Rusia dan Ukraina pada awalnya adalah satu kesatuan yaitu Uni Soviet, akan tetapi setelah kalahnya Uni Soviet dalam perang dingin hingga memecah Uni Soviet menjadi beberapa negara dan Ukraina menyuarakan untuk memerdekakan diri dalam referendum. Presiden rusia pada saat itu yaitu Boris Yeltsin menyetujui hal tersebut dan membuat negara persemakmuran atau Commonwealth of independent states (CIS) dengan Ukraina dan Belarusia. Akan tetapi perpecahan terjadi dimana Ukraina menganggap bahwa hal tersebut hanyalah upaya Rusia untuk mengendalikannya.
Selanjutnya untuk menyelesaikan ketidakpastian pada 1997 Rusia dan Ukraina membentuk dan menandatangani perjanjian persahabatan, Kerjasama dan kemitraan Rusia dan Ukraina. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan kedua negara akan mengormati integritas territorial masing-masing dan menegaskan perbatasan yang tidak dapat diganggu gugat.Rusia diizinkan memperthankan kepemilikannya atas mayoritas kapal di armada laut hitam di Krimea Ukraina tetapi harus membayar biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Stevastopol.
 NATO pada 2008 menjanjikan bahwa Ukraina akan bergabung dengan NATO pada suatu hari nanti. Hal ini merupakan salah satu dari pemicu konflik antara Ukraina dan Rusia. Hubungan antara Rusia dan Ukraina memanas kembali pada 2014 dimana terdapat revolusi di Ukraina yang menentang Rusia., hal tersebut berhasil melengserkan Presiden Viktor Yanukovych yang merupakan pro-Rusia. Pada Maret 2014 Rusia mencaplok semenanjung Krimea, lalu pada April 2014 terjadi kerusuhan separatism di timur yaitu Donetsk dan Luhansk, Rusia dicurigai oleh barat mempersenjatai tindakat sepratisme tersebut.
Pada tahun 2019 Volodymyr Zelensky yang menjadi presiden melalu pilpres menyatakan bahwa Ukraini lebih condong ke NATO walau masih belum menjadi anggota NATO. Hal tersebut tentu mendapatkan respon yang negative dari Rusia.. rusia marah karena adanya prospek pangkalan militer NATO di perbatasannya.pada akhir 2021 karena semakin gencarnya hubungan Ukraina dan NATO Rsuia memobilisasi 100 ribu tentara dengan tank dan sebagainya di perbatasan Rusia dam Ukraina. dan pada 24 Januari NATO menempatkan militernya di Eropa timur. Rusia sempat menarik militernya akan tetapi pada 24 Februari 2022 konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina benar-benar terjadi.Â
Dalam hubungan Internasional konflik antar negara adalah hal yang bisa terjadi. Seperti konflik antara Rusia dan Ukraina ini. Dalam hubungan internasional terdapat berbagai teori yang berfungsi untuk melihat system internasional dengan berbagai perspektif, sehingga bisa membantu dalam menganalisis suatu hal-hal yang ada di system internasional. Dalam Hubungan Internasional terdapat teori realisme. Teori realisme merupakan teori yang mulai eksis dalam hubungan internasional setelah perang dunia kedua. Teori realisme merupakan kritik terhadap liberalisme dimana gagal dalam menjaga perdamaian dunia melalui Liga Bangsa-Bangsa.
Realisme menganggap bahwa manusia adalah mahkluk yang egois sehingga dalam memandang system internasional realis memandang system internasional itu bersifat anarki, dimana sulit terjalinnya kerja sama, sulit untuk saling percaya dan menekankan survivalitas dan self help karena tidak adanya polisi dunia yang bisa menjamin kemaanan suatu negara. Dalam reaslisme dangat ditekankan keamanan yang berbasis kekuatan militer, karena dalam realisme jika negara ingin aman dari konflik maka negara tersebut harus siap untuk berkonflik.Â
Dalam realisme untuk menjaga perdamaian ada menawarkan konsep Balance of Power, dimana dengan adanya kesetaraan kekuatan maka akan membuat suatu negara berfikir kembali karena akan berfikkir tentang cost and benetifitnya karena realisme menganggap bahwa negara selalu bertindak secara rasional.Dalam balance of balance bisa dicapai dengan dua cara yaitu, dengan meningkatkan kekuatan militernya sendiri dan dengan membentuk aliansi dengan negara lain.
Konflik yang terjadi antara Rusia danUkraina ini sangatlah relevan dengan realisme dimana ralisme yang menganggap bahwa keamanan nasional adalah hal yang sangat penting. Karena system internasional yang bersifat anarchy, baik Rusia maupun Ukraina saling tidak percaya satu sama lain kedua neagra khawatir bahwa akan diinvasi/diganggu kepentingannya.
Tindakan ukraina yang berkeinginan untuk masuk ke NATO merupakan suatu bentuk ketidakpercayaanterhadap Rusia bahwa Rusia tidak akan menggangu Ukraina. ketidakpercayaan itu sendiri muncul berdasarkan sejarah dimana Ukraina yang menganggap  Commonwealth of independent states (CIS) sebagai alat untuk mengendalikannya. Lalu juga kejadian pada 2014 dimana Rusia yang mencaplok semenanjung Krimea serta kecurigaan terhadap Rusia yang mempersenjatai kelompok separatism di Donetsk dan Luhansk.
 Usaha Ukraina untuk masuk NATO adalah untuk Balance of Power dengan Rusia. Diamana militer Ukraina dnegan Rusia yang sangat terpaut jauh yaitu Rusia di ranking 2 dunia dan Ukraina di ranking 22 dunia. Dengan bergabung dengan aliansi NATO maka kekuatan militer Ukraina akan meningkat karean mendapatkan kekauatan dari aliansi sehingga Ukraina bisa merasa lebih aman dari ancaman Rusia.
Rusia sendiri juga merasa terancam dengan keberadaan NATO di perbatasan wilayahnya. Dimana NATO sudah melakukan ekspansinya sejak lama hingga pada saat ini sudah banyak negara disekitaran Rusia yang sudah masuk kedalam NATO. Rusia merasa semakin terancam apabila Ukraina  menjadi anggota NATO. Hal tersebut karean Ukraina sangat dekat dengan perbatasan wilayah Rusia. Apabila Ukraina resmi gabung menjadi anggota NATO maka otomatis NATO akan membangun pangkalan militernya di Ukraina. hal tersebut tentu mengancam Rusia karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa NATO tidak akan menginvasi/mengganggu kepentingan dari Rusia. Hal ini juga sangat relevan dengan realisme dimana sulitnya rasa saling percaya.Â
Berdasarkan konflik antara Rusia dan Ukraina dapat dikatakan bahwa konflik tersebut terjadi karena sesuai dengan apa yang realisme katakan dimana system internasional itu bersifat anarkis yang menyebabkan negara sulit untuk bisa saling memepercayai dan menekankan pada survivalitas. Untuk menjaga kepentingan nasionalnya baik Rusia maupun Ukraina menggunakan cara militer dimana Ukraina yang mencoba untuk membangun militernya dengan bergabungf dengan aliansi NATO dan Rusia yang demi mencegahnya menggunakan kekuatan militer.
Berdasarkan pengamatan saya konsep Balance of Power ini juga telah berhasil untuk membuat konflik Rusia dan Ukraina menjadi membesar. Hal tersebut karena Amerika dan sekutunya (NATO) tidak langsung ikut campur dalam konflik tersebut karena power yang dimiliki oleh Rusia. Hal tersebut karena dalam realisme dikatakan bahwa negara bersifat rasional sehingga dalam melakukan suatu hal negara pasti akan memikirkan cost dan benefitnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H