Mohon tunggu...
Afni Moulinda S
Afni Moulinda S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saat ini saya merupakan mahasiswi semester 5 jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Saya pernah menjadi finalis dalam lomba karya tulis ilmiah. Saya memiliki pengalaman bekerja sebagai Study Tracer di Tanoto Foundation.

Hobi saya adalah membaca dan menulis terlebih saya menyukai tulisan yang berbau Psikologi atau kesehatan mental. Saat ini, masih banyak orang yang belum sadar akan pentingnya kesehatan mental sehingga saya bertekad untuk sering menulis dan membagikan hasil pemikiran saya kepada orang lain. Saya adalah orang yang periang dan mudah bergaul. Saya juga merupakan pendengar yang baik sehingga tidak sedikit orang yang mau membagikan perasaannya kepada saya.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pentingnya Psikoedukasi pada Pasangan yang Hendak Menikah

24 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 24 Desember 2023   12:09 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menyelesaikan pendidikan, orang dewasa akan lanjut memikirkan tahap kehidupan selanjutnya yaitu pernikahan. Tahap dimana mereka akan memikirkan yang benar-benar disebut kehidupan yaitu memilih kekasih dan hidup bersama. 

Namun sebelum menikah, pada dasarnya sepasang kekasih membutuhkan banyak persiapan menuju pernikahan dan membentuk suatu rumah tangga. 

Persiapan ekonomi terkait masa depan, persiapan fisik, dan juga persiapan mental menjadi persiapan utama dalam membangun rumah tangga. 

Sepasang kekasih akan memikirkan langkah-langkah dan persiapan terkait kebutuhan rumah tangga. Tidak hanya itu, di dalam membangun rumah tangga, sepasang kekasih juga akan diperhadapkan kepada pilihan untuk memiliki anak dan berkeluarga. 

Oleh sebab itu, sebelum menjalankan pernikahan akan terdapat banyak hal yang menjadi pertimbangan kekasih dalam menjalin suatu hubungan terlebih apabila hendak membentuk suatu keluarga karena di dalam keluarga tidak hanya sebatas suami dan istri saja, tetapi juga terdapat anak-anak yang menjadi cerminan keberhasilan suatu keluarga. 

Akan tetapi, saat ini masih banyak pasangan muda yang memilih untuk cepat menikah tanpa mempersiapkan banyak hal terlebih terkait bagaimana menjadi orang tua yang baik serta pola asuh yang baik untuk anak mereka kelak. 

Saat ini masih terdapat banyak sekali pasangan kekasih yang hanya memikirkan pernikahan dan indahnya pernikahan itu, tetapi tidak memikirkan persiapan akan masa depan mereka. 

Banyak dari mereka yang hanya memikirkan bahwa keluarga sekedar ayah, ibu, dan anak tanpa memikirkan apa saja yang perlu ditanamkan dan bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak mereka. 

Oleh karena itu, sekarang sudah banyak ditemukan keluarga yang tidak harmonis, hubungan keluarga yang retak, bahkan anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang yang tepat dari orang tua mereka. 

Terdapat banyak sekali pasangan yang tidak mempersiapkan baik secara mental maupun fisik sehingga anak-anak menjadi dampak dan terkena imbasnya.

Sekarang ini banyak ditemukan anak-anak yang dibiarkan oleh orang tuanya, tidak diperdulikan, bahkan hingga yang terparah malah anak-anak menjadi korban kekerasan oleh orang tua mereka sendiri. 

Disamping itu, tidak sedikit pula orang tua yang merasa sudah memberikan segala hal termasuk harta dan kekayaan kepada anak-anak mereka, berharap anak-anak mereka akan tumbuh dengan baik, tetapi tanpa disadari terdapat banyak sekali hal yang terhilang dari apa yang dirasakan anak-anak. 

Banyak anak-anak yang memiliki kebutuhan sangat tercukupi, tetapi dari segi kasih sayang dan perhatian orang tua, anak-anak tersebut masih sangat membutuhkan. 

Oleh sebab itu, saya sangat mendukung pentingnya psikoedukasi kepada pasangan yang hendak menikah terkait pola asuh dan perkembangan anak sehingga dalam membangun rumah tangga akan terciptanya keluarga yang harmonis dan anak-anak tumbuh serta berkembang dengan baik. 

Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu memahami apa yang menjadi alasan utama pentingnya psikoedukasi kepada pasangan yang hendak menikah. 

Pada dasarnya, mereka yang memiliki rancangan matang terkait pernikahan adalah mereka yang berada pada tahapan dewasa awal yaitu pada usia 18-40 tahun. 

Secara umum masa dewasa awal adalah masa dimana seseorang akan mencari, menemukan, memantapkan, dan masa reproduktif yang ditandai dengan banyaknya masalah dan ketegangan emosional. 

Disamping itu, pada masa dewasa awal akan semakin banyak tantangan dan tuntutan bagi mereka untuk kedepannya, diantaranya mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup, membentuk keluarga, membesarkan anak-anak, serta bergabung dalam kelompok sosial. 

Namun, salah satu tantangan besar di dalam masa dewasa awal adalah membangun rumah tangga. Terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan seperti perekonomian hingga pemilihan jumlah anak di dalam suatu keluarga menjadi pertimbangan yang berat. 

Oleh sebab itu, persiapan sepasang kekasih tidak dapat dilepaskan terhadap kaitannya dengan bagaimana perkembangan dan pola asuh yang akan mereka berikan kepada anak-anak mereka kelak. 

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, banyak anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang sepatutnya atau bahkan mereka mengalami maltreatment atau penganiayaan. 

Maltreatment atau penganiayaan disini tidak hanya berkaitan dengan kekerasan fisik yang diterima anak, tetapi termasuk pengabaian dan bentuk kekerasan verbal dan lainnya. 

Penganiayaan lazimnya dapat ditemukan di berbagai lapisan masyarakat baik dari berbagai kalangan ekonomi, status sosial, budaya, etnis, dan sebagainya. 

Secara global, ditemukan setengah dari semua anak yang di dunia pernah mengalami kekerasan fisik dimana 5-10% dari mereka mengalami kekerasan seksual. 

Pada tahun 2015, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh National Child Abuse and Neglect Data System (NCANDS) di Amerika Serikat, anak-anak yang mengalami penganiayaan berbentuk pengabaian sebanyak 78.3%, kekerasan fisik 17.6%, pelecehan seksual 9.2%, dan penganiayaan psikologis 8.1%. 

Yang menjadi salah satu faktor terbesar penyebab hal di atas terjadi adalah kemiskinan pada keluarga. Akan tetapi, bentuk kekerasan fisik pada dasarnya dilatarbelakangi sebagai bentuk pendisiplinan anak. 

Hingga saat ini, masih banyak sekali ditemukan orang tua yang memberikan hukuman fisik sebagai bentuk pendisiplinan anak dan sudah menjadi norma budaya yang turun menurun.

Sementara itu, bentuk kekerasan seksual pada umumnya dilatarbelakangi karena kemiskinan yang menyebabkan orang tua mampu menjual anak mereka kepada orang lain. 

Terlepas dari itu semua, beberapa alasan lain yang menjadi penyebab terjadinya penganiayaan kepada anak adalah kurangnya kelekatan dengan anak yang baru lahir, ketidakmampuan mengasuh anak, memiliki pengalaman dianiaya ketika masih kecil, kurangnya kesadaran akan perkembangan anak atau memiliki ekspektasi yang tidak realistis, menggunakan obat-obatan dan alkohol, terlibat dalam aktivitas kriminal, serta memiliki masalah finansial. 

Hubungan sepasang kekasih dengan keluarga mereka lainnya juga dapat menjadi salah satu penyebab penganiayaan kepada anak. Apabila tidak mampu mengekspresikan emosi, orang tua kerap melampiaskannya kepada anak mereka. Hubungan orang tua dengan lingkungan sosial juga dapat menjadi penyebab penganiayaan kepada anak. 

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ekspektasi yang tidak realistis atau mengharapkan anak mereka sama seperti yang ada di lingkungan sosial dapat menjadi salah satu penyebab penganiayaan. Perasaan kecewa, tidak puas, dan marah dapat menimbulkan perilaku agresi dan terjadilah penganiayaan kepada anak mereka. 

Pada penjelasan sebelumnya juga sudah diungkapkan ketidakpahaman orang tua terhadap perkembangan anak-anak juga dapat menyebabkan penganiayaan. 

Pada dasarnya anak akan melewati tahap perkembangan. Anak-anak mengalami perkembangan seiring berjalannya usia ditandai dengan adanya perubahan baik dari segi fisik, emosi, dan sosial. Perkembangan-perkembangan tertentu pun hanya terjadi di usia dan rentang waktu tertentu. 

Sementara faktor penunjang dan penentu keberhasilan anak melewati tahap perkembangan adalah proses pendidikan dan pengasuhan yang didapatkan mereka. 

Seiring bertambahnya usia pula, pendidikan dan pengasuhan yang diberikan kepada anak harus sesuai dengan usia dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. 

Oleh sebab itu, keluarga dan lingkungan perlu memahami bagaimana perkembangan serta strategi yang tepat untuk membentuk perkembangan yang baik. 

Namun, masih banyak pasangan suami istri yang belum memahami urgensi dari hal tersebut. Masih banyak pasangan suami istri yang belum memahami strategi dan bentuk perkembangan anak sesuai usia mereka. 

Banyak pasangan suami istri yang hanya mengikuti alur perkembangan tanpa memahami langkah apa yang harus mereka persiapkan untuk perkembangan anak berikutnya. 

Hal ini tentu saja dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan pada anak hingga ketidakmampuan anak untuk dapat menjalankan kehidupannya seperti orang lain. 

Banyak pasangan suami istri yang sekedar mengikuti budaya masyarakat yang ada dalam mengasuh anak mereka tanpa memahami kebutuhan setiap anak yang berbeda.

Orang tua kerap menggeneralisasikan setiap masalah dan perkembangan anak sama rata tanpa tahu perbedaan yang dimiliki masing-masing anak. Oleh karena itu, tidak sedikit pula anak-anak yang mengalami kebingungan dalam menjalankan kehidupan mereka.

Salah satu isu penting yang berkaitan dengan perkembangan anak yang perlu dipahami oleh orang tua adalah pembentukan karakter, emosi, serta kepribadian anak. 

Saat ini kesehatan mental menjadi salah satu bahan perbincangan yang hangat karena salah satu faktor penunjang keberhasilan seseorang dalam menjalankan kehidupannya apabila seseorang tersebut memiliki mental yang sehat pula. 

Masih banyak orang tua yang memandang sebelah mata terkait kesehatan mental anak. Orang tua hanya memikirkan anak tumbuh sehat dan mampu beraktivitas normal seperti anak lainnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan, emosi, pikiran, serta hal yang berkaitan dengan psikologis lainnya. 

Padahal psikologis anak mempengaruhi perkembangan mereka kedepan. Masih banyak orang tua yang tidak mampu memvalidasi isi pikiran dan perasaan anak sehingga ditemukan banyak sekali anak yang mengalami stagnasi dalam perkembangan hingga depresi di usia muda. 

Banyak anak-anak yang mengalami gangguan emosi serta kepribadian sebagai akibat ketidakpedulian dan ketidakpahaman orang tua terkait emosi anak. 

Tidak hanya itu, penting bagi orang tua untuk memahami strategi yang tepat apabila anak-anak berada pada situasi yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. 

Bagi anak-anak yang mengalami penganiayaan terutama pengabaian dari orang tua akibat orang tua yang tidak memahami strategi dan perkembangan psikologis anak, secara umum akan mengalami berbagai masalah psikologis. 

Masalah psikologis yang akan mereka diterima pun merupakan hal yang serius seperti trauma di masa kecil, dapat menyebabkan phobia atau ketakutan yang luar biasa terhadap suatu hal, bahkan terdapat beberapa anak yang tumbuh menjadi anak anti sosial atau tidak ingin bersosialisasi dengan lingkungannya.  

Pada dasarnya, anak-anak yang sudah mengalami gangguan psikologis seperti itu akan sulit menjalankan hidup mereka bahkan tidak sedikit dari mereka akan tumbuh menjadi anak yang nakal dan tidak dapat terkontrol. 

Anak-anak yang ditemukan di jalan dan anak-anak yang ditemukan suka melakukan kriminalitas secara umum merupakan anak-anak yang mengalami penganiayaan atau memiliki pengalaman buruk di masa kecil. 

Kriminalitas yang mereka lakukan biasanya menjadi bentuk pelampiasan akan kurangnya kasih sayang dan perhatian yang mereka terima dari orang tua mereka.

Tidak hanya itu, anak-anak itu sendiri juga mampu melakukan penganiayaan kepada anak lain seperti bullying hingga kekerasan seksual karena penganiayaan yang dialami mereka pada masa kanak-kanaknya. 

Oleh sebab itu, penganiayaan atau maltreatment juga berkaitan dengan bagaimana pembentukan karakter dan pemahaman orang tua terkait perkembangan anak.

Terlepas dari perkembangan mental anak, pasangan suami istri seharusnya juga mampu memahami pola asuh yang baik bagi anak mereka. Mungkin ketika proses pendidikan tidak terdapat pengajaran secara langsung terkait jenis-jenis pola asuh dan pola asuh mana yang baik diterapkan.

Namun, melalui psikoedukasi orang tua diharapkan mampu memahami jenis pola asuh dan menentukan pola asuh mana yang dapat mereka terapkan serta baik bagi perkembangan anak mereka. 

Pada dasarnya pola asuh orang tua berperan penting dalam perkembangan anak. Karakter dan kepribadian anak secara garis besar dibentuk oleh pola asuh yang diterima anak. 

Orang tua yang terlalu mengontrol kehidupan anaknya bahkan cenderung membatasi segala hal yang diinginkan anaknya akan membentuk anak yang sulit dalam membuat keputusan. 

Sementara orang tua yang terlalu memberikan segala hal kepada anaknya, tidak ada kontrol penuh, dan cenderung seolah-olah menaruh kepercayaan penuh pada anaknya dapat membentuk anak yang manja.

Oleh sebab itu, perlunya pemahaman bagi pasangan kekasih terkait pola asuh seperti apa yang harus mereka terapkan pada anak-anak mereka kelak. Mereka juga perlu memahami karakteristik dan kepribadian mereka sendiri untuk mencocokkan kepada pola asuh yang akan mereka berikan. 

Pada dasarnya, pola asuh pasangan kekasih juga menjadi cerminan pola asuh yang mereka dapatkan ketika mereka masih anak-anak. Namun, pasangan kekasih juga perlu memahami apakah pola asuh yang mereka terima ketika anak-anak baik untuk diterapkan kepada anak mereka kelak atau tidak. 

Psikoedukasi terkait persiapan yang diperlukan kepada pasangan yang hendak menikah sangatlah penting. Tidak hanya membahas apa saja yang dibutuhkan di masa depan seperti persiapan finansial dan lainnya, tetapi melalui psikoedukasi pasangan yang hendak menikah juga dapat mengetahui perlunya persiapan mental sebelum menikah dan setelah menikah bahkan setelah berkeluarga. 

Banyak hal yang dapat diajarkan dan dibenahi selama psikoedukasi diberikan seperti bentuk-bentuk pola asuh, pemahaman akan perkembangan anak berdasarkan usia, serta penghindaran akan terjadinya maltreatment atau penganiayaan. 

Setelah menerima psikoedukasi, diharapkan pasangan yang hendak menikah mampu mengambil keputusan yang lebih matang terkait pembentukan rumah tangga.

Tidak hanya itu, setelah psikoedukasi diharapkan pasangan yang hendak menikah lebih siap dan mampu menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang mungkin akan terjadi ketika mereka sudah berkeluarga. 

Oleh sebab itu, saat ini sangat diperlukannya psikoedukasi bagi pasangan yang hendak menikah terutama di negara Indonesia saat ini karena masih banyak ditemukan pasangan muda yang menikah cepat dan memiliki anak di umurnya yang masih tergolong sangat muda, tetapi tidak memahami bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak mereka. 

Banyak juga ditemukan remaja yang masih bersekolah sudah menikah dan memiliki anak tanpa ada persiapan terkait pernikahan dan berkeluarga itu sendiri. 

Di samping itu pula, masih terdapat juga beberapa tindak kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dan mengakibatkan gangguan psikologis dan kemunduran perkembangan bagi anak. 

Melalui psikoedukasi bagi pasangan yang hendak menikah, mereka diharapkan mampu memutuskan dan menilai apa yang harus dilakukan kedepannya apabila sudah memiliki anak. 

Melalui psikoedukasi diharapkan akan terbentuknya keluarga yang harmonis dan serasi kelak serta anak tumbuh menjadi pribadi yang baik secara fisik dan mental. 

Sehingga psikoedukasi mungkin sudah bisa diterapkan menjadi suatu kewajiban bagi pasangan yang hendak menikah dan mungkin sudah bisa diterapkan di beberapa tempat yang masih banyak terjadinya pernikahan dini dan penganiayaan pada anak sehingga membuat jumlah penganiayaan pada anak akan berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun