Wahai Nyonya...
Pernahkah engkau menyangka bahwa lelakimu bisa lebih rapuh dari dirimu
Lebih rapuh dari seonggok kayu yang kena hujan.Â
Bahkan kadang hujan saja tidak tega untuk mengguyurnya.Â
Kuatnya tulang dan ototnya menutupi hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.Â
Jika saja engkaku tahu ....
Wahai Tuan ...Â
Pernahkah engkau menyangka bahwa perempuanmu bisa setanggguh batu karang.
Batu karang yang berdiri kokoh dalam hempasan ribuan kali ombak di pantai.
Beberapa bongkahan batunya menjadi saksi bahwa dia mampu untuk tetap kokoh.
Ombak laut yang luar biasa dahsyat pun akan berpikir ulang untuk menerjangnya.Â
Wahai Nyonya  dan Tuan ...Â
Pernahkah kalian menyadari bahwa kalian adalah sama manusia.Â
Bahwa kalian adalah sama punya hati dan rasa, kesedihan yang kalian tangisi adalah sama.Â
Kegermbiraan yang kalian rasakan adalah sama, kekecewaan yang kalian lalui adalah sama.Â
Kalian adalah sama manusia.Â
Sudut mata lelaki tidak melulu soal melihat liuk irama tubuh perempuan.Â
Lupa bahwa kadang sudut itu menahan air mata yang hampir jatuh.Â
Kadang sudut itu harus dihapus demi gengsi tak bertuan yang ada dalam dirimu.Â
Tidak ada yang salah dengan air matamu wahai lelaki ...Â
Kesedihan bukan tentang engkau laki-laki atau perempuan.Â
Tapi kesedihan adalah tentang kita, tentang manusia.Â
Jadilah manusia seutuhnya, yang berhak atas sedih, gembira, kecewa dan duka.Â
Wahai perempuan siapkan telingamu sebaik-baiknya engkau menyiapkan hidangan teristimewa.
Wahai lelaki tunjukkan sudut matamu sebagaimana engkau menunjukkan kegagahanmu sebagai lelaki.
Perempuanku, engkaulah sebaik-baiknya makhluk yang aku inginkan ada mendekapku.
Lelakiku, engkaulah sekuat-kuatnya makhluk yang aku inginkan ada untuk menopangku.
Wahai Tuan ...
Tampilkanlah sudut matamu, aku akan siap dengan hapusan lembutku.
Jika engkau lelah dengan ego dan gengsimu, ambilah jeda sejenak dan aku siap ada di sisimu.
Ingatkan dirimu bahwa engkau adalah sebaik-baiknya lelakiku ......