang kau rangkai manisnya, sebab yang terasa olehku hanyalah pahitnya sangkal yang kau kelakarkan. Jangan lagi putar memori usang yang coba kau pertontonkan ulang di hadapanku, sebab, keterasingan kita sudah lebih dari cukup. Anggap, kau dan aku tidak memiliki cerita di kota yang kau tinggali (lagi). Anggap, aku tidak pernah ada dalam perjalananmu, sebagaimana ucapmu yang tegas tiga tahun silam perihal ketiadaan kontribusiku dalam prosesmu.
Ya Tuan, maafkanlah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H