Penulis: Afriantoni (Dosen UIN Raden Fatah Palembang)
Sudah lama pemerintah mengkaji tantangan pengajaran agama di lembaga pendidikan, dengan mengidentifikasi berbagai masalah yang terkait. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah adalah sebuah regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mengatur dan mengelola pendidikan agama di lingkungan lembaga pendidikan.
Isi PMA tersebut secara umum menegaskan kewajiban setiap sekolah untuk memberikan pengajaran agama sesuai dengan keyakinan agama masing-masing siswa. Jika jumlah siswa yang seagama mencapai ambang tertentu, pengajaran agama harus diselenggarakan di sekolah tersebut. Namun, jika jumlah siswa tidak mencukupi, kerjasama dengan sekolah lain atau lembaga keagamaan di wilayah tersebut diatur untuk penyelenggaraan pendidikan agama.
Peraturan ini juga menetapkan standar kualifikasi akademik bagi guru pendidikan agama, serta sarana dan prasarana yang diperlukan, seperti sumber belajar, tempat ibadah, dan media pembelajaran. Dalam PMA pada Bab VI hingga VII menegaskan persyaratan untuk guru, serta fasilitas yang harus dimiliki oleh setiap sekolah.
Secara garis besar, PMA ini memiliki tujuan untuk memastikan pelaksanaan pendidikan agama yang baik di sekolah, terutama sekolah keagamaan tertentu agar terdapat keselarasan kurikulum dengan standar nasional pendidikan, memberikan pedoman bagi pendidik, mengatur pengawasan dan evaluasi, serta mendorong peningkatan kualitas pendidikan agama.
Dengan demikian, PMA Nomor 16 Tahun 2010 bertujuan memberikan arahan yang jelas dalam pengelolaan pendidikan agama di sekolah, dengan harapan memberikan manfaat optimal bagi peserta didik dan masyarakat secara luas.
Sebenarnya, pemerintah sudah lama bergelut tentang problematika pengajaran agama di lembaga pendidikan adalah sebuah analisis mendalam yang mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai masalah, tantangan, dan kelemahan dalam pendekatan pengajaran agama di institusi pendidikan.
PMA ini mengatur secara rinci tentang penyelenggaraan pendidikan agama di lembaga pendidikan. Pasal 3 menegaskan bahwa setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama, dan setiap peserta didik berhak menerima pendidikan agama sesuai dengan keyakinan agamanya. Selain itu, pasal ini juga menetapkan bahwa jika jumlah peserta didik yang seagama dalam satu kelas mencapai atau kurang dari 15 orang, pendidikan agama harus diatur dengan berbagai cara, termasuk penggabungan kelas paralel atau kerjasama dengan sekolah lain atau lembaga keagamaan di wilayah tersebut.
Bab VI PMA membahas tentang kualifikasi akademik minimal yang harus dimiliki oleh guru pendidikan agama, yang termasuk gelar Strata 1/Diploma IV dari program studi pendidikan agama atau program studi agama dari perguruan tinggi yang terakreditasi, serta memiliki sertifikat profesi guru pendidikan agama.
Sementara itu, Bab VII menekankan pentingnya sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar nasional pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan agama. Ini termasuk sumber belajar seperti kitab suci, buku teks, buku penunjang, buku referensi agama, dan media pembelajaran baik cetak maupun elektronik. Selain itu, fasilitas seperti tempat ibadah, perpustakaan, dan laboratorium pendidikan agama juga harus tersedia di setiap sekolah.
Peraturan ini menggarisbawahi pentingnya penyelenggaraan pendidikan agama yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan dan keyakinan agama siswa, serta menegaskan standar yang harus dipenuhi baik dari segi kualifikasi guru maupun fasilitas pendukungnya.
Secara singkat, peraturan tersebut memiliki beberapa tujuan utama yang ingin dicapai: Pertama, memastikan pelaksanaan pendidikan agama yang efektif: Peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendidikan agama diselenggarakan dengan baik di semua sekolah, sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama yang mereka anut.
Kedua, menyelaraskan kurikulum pendidikan agama, sebab peraturan ini membantu dalam menyelaraskan kurikulum pendidikan agama dengan standar nasional pendidikan dan prinsip-prinsip agama yang relevan. Hal ini penting agar materi yang diajarkan sesuai dengan ajaran agama yang benar dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Ketiga, memberikan pedoman bagi pendidik, sehingga peraturan ini memberikan pedoman bagi pendidik agama, baik guru maupun pengelola sekolah, dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif dan relevan dalam konteks agama yang bersangkutan.
Keempat, mengatur pengawasan dan evaluasi dimana peraturan ini mengatur mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, sehingga dapat memastikan bahwa standar-standar yang ditetapkan dalam peraturan ini dipatuhi dengan baik.
Kelima, mendorong peningkatan kualitas pendidikan agama yang salah satu tujuan utama peraturan ini adalah untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan agama, baik dari segi kurikulum, metode pengajaran, maupun kualitas pendidiknya sendiri. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendidikan agama memberikan kontribusi yang positif dalam pembentukan karakter dan moral siswa.
Dengan demikian, PMA Nomor 16 Tahun 2010 bertujuan untuk memberikan arahan dan pedoman yang jelas dalam pengelolaan pendidikan agama di sekolah-sekolah, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi peserta didik serta masyarakat secara umum.
Catatan Kritis PMA
Sejumlah catatan kritis terhadap PMA Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada sekolah mungkin berkisar pada berbagai aspek yang perlu diperhatikan.Â
Dalam konteks kesetaraan antara agama-agama yang diakui di Indonesia, peraturan ini harus dievaluasi ulang. Apakah peraturan tersebut memberikan perlakuan yang adil dan setara terhadap semua agama yang ada di Indonesia?Â
Beberapa lembaga pendidikan mungkin cenderung mengadopsi pendekatan pengajaran agama yang bersifat dogmatis atau doktriner, tanpa memberikan ruang untuk pemahaman yang lebih luas atau pemikiran kritis. Hal ini berpotensi menghambat perkembangan intelektual dan spiritual siswa, serta menimbulkan pertanyaan tentang kesetaraan dalam pendidikan agama.
Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi pertama, melalui pertimbangan terkait kesetaraan agama di Indonesia sangat penting. Peraturan ini perlu dipertimbangkan kembali dalam konteks kesetaraan antara agama-agama yang diakui di Indonesia. Adakah perlakuan yang adil dan setara terhadap seluruh agama di Indonesia? Beberapa lembaga pendidikan mungkin mengadopsi kurikulum agama yang tidak relevan dengan kebutuhan dan realitas kontemporer. Kurikulum yang tidak diperbaharui secara teratur dapat gagal mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan nilai dalam masyarakat.
Selanjutnya, perlu diperhatikan implikasi terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama dan hak untuk tidak diskriminasi berdasarkan agama. Hal ini penting untuk memastikan bahwa peraturan tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Kualifikasi pengajar juga menjadi fokus penting. Peraturan ini perlu memastikan bahwa para pengajar agama memiliki kualifikasi yang memadai, serta memperhatikan prinsip keberagaman dalam penempatan pengajar dari berbagai latar belakang agama. Hal ini karena banyak guru agama mungkin tidak memiliki pelatihan yang memadai dalam metode pengajaran yang efektif, serta pemahaman yang dalam tentang materi agama yang mereka ajarkan.
Selain itu, perlu dilibatkan orangtua dan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan agama di sekolah agar tidak menimbulkan perpecahan atau ketegangan antar-umat beragama. Keadilan gender juga harus diperhatikan agar pendidikan agama tidak memperkuat stereotip gender dan mempromosikan kesetaraan gender.
Perlindungan bagi minoritas agama harus diperkuat, dan peraturan ini dapat menjadi instrumen untuk menguatkan kerjasama antaragama serta mengajarkan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati antarumat beragama.
Dalam era digital, tantangan teknologi juga harus dihadapi dengan bijaksana. Integrasi teknologi ke dalam pengajaran agama harus dilakukan tanpa mengorbankan kualitas dan nilai-nilai yang ingin disampaikan.
Poin-poin di atas menyoroti beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi dan memberikan catatan kritis terhadap Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010. Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, peraturan ini dapat diperbarui untuk lebih mengakomodasi kebutuhan dan dinamika masyarakat Indonesia yang terus berkembang.
Evaluasi yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperbaiki dan memperkuat implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah. Catatan kritis semacam itu menjadi landasan bagi perbaikan dan reformasi dalam pengajaran agama di lembaga pendidikan. Pentingnya peninjauan berkala terhadap pendekatan pengajaran agama ditekankan untuk memastikan bahwa mereka relevan, inklusif, dan efektif dalam memenuhi kebutuhan siswa dan masyarakat pada umumnya.
Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 merupakan pedoman penting bagi lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa pendidikan agama yang mereka berikan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Rekomendasi untuk implementasi peraturan tersebut mencakup beberapa langkah:
Pertama, pembentukan tim khusus yang terdiri dari para guru agama, staf administrasi, dan kepala sekolah. Tim ini bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua aspek dari peraturan tersebut diimplementasikan dengan baik.
Kedua, pengembangan kurikulum yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Kurikulum harus mencakup berbagai aspek agama yang relevan, termasuk ajaran, nilai-nilai, ritual, dan sejarah.
Ketiga, pelaksanaan pelatihan reguler bagi guru-guru agama untuk memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama yang mereka ajarkan serta metode pengajaran yang efektif.
Keempat, pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program pendidikan agama melalui observasi kelas, penilaian siswa, dan umpan balik dari orang tua siswa.
Kelima, kerjasama dengan orang tua siswa dan masyarakat dalam proses pendidikan agama melalui pertemuan orang tua, acara komunitas, dan program-program kolaboratif lainnya.
Selanjutnya, sekolah harus memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung program pendidikan agama, termasuk buku teks, materi ajar, dan fasilitas pembelajaran yang sesuai.
Upaya dan prestasi dalam implementasi peraturan tersebut perlu diakui dan dihargai baik secara internal di sekolah maupun di tingkat yang lebih luas. Terakhir, implementasi peraturan ini harus menjadi komitmen yang berkelanjutan bagi sekolah dan semua pemangku kepentingan terkait untuk memastikan bahwa pendidikan agama yang diberikan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dengan memperhatikan rekomendasi ini, sekolah dapat mengimplementasikan Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 secara efektif dan memastikan bahwa pendidikan agama yang mereka berikan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI. (AF)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H