Taman-taman yang ramah lansia biasanya juga terawat dengan baik, mudah dijelajahi, dan aman bagi lansia. Taman seperti ini memberikan ruang yang tenang dan udara segar bagi para lansia yang ingin melewatkan waktu di antara hijaunya pepohonan, atau berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya.
Pendidikan di sekolah juga mengajarkan perlunya membantu dan memprioritaskan lansia, orang-orang berkebutuhan khusus, wanita hamil dan anak-anak, sehingga hal ini menjadi bagian norma bermasyarakat. Penyedia layanan publik dan komersial serta masyarakat telah terbiasa mendahulukan lansia ketika mengantri, atau memberikan tempat duduk di sarana transportasi publik.
Ruang Publik Ramah Lansia di Indonesia
Sebenarnya, Indonesia juga telah memiliki ruang publik ramah lansia. DKI Jakarta punya Taman Lansia di Jalan Langsat, Kebayoran Baru, dan Bandung memiliki Taman Lansia di Jalan Cisangkuy. Taman-taman ini menyediakan fasillitas yang aman dipakai oleh para lansia. Surakarta punya trotoar yang lebar dan mulus, yang nyaman dilalui kursi roda. Di beberapa tempat di Jakarta, tombol bantuan untuk menyeberang di zebra cross dan tactile paving juga sudah ada. Meski belum banyak, ini adalah awal yang baik, yang tentu masih perlu diikuti dengan banyak upaya lain untuk mewujudkan ruang publik ramah lansia di seluruh Indonesia.
Menurut Rencana Aksi Nasional Lansia (RAN Lansia) 2009 – 2014, dengan persentase penduduk lanjut usia di atas 7%, Indonesia tergolong sebagai negara berstruktur penduduk tua. Namun himbauan mengenai kepedulian terhadap lansia di Indonesia baru terdengar samar-samar, dan belum tampak pengaruhnya dalam kebijakan pembangunan ruang publik.
Pemerintah Indonesia sebenarnya juga telah mewajibkan Kementrian dan Lembaga untuk ikut memperingati Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) setiap 29 Mei, yang acaranya kebanyakan terdiri dari pemasangan spanduk, lomba-lomba, dan senam bersama. Semestinya HLUN bisa menjadi momentum untuk merunut seberapa jauh kemajuan Indonesia dalam memperhatikan kebutuhan lansia dan mengintegrasikan kebutuhan tersebut dalam berbagai kebijakan, termasuk dalam kebijakan tata ruang wilayah. Urusan layanan terhadap lansia dan peningkatan kualitas hidup mereka juga seharusnya menjadi isu lintas lembaga.
Peringatan Hari Habitat Dunia (HHD) yang akan diperingati pada 5 Oktober 2015 dengan tema “Ruang Publik untuk Semua” juga bisa menjadi kesempatan untuk kembali mengingatkan berbagai pihak tentang pentingnya ruang publik yang inklusif.
Untuk mewujudkan ruang publik yang ramah lansia, sumbang-saran dan pengetahuan dari kelompok-kelompok yang paham tentang kebutuhan lansia sangat diperlukan, karena pengembangan ruang publik ramah lansia perlu diawali dari pemahaman pemerintah dan masyarakat tentang kebutuhan lansia. Contoh penerapan ruang publik yang ramah lansia dari negara-negara lain juga dapat menjadi referensi. Pemahaman tersebut selanjutnya perlu dikuatkan dengan komitmen pemerintah untuk memperhatikan kebutuhan lansia dan kelompok-kelompok lainnya dalam masyarakat, termasuk masyarakat berkebutuhan khusus, anak-anak, dan wanita. Komitmen itu perlu diwujudkan dengan menyusun kebijakan tata ruang dan pembangunan fasilitas publik yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Kebijakan ini juga perlu didukung kebijakan lainnya, seperti kebijakan terkait layanan publik dan kurikulum pendidikan yang membangun empati pada kelompok masyarakat berkebutuhan khusus, dan bagaimana anggota masyarakat bisa saling membantu.
Sementara itu, masyarakat juga perlu membangun empatinya terhadap kelompok lansia dan kelompok berkebutuhan khusus lainnya, berusaha memahami kebutuhan mereka, membantu menyediakan dukungan yang diperlukan, dan membantu terwujudnya ruang publik dan masyarakat yang ramah bagi semua anggotanya.
Ruang Publik Ramah Lansia, Ruang Publik yang Ramah untuk Semua
Ruang publik yang dirancang serta dikelola dengan baik adalah aset bagi kehidupan dan ekonomi sebuah kota. Ia bisa meningkatkan nilai properti, keselamatan, kerukunan warga, kesehatan dan kesejahteraan, memperbaiki kualitas lingkungan, membantu terciptanya transportasi dan mobilitas yang lebih efektif dan efisien, dan pada akhirnya membuat sebuah kota menjadi lebih menarik untuk ditinggali (UN-Habitat, 2015).