Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi, Demokrasi, dan Hukuman Mati

14 Juni 2021   13:25 Diperbarui: 14 Juni 2021   13:43 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Gambar Kartun diambil dari lokadata.id

Pertama, evaluasi menyeluruh program pro rakyat. Evaluasi akan berdampak perubahan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Tentu kecermatan dalam membangun negeri harus diperhatikan. Mulai dari bagaimana penerapan demokrasi yang jujur dan kelahiran bukan karena iming-iming duniawi. Harus diimbangi oleh tim yuang serius dalam membangun kebangsaan yang bermartabat.

Kedua, hukum mati koruptor. Untuk mengembalikan marwah kehidupan berbangsa dan kemajuan, maka aspek hukum mati bagi koruptor harus segera dieksekusi. Korupsi adalah perbuatan yang merugikan Negara / Umum untuk kepentingan pribadi. Bisa dilakukan dalam bentuk penyelewengan jabatan, wewenang ataupun memberikan laporan palsu tidak sesuai dengan kenyataan. Pada koruptor terdapat sifat negatif yang menonjol yaitu: Ketamakan, Ketidakjujuran, Perasaan tega melihat orang lain menderita. Dari ketiga sifat inilah berkembang menjadi penipu, pemerasan, suap, penggelapan dan pengkhianatan. Dengan defenisi tersebut, wajar seorang koruptor dihukum mati. Secara moral bangsa Indonesia  sudah terpuruk di segala bidang, karena   masih banyak para pejabat birokrat masih dengan tegah hati dan nekad melakukan korupsi secara besar-besaran sampai mencapai milyar bahkan triliyun. 

Ketiga, menguasai tiga pilar sektor pro rakyat: listrik, pendidikan dan kesehatan. Ketiga sektor ini harus dikuasai dan dibiayai negara. Seluruh rakyat Indonesia menikmati gratis ketiga aspek ini dengan standar yang sama dan merata.

Mengakhiri tulisan ini, ditegaskan bahwa tulisan ini sebenarnya hanya sebuah renungan untuk mempertanyakan kembali bagaimana bangsa kita bisa maju. Kemajuan hakiki adalah memberantas korupsi dengan cara "tangan besi" dan dimulai dari daerah dan nasional. Bukan simbolik tetapi benar benar untuk kemajuan bangsa. Intinya, kondisi ini bisa dibiarkan terus  menerus. Setidaknya, harus ada solusi permanen.  Selanjutnya, perlu pengkajian secara lebih baik dan tidak bisa menutup mata bahwa demokrasi langsung telah membuat politik berbiaya tinggi yang terbukti telah menyuburkan korupsi. Semoga semuanya bisa duduk bersama mencapai bangsa Indonesia yang jujur dalam menjalankan demokrasi. 

* Afriantoni (Tenaga Pengajar UIN dan Pengamat Sosial Masyarakat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun