Mohon tunggu...
Ardian fitria Kusuma
Ardian fitria Kusuma Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Ekonomi dan Perbankan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2010-2014 Magister Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia 2016-2017 Musisi/Gitaris Pemula, Pendidik, Traveler (Selalu belajar Memaknai Hidup karena Hidup cuma sekali Maka hiduplah yang berarti) Bojonegoro.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Islam Sebuah Konsep Dasar Ilmu Ekonomi

3 Desember 2017   13:25 Diperbarui: 3 Desember 2017   13:45 3490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin, agama yang sempurna dan merupakan sebuah prinsip kehidupan bagi seluruh umat manusia yang beriman kepadaNya. Dalam ajaran agama Islam,  prinsip   utama   dalam   kehidupan   umat manusia  adalah  Allah  swt,  Dzat yang Maha  Esa.  Ia adalah  satu-satunya  Tuhan, Pencipta, dan pengatur  seluruh  alam  semesta. Sementara manusia adalah mahluk sempurna yang diciptakan olehNya sebagai khalifah di muka bumi dengan melaksanakan tugas  kekhalifahan  dalam  rangka  pengabdian  kepada  Sang pencipta.

 Ibadah dan muammalah adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dalam tatanan hidup manusia. Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai tugas untuk beribadah kepada sang pencipta dan juga bermuamalah antar sesama mahlukNya seperti merawat, menjaga, dan memberdayakan segala sesuatu di bumi dengan  sebaik-baiknya  demi  kesejahteraan  seluruh  makhluk. Adapun untuk  merespon  semua hal ini  dan  mengatur  kehidupan duniawi manusia secara terperinci, Allah swt. menganugerahi akal pikiran  kepada  manusia.

Dalam bermuammalah manusia tidak bisa terlepas dari aktivitas ekonomi, ini sudah menjadi fitrah manusia yang pada dasarnya saling ketergantungan satu sama lain. Berbagai aktivitas yang bersifat muammalah harusnya dilandasi dengan iman dan taqwa, dalam artian adanya keterbukaan, keridhoan dan saling menghormati dalam segala hal.

Konsep ekonomi yang merajalela pada saat ini, terutama di indonesia merupakan rancangan kaum kapitalisme yang hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan banyak merugikan pihak lain. Kapitalisme ini di samping dapat mendatangkan dampak penindasan, juga dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai destruktif dan hedonisme utilitarian. Hal ini akan berujung pada penciptaan kelas-kelas sosial dan kesenjangan akses, yang pada gilirannya dapat memusatkan otoritas pada tangan pemilik modal, yang mengakibatkan yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Padahal, kesemuanya secara tegas ditolak oleh Islam. [1] 

Adapun dalam melaksanakan aktivitas ekonomi manusia harus bersikap secara adil dan bijak sesuai dengan konsep ekonomi syariah atau ekonomi dengan rancang bangun yang sesuai dengan al-qur'an dan sunnah nabi Muhammad Saw, dimana tidak ada segelintir kaum yang diuntungkan dan mayoritas kaum yang dirugikan. Rancang bangun ekonomi syariah merupakan hal yang harus diimplementasikan dan diperjuangkan dalam rangka menciptakan kesejahteraan umat manusia di bumi serta merupakan  wujud kewajiban dan peribadatan manusia sebagai hambaNya.

konsep dasar ekonomi islam

Ekonomi islam sebenarnya merupakan khazanah klasik yang sudah lama diterapkan oleh nabi Muhammad Saw dan para sahabat, ekonomi dengan menggunakan nilai-nilai agama islam serta norma-normanya adalah wujud dari pengimplementasian konsep syariah muammalah. Dalam hal ini banyak diantara para cendekiawan muslim yang memberikan definisi dan pengertian ekonomi islam. Diantaranya adalah:

Menurut An Nabhani kata  ekonomi  berasal  dari bahasa Yunani kuno (Greek) yang bermakna: "mengatur urusan rumah tangga", dimana  anggota  keluarga  yang  mampu  ikut  terlibat  dalam  menghasilkan  barang-barang  berharga  dan  membantu  memberikan  jasa,  lalu  seluruh  anggota  keluarga yang  ada  ikut  menikmati  apa   yang  mereka   peroleh,  populasinya  kemudian semakin  banyak,  mulai  dari  rumah  ke  rumah  menjadi  kelompok  (community) yang diperintah oleh negara. [2]

Yusuf Qardhawi memberikan pengertian ekonomi Islam adalah ekonomi yang  berdasarkan  ketuhanan.  Sistem  ini  bertitik  tolak dari  Allah, bertujuan  akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. [3]

Monzer  Kahf memberikan  pengertian  ekonomi  Islam  dengan  kajian  tentang proses  dan  penangguhan  kegiatan  manusia  yang  berkaitan  dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat muslim. [4]

M.  Akram  Khan  mendefinisikan  ekonomi  Islam  secara  dimensi  normatif   dan  dimensi  positif.  Ia  berpendapat  bahwa   ekonomi   Islam   bertujuan untuk   melakukan   kajian tentang   kebahagian   hidup   manusia   yang   dicapai   dengan  mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan partisipasi. Sedangkan Muhammad Abdul Manan mendefinisikan ekonomi Islam dengan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. [5]

Dari banyak pengertian diatas diketahui bahwa ekonomi islam merupakan aspek realisasi dari muammalah, yaitu hubungan manusia dengan manusia lain yang mencakup maqashid al-khamsah dan itu semua  berhubungan dengan kegiatan manusia  yang tidak bisa terlepas dari aspek ibadah sebagai relisasi dari nilai-nilai islami.

Islam mengatur semua kebutuhan manusia baik itu lahiriyah maupun bathiniyyah, pemenuhan kebutuhan merupakan hal utama di dalam perekonomian islam itu sendiri. Pemenuhan kebutuhan tersebut  mencakup sandang, pangan, dan papan. lain halnya dengan keinginan yang sifatnya tidak terbatas. 

Kaum kapitalis kebanyakan menganggap keinginan adalah realisasi dari ekspresi manusia, mereka menganggap bahwasanya sumber daya alam itu terbatas dan tidak dapat memenuhi keinginan mereka. Sedangkan di dalam Islam, keinginan bukan menjadi sesuatu yang bersifat prioritas. Ekonomi  bukanlah  tujuan  akhir  dari  kehidupan manusia, tetapi merupakan suatu kelengkapan dalam kehidupannya, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, penunjang dan pelayanan bagi aqidah dan bagi misi yang diembannya sebagai hamba yang tunduk kepada penciptanya.

 Dalam kegiatan ekonomi manusia dituntut untuk memaksimalkan kebutuhannya. Memaksimumkan  kebutuhan  yang  dimaksud  adalah  setiap  pelaku  kegiatan ekonomi  harus  membuat  pilihan,  mana  kebutuhan  yang  harus  terpenuhi  terlebih dahulu  atau  tidak  karena  manusia  secara  keseluruhan  tidak  bisa  mendapatkan semua  yang  mereka  inginkan. 

Untuk  memaksimumkan  kebutuhannya, manusia harus  bisa  membedakan  kebutuhan  (need)  dan  keinginannya  (want).  Setelah membedakannya, selanjutnya mengelompokkan  segala  kebutuhan atau  keinginan kita  ke  dalam  kelompok  premier,  sekunder  dan  tersier.  Tujuannya  adalah  agar sumber daya  yang tersedia akan digunakan secara efisien dan dapat mewujudkan kesejahteraan yang paling maksimum kepada manusia. [6]

Tujuan  hidup  manusia  menurut  ekonomi  islam sama  seperti  konvensional yaitu kesejahteraan, hanya saja islam memaknainya denganfalah atau kesuksesan. Informasi  mengenai  kesejahteraan  ini  hanya  dapat  diperoleh  dari  Allah  melalui ajaran  yang  diwahyukan  dalam  Al-Quran  dan  Sunnah.

Dalam  pengertian  literal, falahadalah  kemuliaan  dan  kemenangan  dalam  hidup.  Untuk  kehidupan  dunia, falahmencakup    tiga    pengertian    yaitu kelangsungan    hidup,    kebebasan berkeinginan  serta  kekuatan  dan  kehormatan.  Sedangkan  untuk  akhirat, falahmencakup   pengertian   kelangsungan   hidup   yang   abadi,   kesejahteraan   dan kemuliaan  abadi  dan  pengetahuan  abadi  pengetahuan  abadi  (bebas  dari  segala kebodohan). [7]

Manusia  mampu  mencapai  falah  sangat  tergantung  pada  perilaku  dan  keadaan manusia di dunia. Islam mengajarkan bahwa untuk mencapai falah, manusia harus menyadari hakikat keberadaannya di dunia. Falah juga dapat terwujud apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara  seimbang.  Tercukupinya  kebutuhan  manusia  akan  memberikan dampak   yang   disebut   dengan mashlahah.  Mashlahah adalah   segala   bentuk keadaan,   baik    material    maupun    nonmaterial   yang    mampu    meningkatkan kedudukan  manusia  sebagai  makhluk  yang  paling  mulia. [8]

Menurut  Al-Ghazali,  kesejahteraan  (mashlahah)  dasar  bagi  kehidupan  manusia terdiri dari lima hal,yaitu (1) agama / al-dien, (2) jiwa / nafs, (3) keturunan / nasl, (4) harta / maal, dan (5) intelek atau akal / aql). [9]

Kelima hal tersebut   merupakan maqashid  syari'ah atau   kebutuhan   dasar   manusia   yang mutlak  dan  harus  dipenuhi  agar  manusia  dapat  hidup  bahagia  di  dunia  dan  di akhirat.  Jika  salah  satunya  dari  kebutuhan  di  atas  tidak  terpenuhi  atau  terpenuhi tapi tidak seimbang maka kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna. 

Islam  mengajarkan  agar  manusia  menjalani  kehidupannya  secara  benar, sebagaimana telah diatur oleh Allah. Ukuran baik buruk kehidupan sesungguhnya tidak  diukur  dari  indikator-indikator  lain,  melainkan  dari  sejauh  mana  seorang manusia berpegang  teguh  kepada  kebenaran. Untuk  itu,  manusia  membutuhkan suatu  pedoman  tentang  kebenaran  dalam  hidupnya,  yaitu  agama  (al-dien)  yang diperlukan oleh manusia kapanpun dan dimanapun ia berada.

 Ekonomi islam menjadi eksis di era modernisasi sebagai pukulan keras terhadap alokasi system ekonomi konvensional, kapitalis dan komunis sejak tahun 1970. Sosok pelopor menegaskan bahwasanya hambatan dalam perkembangan ekonomi islam pada masyarakat muslim adalah keberadaan ekonomi kapitalis yang tidak memperdulikan pentingnya kesejahteraan social. Sebagai akibat dari pengembangan sistem ekonomi yang akan mengembangkan peradaban manusia. [10]

Munzir Kahf menegaskan: ekonomi Islam tidak dapat dipandang  di luar disiplin pokok ilmu ekonomi, yaitu perspektif yang mengabaikan tujuan utama dari sebuah paradigma ekonomi Islam itu sendiri dengan nilai-nilai, aturan dan lembaga yang berorientasi kepada pemahaman politis dan sistematis. paradigma ekonomi islam adalah bertujuan untuk menciptakan peradaban manusia sesungguhnya.[11]

Di dalam karya-karya Ahmad (1980,1994, 2003), Ariff (1989), Chapra (1992 dan 2002), El-Ghazali (1994), Naqvi (1981, 1994), Siddiqi (1981), dan Sirageldin (2002), telah ditegaskan bahwa keberadaan ekonomi politik Islam yang memberlakukan nilai-nilai Islami  adalah suatu hal yang ideal di antara kebijakan sosial dan ekonomi. 

Diantara nilai-nilai tersebut adalah: Kesejahteraan bersama, Adil, Kemauan yang bebas (dalam artian tidak mengedepankan keinginan), karya-karya ini akan menjelaskan bagaimana manusia mencapai  tujuan  hidupnya  yaitu  kesejahteraan  dengan  melakukan  kegiatan  yang tidak merugikan orang lain. Mencegah permasalahan agar manusia tidak egoisme, materialisme   dan   individualisme hanya   demi   memenuhi   kebutuhannya   sesuai dengan Maqashid   Syari'ah dalam rangka   memenuhi   kesejahteraan  hidup manusia. [12]

wallahu A'lam Bishawwab

1. (Suharti, Menjinakkan Barat Dengan Oksidentalisme: Gagasan Kiri Islam Hassan Hanaf Jurnal Ulumuna, Volume IX Edisi 16 Nomor 2 Juli-Desember 2005, Hlm 363)

2. Taqiyuddin AN Nabhani, Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Penerjemah: Maghfur Wachid (Surabaya, Risalah Gusti, 1996), hlm. 47.

3. Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam,penerjemah Zainal Arifin (Jakarta, Gema Insani Press, 1997), , hlm.31.

4. Monzer Kahf, Ekonomi Islam, penerjemah Machnun Husein  (Yogyakarta, Pustaka Pelajar), hlm.6.

5.  (Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics: Ekonomi Syariah Bukan OPSI. Tetapi SOLUSI!, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 325)

6.  (Sukirno, Sadono, Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo, hal. 7)

7. (Pusat  Pengkajian  dan  Pengembangan  Ekonomi  Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. hal. 2 )

8.  (Pusat  Pengkajian  dan  Pengembangan  Ekonomi  Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. hal. 5 )

9.  (Karim,  Adiwarman A.(2012) Ekonomi  Mikro  Islam, Jakarta: Rajawali Press hal 62)

10.  IIUM  Journal  of  Economics  &  Management 15,no.2,  The International Islamic University Malaysia (2007) hal 170

 11. IIUM  Journal  of  Economics  &  Management 15,no.2,  The International Islamic University Malaysia (2007) hal 170

12.  IIUM  Journal  of  Economics  &  Management 15,no.2,  The International Islamic University Malaysia (2007) hal 170

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun