Sejak Sanna di sini, setiap Ayah pulang pasti Ayah nanya Sanna, "Sanna, udah makan?" Cuma Sanna, aku yang juga belum makan tidak sama sekali ditanya.
Sanna selalu dipersilahkan makan. "Sanna kalo laper makan aja ya. Ambil sendiri makannya ya." Tapi aku? Kamu jangan makan mulu, kamu ngemil mulu, kamu nanti tambah lebar, kamu jangan makan begituan, perasaan kamu udah makan, loh kamu udah laper lagi? Itulah kalimat-kalimat yang sering aku dengar setiap aku ke dapur ambil makan.
Yah, Bu. Aku anak kalian, aku juga manusia, aku juga punya perasaan. Bagaimana bisa aku disuruh menjaga perasaan seseorang tetapi kalian tidak memperhatikan perasanku?
Yah, Bu. Aku hanya terperangkap dalam tubuh yang sudah beranjak dewasa ini. Sesungguhnya aku bocah cengeng yang masih mau dimanja dan diperhatikan. Tidak bisakah kalian memperhatikan aku sedikit saja? Mengerti perasaanku sedikit saja.
Apa boleh buat kalimat-kalimat itu pada akhirnya hanya dalam tulisanku saja. Tidak pernah aku ungkapkan kepada Ayah dan Ibu. Mungkin Ayah dan Ibu tidak bisa mengerti, tapi setidaknya izinkan aku memiliki ruangku sendiri untuk mendapatkan ketenangan. Tidak, aku tidak marah. Mana ada anak yang boleh marah dengan orang tuanya kan? Jadi izinkan aku meluapkan emosi ini dalam kediaman supaya aku tidak menjadi anak durhaka yang marah-marah dengan orang tuanya.
Tapi Yah, Bu. Aku tidak menjamin berapa lama aku bisa memendam emosiku ini. Mungkin suatu saat nanti aku memang harus meluapkan emosi ini ke kalian juga supaya kalian tahu dan mulai belajar mengerti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H