Pun aku juga masih mudah untuk menangis tiap kali meratapi "kita". Aku benar-benar lucu, ya? Untuk perkara rasa yang jauh dari kata penting saja, aku tidak bisa memahaminya.Â
Bahkan, untuk tegas pun tidak mampu. Tapi, tenang saja! Sekalipun aku seperti ini, tidak terbesit ingin dalam benakku untuk merebutmu. Toh dari awal pun aku tidak merebutmu dari siapapun, kan? Katamu, tidak ada ikatan dengan siapapun lagi dan aku pun demikian. Namun sayangnya, kita memiliki satu persamaan yang persis, yakni, sebuah ketidaktuntasan dengan masa lalu masing-masing.
Jadi, agar keadaan membaik, biar aku tetap berjalan di jalurku. Bersiap untuk tinggal di benua seberang demi cita dan hidupku yang baru. Kamu pun demikian! Jangan lagi kecewakan dia yang begitu tulus mencintaimu!Â
Jaga dia dengan baik dan haramkan saja hal-hal yang berkaitan dengan kita. Percayalah, aku sedang mengupayakan hal yang sama! Aku sedang mendoktrin diriku agar sanggup mengharamkan apapun yang berkaitan denganmu. Sekalipun aku paham, ini jauh dari kata mudah.Â
Tapi, tidak ada yang salah dari sebuah usaha. Jika kita saja bisa menuruti naif yang dibumbui nafsu untuk menghalalkan sesuatu yang jelas-jelas haram, kenapa tidak kita usahakan untuk membalik keadaan? Kini, alangkah baiknya kita menjadikan haram hal-hal baik yang memang tidak layak kita pertahankan. Seperti, pertemuan yang bisa memicu luka perempuanmu, obrolan yang berpotensi menggoyahkanku dan segala hal yang sanggup menjatuhkanmu dalam situasi pelik.
Kita layak bahagia dengan pilihan masing-masing, kan? Kamu pantas bahagia dengan apa yang kamu jalani sekarang, dan aku pun layak merasakan bahagia dengan apa yang aku pilih saat ini. Terima kasih telah singgah tanpa sungguh, kini saatnya aku mengagungkan sanggah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H