1. Masyarakat Indonesia tidak mengenal lagi bahasa baku.
2. Masyarakat Indonesia tidak memakai lagi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
3. Penulisan bahasa indonesia menjadi tidak benar.
4. Kehilangan bahasa nasional yaitu bahasa indonesia
2. Bahasa Indoglish sebagai prestise?
"Saudara Ketua, saya usulkan dalam workshop ini agar kita lebih dahulu mentackle masalah upgrading petugas-petugas kita yang dalam kenyataannya like or not harus kita akui bahwa begitu percent achievement jauh di bawah level standard yang diinginkan, bahkan banyak pengetahuan mereka sudah out of date. Ya kita bisa saja memberikan excuse untuk hal ini, tetapi problem ini harus dihadapi secara serious. Karena itu, mari kita to the point saja dengan menyusun planning yang reasonable berdasarkan working papers yang tersedia di depan kita ini."
Kutipan diatas adalah contoh bahasa Indoglish yang digunakan dalam pembicaraan rapat dinas. Bahasa Indoglish merupakan bahasa Indonesia yang dicampur aduk dengan bahasa inggris. Pada umumnya menurut sebagian masyarakat, bahasa ini digunakan untuk prestise semata. Orang yang menggunakan bahasa indoglish ingin menonjolkan kepiawaiannya mengolah kata-kata asing dengan tujuan agar dirinya terpandang. Otomatis jika orang itu terpandang maka banyak orang yang segan atau hormat kepadanya. Otomatis pula untuk berkali-kali bahasa Indonesia terjepit oleh adanya bahasa indoglish tersebut. Kini, gambaran bagaimana orang Indonesia tidak bangga dengan bahasanya sendiri sudah jelas. Kita lebih bangga menggunakan istilah-istilah asing ketimbang menggunakan bahasa Indonesia yang mungkin dipandang ecek-ecek. Jika melihat istilah-istilah asing yang ada pada kutipan diatas, bukankah kata-kata seperti itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Mengapa harus memakai bahasa Inggris? Â Bukankah kata bahasa inggris diatas dapat digantikan dengan sanggar kerja, menangani, penataran, suka atau tidak, persen prestasi, batas standar, ketinggalan zaman, permintaan maaf, masalah, serius, pada tujuan, perencanaan, pantas, kertas kerja?. Saudara-saudara, kita sebenarnya sudah dibutakan oleh bahasa asing terutama bahasa inggris. Memang kemampuan berbahasa inggris itu perlu. Sangatlah perlu untuk bersaing dizaman globalisasi ini, tapi apakah dengan cara menggeser bahasa nasional kita, bahasa Indonesia? Tentulah tidak.
3. Menyulam Harga diri Bahasa Indonesia
Dewasa ini kedudukan bahasa Indonesia semakin terjepit. Kita sering mendengar orang berdalih bahwa berbahasa itu yang terpeting lawan berbicara dapat memahami informasi yang kita sampaikan, dan tidak harus menggunakan bahasa yang baik dan benar sebagaimana yang diatur dalam bahasa Indonesia. Pretensi itu berkembang menjadi sebuah aksioma di tengah masyarakat. Dampaknya, bahasa Indonesia menjadi terabaikan. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku berbahasa masyarakat. Sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia cenderung ambivalen, sehingga terjadi dilematis. Artinya, di satu pihak kita menginginkan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman serta mampu merekam ilmu pengetahuan dan teknologi global, tetapi di pihak lain kita telah melunturkan identitas dan citra diri itu dengan lebih banyak mengapresiasi bahasa asing sebagai lambang kemodernan (Warsiman, 2006:42-43).
Kini, akhirnya mencuat pertanyaan "Apakah kita bisa menyulam harga diri bahasa Indonesia?". Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Jika jawabannya "Ya, kita bisa" maka harus ada implementasinya juga. Jangan ketika kita menjawab ya dan menggembor-gemborkan kata-kata "Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar !", kemudian kita memakai topeng serta melupakan apa yang tadi dikatakannya. Itu sangatlah memalukan!. Lain halnya jika jawaban kalian "Tidak, kita tidak bisa" maka hanyalah manusia pesimis yang bergelar "bodoh" saja yang mengatakan seperti itu.
Selanjutnya, jika kita sudah memiliki keyakinan untuk mempertahankan harga diri bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Permasalahan yang lain adalah bagaimana sebenarnya bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?. Berikut adalah penjelasannya..
a. Bahasa yang Baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kitaabaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan.