"Kakak tahu kan, aku sedang dekat dengan seseorang?" tanyanya sembari menatapku dengan pandangan kosong.
"Iya, tahu. Kenapa memangnya? Kau ada masalah sama dia?" kepoku.
"Bisa dibilang begitu, Kak. Rumit, aku bingung harus memulai cerita ini dari mana karena sekarang pun aku masih bingung menentukan sikap," jelasnya yang kembali meneteskan air mata.
"Maksudnya?" aku kian penasaran.
"Semenjak aku lepas dari Sutan, aku memang mengamini bahwa status berpacaran itu bullshit. Tidak penting dan memang, aku sedang tidak ingin terikat dengan siapapun. Sampai akhirnya, dia datang."
"Dia?" tanyaku yang pura-pura tidak paham.
"Iya, dia yang beberapa kali jumpa sama Kakak pas jemput aku."
"Itu yang satu tongkrongan denganmu, kan?" aku mencoba memastikan.
"Iya, betul. Dia, orang yang berhasil meyakinkanku untuk berani melangkah lagi dan menghilangkan ketakutanku tiap kali ketemu Sutan."
"Bagus, dong. Artinya, dia berhasil membuatmu kembali bahagia, kan?" responsku.
"Iya, tapi sementara. Semua itu harus aku ikhlaskan sekarang, Kak."