Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam dan Kematian Stephen Hawking

2 April 2018   21:55 Diperbarui: 2 April 2018   22:10 6719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: bbc.com)

Dunia berduka. Fisikawan Stephen Hawking telah menghembuskan nafas terakhirnya. Hawking meninggal di Cambridge pada 14 Maret 2018 dalam usia 76 tahun. Ia menutup usia tepat pada anniversary kelahiran Albert Einstein yang ke-139. Sebagai penghormatan atas kontibusinya di dunia ilmu pengetahuan, abu Hawking pun akan ditempatkan di area khusus.

Melansir halaman CNN pada Jumat (23/3/18), abu ilmuwan brilian itu akan ditempatkan di Westminster Abbey, London. Lebih spesifik, abu tersebut akan berada di dekat makam ilmuwan besar lain, yakni Issac Newton dan Charles Darwin.

Kehadiran Hawking di dunia telah bermanfaat bagi banyak orang di seluruh dunia. Walau secara keyakinan setiap orang akan berbeda-beda. Setidaknya ada 5 teori tentang alam semesta semasa hidupnya.

Pertama, tahun 1970 Hawking bersama Roger Penrose mengatakan "alam semesta bermula singularitas".

Kedua, tahun 1974 Hawking mengatakan "lubang hitam mengeluarkan radiasi dan bisa dilacak".

Ketiga, tahun 1980  Hawking bersama Alan Gruht menggagas inflasi kosmis alias perlambatan meluasnya alam semesta.

Keempat, tahun 1983 bersama James Herttle menyimpulkan bahwa "waktu belum mewujud sebelum peristiwa big bang".

Kelima, tahun 2006 Hawking bersama Thomas Hertog mengusulkan teori bahwa "alam semesta awalnya tak memiliki keadaan tunggal".

Secara historis, teori big bang muncul tahun 1920-an yang diakui oleh fisikawan dunia menyatakan tercintanya alam semesta dari titik noktah tunggal yang meledak dengan akbar miliaran tahun lampau dan terus mengembang menjadi galaksi-galaksi, bintang gemintang di dalamnya. serta planet-planet yang mengitari bintang-bintang tersebut.

Teori ini hadir mendapat penolakan para ilmuwan yang sebelumnya percaya bahwa "alam semesta tanpa awal dan tanpa akhir".

Namun tahun 1959 terjadi titik balik. Stephen Hawking mahasiswa Universitas Oxford Inggris menyadari ia terkena penyakit syaraf motorik amytrophic lateral sclerosis mengancam melumpuhkan tubuhnya.

Teori-teori ini kalau dipahami betapa pedulinya Hawking dengan alam sementara. Walau keadaan sakit dan uzur dia tetap komitmen untuk mencari kebenaran alam semesta.

Padahal, Islam secara komprehensif telah menjawab semuanya. Hanya, karena keinginan Hawking untuk mengetahui lebih jauh maka ia selalu mencari kebenaran itu dengan cara dan pandangan yang berbeda.

Dalam surat Al Anbiya' sudah jelas "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman? (QS. 21: 30).

Demikian orang-orang yang mengingkari Ilahiyyah-Nya lagi menyembah selain Dia bersama-Nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Maha Esa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin layak diibadahi bersama selain-Nya atau disekutukan bersama yang lain-Nya?

Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu, yaitu seluruhnya sambung menyambung, bersatu dan sebagiannya bertumpuk di atas bagian yang lainnya pertama kali? Lalu, satu bagian yang ini berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dunia dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman.

Untuk itu, Dia berfirman: Dan dari air, Kami jadikansegala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"

Yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Mahapencipta Yang berbuat secara bebas lagi Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.

Athiyyah al-'Aufi berkata: "Dahulu, alam ini bersatu, tidak menurunkan hujan, lalu hujan pun turun. Dan dahulu alam ini bersatu, tidak menumbuhkan tanam-tanaman, lalu tumbuhlah tanam-tanaman."

Isma'il bin Abi Khalid berkata: "Aku bertanya kepada Abu Shalih al-Hanafi tentang firman-Nya: Bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya," maka dia menjawab: Dahulu langit itu satu, kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis langit. Dan dahulu bumi itu kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis bumi.` Demikian yang dikatakan oleh Mujahid dan dia menambahkan: "Dahulu, langit dan bumi tidak saling bersentuhan."

Said bin Jubair berkata: "Bahkan, dahulu langit dan bumi saling bersatu padu. Lalu, ketika langit diangkat dan bumi dihamparkan, maka itulah pemisahan keduanya yang disebutkan oleh Allah dalam Kitab-Nya."

Al-Hasan dan Qatadah berkata: "Dahulu, keduanya menyatu, lalu keduanya dipisahkan dengan udara ini."

Penjelasan di atas sebuah ilustrasi bahwa sejak berabad-abad Islam melalui Nabi Muhammad telah menerangkan langit dan bumi mulanya lapisan-lapisan yang menumpuk dan kemudian dipisahkan dan disusul turunnya hujan yang menghijau dan menghidupkan bumi.

Penjelasan di atas, bagi Islam tidak ada hal baru dalam teori Hawking. Walaupun demikian, kerja intelektualnya tetap patut dihargai. Setidaknya, ia merupakan bagian sejarah dunia.

Hal menarik sebelum wafat, Hawking disibukkan oleh karya tulisnya berjudul A Smooth Exit from Eternal Inflation (jalan keluar mulus dari inflasi abadi). Dalam karya tulis tersebut, ia menyampaikan teori kemungkinan untuk menemukan dunia paralel dan juga memprediksi hari akhir.

Karya terakhirnya juga tidak lepas dari pandangan Islam yang sudah diisyaratkan Nabi Muhammad tentang akhirnya dunia. Artinya, Hawking dalam keyakinannya sebenarnya meyakini Islam. Mungkin demikian. (*).

Afriantoni

(Pemerhati Pendidikan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun