Mohon tunggu...
Akun tidak aktif
Akun tidak aktif Mohon Tunggu... Akuntan - Akun ini sudah tidak aktif

Akun ini sudah tidak aktif

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia, Kita, dan Sebuah Perenungan

31 Agustus 2012   07:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:06 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe,Bangsa Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesiamendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia"

Jelas. Sangatlah jelas saudara-saudara. Bangsa yang terdiri dari beribu-ribu pulau dari sabang sampai merauke ini memiliki satu bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Apakah kita sadar dan mengerti bahwa selama ini kita sudah terjerat tali kebiadaban zaman?. Mungkin berlebihan memang, tapi renungkanlah lagi. Renungkan bahwa kita sebagai tuan di negeri khatulistiwa ini belum sepenuhnya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kita dengan baik. Kita seharusnya malu, bahasa yang pada tanggal 28 oktober 1928 dinyatakan sebagai bahasa Nasional itu seakan kita injak-injak begitu saja oleh kita sendiri. Ingat, oleh kita sendiri!!, bukan oleh orang lain. Bukan oleh Malaysia, Belanda, ataupun Jepang. Apakah kita semua terkena amnesia yang berakibat kita semua lupa akan makna sumpah pemuda khususnya yang ketiga?. Saudara-saudara setanah air, ini memang masalah abstrak yang siapa tahu saat kita anggap sepele bisa jadi dikemudian hari malah menjadi masalah utama daripada masalah kelangkaan BBM, korupsi penggandaan kitab suci di departemen agama, TKI yang dijual oleh majikannya dengan harga 37 milyar ataupun masalah naiknya tarif dasar listrik di tanah air. Jika masalah ini dibiarkan terus menerus, penulis yakin bahasa Indonesia yang kita miliki ini akan hilang. Hilang karena tidak ada seorangpun yang menggunakannya dengan baik dan benar. Hilang bersama jati diri bangsa Indonesia yang akan jatuh ke palung terdalam. Yakinlah saudara-saudara, bahwa ini adalah kenyataan. Ini adalah salah satu contohnya :

" Heh.. Sompret, gue kan cuma ngingetin. Ga usah ngait-ngaitin ama hal-hal yang geje. Iya, gue nebeng mobil lo ya. Males bawa mobil nih."

" Hehe, piss deeh. Parah banget lo, klu ke restoran aja, mo bgt bela-belain bw mobil. Giliran ke rumah temen, maunya nebeng. Dasar..!"

1. Bahasa alay yang merusak kaidah bahasa Indonesia

Pusing. Itu yang pertama kali penulis rasakan ketika membaca tulisan-tulisan alay di facebook, twitter maupun sms. Dengan seenaknya mereka menulis kalimat dengan menggunakan gabungan huruf dan juga angka. Ditambah karakter-karakter serta simbol-simbol. Kata per kata pun mereka hemat (baca: singkat) dengan kata yang entah apa artinya. Ya, itulah bahasa alay yang telah menggerogoti bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Adapun contoh bahasa alay penulis temukan seperti ini :

Q MaNk G bSa MnGgApai TngAnmU Lg...Q hNyA bSa mLihaT fTomU dAN mRsaKaN kSih cYnk yG pRnh U bRikN utKu...

MkCh aTs sMuaX.

Apakah kalian bisa membacanya? Atau sama pusingkah seperti saya? Jika tidak maka anda mungkin salah satu manusia alay yang ikut menginjak-injak bahasa Indonesia. Tidak salah bahwa saat ini ada pergeseran penggunaan bahasa ke arah bahasa yang tidak sesuai dengan karakter bahasa Indonesia. Entah, apakah ini hanya tren semata?. Namun, jika ditilik dari tata bahasa, bahasa alay ini sangatlah mengganggu tata bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa alay atau bahasa gaul lainnya dalam kehidupan sehari - hari memiliki pengaruh negatif bagi kelangsungan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yaitu :

1. Masyarakat Indonesia tidak mengenal lagi bahasa baku.
2. Masyarakat Indonesia tidak memakai lagi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
3. Penulisan bahasa indonesia menjadi tidak benar.

4. Kehilangan bahasa nasional yaitu bahasa indonesia

2. Bahasa Indoglish sebagai prestise?

"Saudara Ketua, saya usulkan dalam workshop ini agar kita lebih dahulu mentackle masalah upgrading petugas-petugas kita yang dalam kenyataannya like or not harus kita akui bahwa begitu percent achievement jauh di bawah level standard yang diinginkan, bahkan banyak pengetahuan mereka sudah out of date. Ya kita bisa saja memberikan excuse untuk hal ini, tetapi problem ini harus dihadapi secara serious. Karena itu, mari kita to the point saja dengan menyusun planning yang reasonable berdasarkan working papers yang tersedia di depan kita ini."

Kutipan diatas adalah contoh bahasa Indoglish yang digunakan dalam pembicaraan rapat dinas. Bahasa Indoglish merupakan bahasa Indonesia yang dicampur aduk dengan bahasa inggris. Pada umumnya menurut sebagian masyarakat, bahasa ini digunakan untuk prestise semata. Orang yang menggunakan bahasa indoglish ingin menonjolkan kepiawaiannya mengolah kata-kata asing dengan tujuan agar dirinya terpandang. Otomatis jika orang itu terpandang maka banyak orang yang segan atau hormat kepadanya. Otomatis pula untuk berkali-kali bahasa Indonesia terjepit oleh adanya bahasa indoglish tersebut. Kini, gambaran bagaimana orang Indonesia tidak bangga dengan bahasanya sendiri sudah jelas. Kita lebih bangga menggunakan istilah-istilah asing ketimbang menggunakan bahasa Indonesia yang mungkin dipandang ecek-ecek. Jika melihat istilah-istilah asing yang ada pada kutipan diatas, bukankah kata-kata seperti itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Mengapa harus memakai bahasa Inggris?  Bukankah kata bahasa inggris diatas dapat digantikan dengan sanggar kerja, menangani, penataran, suka atau tidak, persen prestasi, batas standar, ketinggalan zaman, permintaan maaf, masalah, serius, pada tujuan, perencanaan, pantas, kertas kerja?. Saudara-saudara, kita sebenarnya sudah dibutakan oleh bahasa asing terutama bahasa inggris. Memang kemampuan berbahasa inggris itu perlu. Sangatlah perlu untuk bersaing dizaman globalisasi ini, tapi apakah dengan cara menggeser bahasa nasional kita, bahasa Indonesia? Tentulah tidak.

3. Menyulam Harga diri Bahasa Indonesia

Dewasa ini kedudukan bahasa Indonesia semakin terjepit. Kita sering mendengar orang berdalih bahwa berbahasa itu yang terpeting lawan berbicara dapat memahami informasi yang kita sampaikan, dan tidak harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang diatur dalam bahasa Indonesia. Pretensi itu berkembang menjadi sebuah aksioma di tengah masyarakat. Dampaknya, bahasa Indonesia menjadi terabaikan. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku berbahasa masyarakat. Sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia cenderung ambivalen, sehingga terjadi dilematis. Artinya, di satu pihak kita menginginkan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman serta mampu merekam ilmu pengetahuan dan teknologi global, tetapi di pihak lain kita telah melunturkan identitas dan citra diri itu dengan lebih banyak mengapresiasi bahasa asing sebagai lambang kemodernan (Warsiman, 2006:42-43).

Kini, akhirnya mencuat pertanyaan "Apakah kita bisa menyulam harga diri bahasa Indonesia?". Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Jika jawabannya "Ya, kita bisa" maka harus ada implementasinya juga. Jangan ketika kita menjawab ya dan menggembor-gemborkan kata-kata "Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar !", kemudian kita memakai topeng serta melupakan apa yang tadi dikatakannya. Itu sangatlah memalukan!. Lain halnya jika jawaban kalian "Tidak, kita tidak bisa" maka hanyalah manusia pesimis yang bergelar "bodoh" saja yang mengatakan seperti itu.

Selanjutnya, jika kita sudah memiliki keyakinan untuk mempertahankan harga diri bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Permasalahan yang lain adalah bagaimana sebenarnya bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?. Berikut adalah penjelasannya..

a. Bahasa yang Baik

Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kitaabaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan.

b. Bahasa yang Benar

Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.

Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.                 Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21)..

Akhirnya penulis menekankan bahwa tulisan ini hanya omong kosong belaka. Tulisan yang tak berharga ini hanyalah sia-sia ketika saya, anda, kita, tidak mencoba menggerakkan hati untuk bersama-sama mencintai bahasa Indonesia. Renungkanlah sekali lagi saudara-saudara dan teriakan sekeras-kerasnya " AKU BANGGA BERBAHASA INDONESIA !"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun