Mohon tunggu...
Afrianto Daud
Afrianto Daud Mohon Tunggu... -

penikmat buku, pendidik, pembelajar, dan pemulung hikmah yang terserak di setiap jengkal kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menerawang Hasil Tanding Ulang Jokowi-Prabowo

23 Agustus 2018   05:57 Diperbarui: 23 Agustus 2018   09:07 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, dari sisi performa pemerintahan sekarang. Sebagai incumbent, Jokowi lebih memiliki peluang untuk menarik lebih banyak suara dibanding Prabowo, jika Jokowi bisa perform selama masa kekuasaannya.  

Secara umum pemerintahan sekarang sudah terlihat bekerja cukup keras. Cukup banyak program pembangunan yang telah dan sedang terus dikerjakan, terutama pembangunan berbagai infrastruktur, seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah, dan sebagainya. Pembangunan infrastruktur ini terlihat menjadi jawaban utama pendukung pemerintah ketika bicara tentang kinerja pemerintahan. Pemerintah, misalnya, mengklaim telah membangun 2.000 kilometer jalan nasional, 568 kilometer jalan tol, 2,2 juta unit rumah, 900 hektare irigasi, dan infrastuktur lainnya. 

Pembangunan infrastruktur ini diharapkan memberi pengaruh positif pada jalannya roda perekonomian, dan masuknya investasi, untuk kemudian bisa meningkatkan kemakmuran rakyat. Sektor lain yang relatif baik berkembang di masa Jokowi adalah sektor pariwisata, kelautan, dan perikanan.

Walaupun pemerintah mengklaim telah melakukan pembangunan signifikan pada beberapa sektor, termasuk di sektor ekonomi, tantangan utama Jokowi adalah meyakinkan calon pemilihnya (terutama kelas menengah terdidik) tentang bagaimana pemerintahan sekarang telah menjalankan daftar panjang janji-janji politiknya pada pemilihan presiden 2014 yang lain. Dari sekian banyak daftar janji Jokowi-Kalla, sepertinya perbaikan di sektor ekonomi tak begitu signifikan dirasakan. 

Di lapangan yang dirasakan justru cenderung sebaliknya. Banyak orang merasakan kehidupan mereka semakin sulit. Harga-harga terus naik, sebagai akibat (diantaranya) dicabutnya subsidi BBM. Banyak orang kehilangan lapangan kerja - menjadi pengangguran baru. Daya beli menurun. Pendeknya pemerintah belum bisa merealisasikan janji mereka untuk pertubuhan ekonomi nasional sampai di angka 7 persen. Ekonom nasional, Rizal Ramli, malah menyebut situasi ekonomi nasional sedang berada di zona merah.

Terkait kinerja pemerintahan ini, kita belum bicara tentang kegagalan lain pemerintah dalam mewujudkan janji mereka, seperti janji kedaulatan pangan, kedaulatan energi (pemerintah pernah sesumbar akan menjadikan pertamina lebih baik dari petronas), juga di bidang kesehatan dan pendidikan. Akan panjang daftar janji pemerintah yang belum terealisasi jika ingin diurai. Pendeknya, kinerja pemerintahan Jokowi dalam empat tahun terakhir cenderung 'biasa saja'. Kondisi ini bisa menjadi sebab Jokowi akan kehilangan sebagian pemilihnya di periode lalu. Sebagian mereka bisa jadi akan loncat pagar mencari harapan baru, dalam hal ini adalah Prabowo (walau belum terbukti).

Ketiga, faktor soliditas partai pendukung. Walaupun pemilihan presiden adalah pemilihan langsung, dimana kekuatan tokoh individu calon presiden menjadi faktor sangat penting, tetap saja keberadaan partai politik pendukung menjadi diantara faktor yang penting. Merekalah nanti yang akan menjadi corong dan atau juru kamapnye, baik resmi atau tidak resmi, dalam memasarkan masing-masing pasangan calon.

Pada poin ini, kedua pasang capres ini relatif seimbang. Koalisi partai pendukung JM terlihat sedikit lebih kuat, terutama setelah masuknya Golkar ke dalam koalisi pemerintah. Dari sisi komposisi suara partai, misalnya, sedikitnya ada sembilan partai yang sekarang bergabung dengan koalisi Jokowi (termasuk beberapa partai baru, seperti PSI). Mereka menguasai lebih 55% suara di parlemen. Sementara di kubu PS hanya didukung 4 partai saja (sekitar 45% suara)..

Walau akhirnya setuju, dukungan terhadap setiap pasangan dari partai koalisi tidaklah sempurna sejak awal. Di kubu Jokowi, misalnya, para pendukung Ahok yang selama ini bulat mendukung Jokowi bisa saja kecewa dengan pilihan Jokowi kepada Kiai Ma'ruf, sebagai sosok yang terkait dalam kisah jeblosnya Ahok ke penjara. Bukan tak mungkin sebagian mereka lebih memilih golput. Curhatan Prof Mahfud di acara ILC terkait kegagalannya menjadi capres juga bisa mengurangi simpati sebagian pemilih terdidik terhadap Jokowi. 

Kredibilitas dan kemampuan leadership Jokowi menjadi pertanyaan dan semakin diragukan. Kisah yang sama juga terjadi di kubu Prabowo. Mereka yang berafiliasi dengan GNPF dan juga sebagian kader PKS bisa saja tidak happy dengan pilihan Prabowo kepada Sandi. Sebagian kecil juga terdengar akan abstain dari pemilihan. Walaupun demikian, prediksi saya sebagian besar mereka akan bisa menerima kenyataan politik itu. Kemudian fokus pada usaha pemenangan.

Keempat, faktor wakil presiden. Walaupun pilpres sebenarnya lebih fokus pada presiden, saya pikir siapa wakilnya juga menjadi diantara faktor yang akan signifikan mempengaruhi peta suara dalam kontestasi pemilihan presiden kali ini. Jokowi atau Prabowo akan berusaha mencari poin menambah suara melalui pilihan wakil presiden yang tepat. Itulah mengapa pemilihan wakil presiden ini terlihat alot dan dramatis. Kedua kubu seperti bermain catur. Saling mengintip siapa yang bakalan menjadi pasangan di kubu lawan. Wakil presiden ini menjadi penting, terutama bagi kalangan pemilih yang tidak begitu happy dengan sosok sang presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun