Pesta demokrasi pemilihan presiden sudah dimulai. Sejak drama pengumuman pasangan presiden dan wakil presiden itu selesai, kita sudah resmi memasuki tahun politik.Â
Dua pasang calon presiden 2019-2024 telah mendaftar ke Kantor Pemilihan Umum (Jokowi -- Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi, selanjutnya akan disingkat dengan JM-PS) pada tanggal 10 Agustus 2018. Maka sejak itu gemuruh pesta sudah dimulai. Panasnya mulai terasa. Terutama di media sosial.
Tanding ulang Prabowo-Jokowi ini satu sisi sebenarnya sudah tak begitu menarik, karena keduanya telah pernah 'mati-matian' bertempur pada pilpres 2014 yang lalu. Tapi di sisi lain, tampilnya kembali dua tokoh ini ke gelanggang adalah suatu hal yang positif.Â
Harapannya pada pemilihan presiden kali ini, bangsa Indonesia bisa lebih fokus kepada isu-isu substantif dan strategis untuk kepentingan bangsa ke depan. Tidak justru menghabiskan energi dengan kampanye negatif, propoganda hitam, pembunuhan karakter, seperti yang terjadi empat tahun lalu. Sepertinya segala propaganda itu telah mencapai klimaksnya dulu. Kalaupun akan diulang. Tak akan menarik. Tak akan laku. Kedua kubu sudah punya jawabannya masing-masing.
Waktu pencoblosan sebenarnya masih relatif lama (April 2019), dan karenanya agak masih pagi untuk bicara siapa akan menggungguli siapa. Namun, tulisan ini tetap akan mencoba melakukan analisa awal bagaimana peluang kedua pasang kandidat ini, siapa diantara mereka yang berpeluang lebih besar memenangkan pertarungan. Apa-apa saja faktor pendukung dan juga kelemahan masing-masing pasangan. Bagaimana semua faktor itu akan mempengaruhi preferensi pemilih.
Beberapa Faktor Berpengaruh
Secara umum, prediksi saya perolehan suara antara JM dan PS ini akan sangat ketat. Salah satu dari keduanya akan menang tipis saja. Walaupun sebagai incumbent, Jokowi tak akan menang mudah. Prabowo berpeluang menggungguli Jokowi. Berikut akan saya jelaskan beberapa faktor penting yang akan berpengaruh pada preferensi pemilih. Urutan penyebutan faktor random saja. Tidak menggambarkan tingkat kepentingannya. Dan perlu diingat, bahwa analisa saya ini hanya semacam 'terawangan', jadi jangan dipercaya seratus persen. Hehe :D
Pertama, faktor Pilpres 2014. Peta pilpres kali ini tidaklah sepenuhnya peta buta, mengingat Prabowo dan Jokowi bukanlah calon baru dalam kontes pilpres. Mereka sudah bertarung habis-habisan ketika pilpres 2014 yang lalu. Dengan demikian, landscape politik dan peta dukungannya sesungguhnya sudah lebih jelas. Data perolehan suara pilpres 2014, misalnya, Â bisa menjadi starting point menganalisa peluang kemenangan masing-masing calon ini.
Empat tahun lalu, Jokowi-Kalla unggul tipis dari pasangan Prabowo-Hatta (53% : 47%). Pasangan Jokowi-Kalla memperoleh 70.997.85 suara, dan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara (selisih 'hanya' sekitar 8 juta suara). Dengan demikian, kedua calon bisa dikatakan telah punya modal awal untuk bertanding. Tergantung bagaimana mereka menjaga suara, agar tidak berpindah, dan kemudian pada saat yang sama berusaha menambah suara baru.
Bagi Prabowo, misalnya, perolehan suara lebih enam puluh juta itu adalah modal awal yang sangat penting. Saya perhatikan dalam empat tahun terakhir, Prabowo mampu menjaga suara ini agar tetap tidak beralih.Â
Performa Prabowo sebagai kandidat yang kalah dalam pilpres 2014 cukup sering menuai simpati. Tidak seperti yang dikhawatirkan sebagian kalangan dulu bahwa dia tidak akan legowo dan sejenisnya, berkali-kali Prabowo menunjukkan kelasnya sebagai negarawan dengan tetap menjalin komunikasi yang baik dengan presiden Jokowi. Walaupun berada di kubu oposisi, Prabowo memperlihatkan posisi politiknya secara jelas bahwa dia menghormati pemerintahan yang sah. Selain kontroversi pemilihan Sandi sebagai wapresnya, nyaris tidak ada peristiwa luar biasa yang membuat Prabowo bakal ditinggalkan enam puluh juta pemilihnya pada 2014 itu.