Polusi udara telah menjadi masalah lingkungan serius di kota-kota besar akibat urbanisasi, industrialisasi, dan peningkatan penggunaan kendaraan bermotor. Emisi polutan dari kendaraan seperti karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan partikel halus (PM2.5) serta dari aktivitas industri memperburuk kualitas udara.Â
Dampak kesehatan akibat polusi udara meliputi gangguan pernapasan, risiko penyakit jantung, kanker paru-paru, dan masalah psikologis seperti stres dan kecemasan.Â
Polusi ini mencemari atmosfer, memengaruhi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara signifikan (Ajis, 2023) . Polusi udara masuk ke atmosfer Bumi melalui sumber antropogenik dan alami.Â
Emisi dari pabrik, kendaraan, dan kaleng aerosol adalah contoh polusi yang disebabkan oleh manusia, sementara kebakaran hutan dan abu vulkanik merupakan polusi alami.Â
Di kota-kota besar, konsentrasi polusi dari berbagai sumber sering membentuk kabut asap atau smog. Lebih dari 99% penduduk dunia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara yang melebihi pedoman WHO, dan setiap tahun jutaan orang meninggal akibat polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan (Kemenkes, 2023).Â
Polusi udara di kota-kota adalah masalah serius yang berdampak besar pada kesehatan masyarakat. Sumber utama polusi ini berasal dari kendaraan, pabrik, dan pembakaran sampah, yang menghasilkan zat berbahaya seperti partikel halus dan gas beracun. Dengan semakin banyaknya orang tinggal di kota, jumlah kendaraan dan aktivitas industri meningkat, sehingga kualitas udara menurun. Kurangnya ruang terbuka hijau juga membuat situasi ini semakin buruk(Bechtel & Wiley, n.d.).Â
Menurut data AQI (indeks kualitas udara menunjukan bahwa indonesia negara yang memiliki polusi buruk serta kualitas udara yang tidak sehat, terutama pada perkotaan seperti daerah ibu kota atau kota dengan penduduk yang padat. Jakarta menjadi salah satu kota dengan kualitas udara yang buruk kelima di dunia, partikel udara di jakarta saat ini lebih dari 10 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Meskipun demikian, masih banyaknya orang-orang yang mengabaikan bahayanya terhadap kesehatan masyrakat. (Kemenkes, 2024)Â
Polusi udara dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan, menyebabkan berbagai masalah seperti iritasi mata, peradangan hidung (rhinitis), serangan asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Paparan terhadap polutan juga meningkatkan risiko kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, dan kanker kulit. Pada ibu hamil, polusi udara dapat memicu komplikasi kehamilan dan kelahiran prematur. Selain itu, polusi dapat memengaruhi fungsi otak, menyebabkan gangguan kognitif dan meningkatkan risiko demensia (Kemenkes, 2024).Â
Polusi udara tidak hanya memengaruhi kualitas hidup masyarakat, tetapi juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit pernapasan seperti asma dan penyakit jantung. Selain itu, polusi sering kali memiliki dampak jangka panjang, di mana efeknya bisa dirasakan oleh generasi mendatang. Persepsi masyarakat terhadap risiko polusi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pengalaman pribadi, informasi dari media, dan nilai-nilai individu (Linda Steg & Judith I. M. De Groot, 2019).
Polusi udara di perkotaan dan kaitannya dengan penyakit pernapasan telah memicu banyak seruan untuk membersihkan udara kota. Namun, dampak buruk polusi udara tidak hanya terbatas pada paru-paru saja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tinggal di kota dengan polusi tinggi bisa disamakan dengan merokok satu bungkus rokok setiap hari selama 29 tahun. Studi ini memantau lebih dari 7.000 orang dewasa di kota-kota besar Amerika Serikat dan menemukan bahwa peningkatan ozon sebanyak tiga bagian per miliar (ppb) memberikan efek yang serupa dengan merokok.Â
Polusi udara di perkotaan tidak hanya berdampak pada paru-paru, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental, performa pendidikan, dan kondisi fisik secara keseluruhan. WHO telah menyatakan bahwa polusi udara merupakan "darurat kesehatan masyarakat," karena 91% populasi dunia tinggal di area yang kualitas udaranya melebihi batas aman. Situasi ini juga berhubungan dengan meningkatnya gangguan suasana hati, kecemasan, dan bahkan obesitas (William Park, 2019).