M.  Akram  Khan  mendefinisikan  ekonomi  Islam  secara  dimensi  normatif  dan  dimensi  positif.  Ia  berpendapat  bahwa  ekonomi  Islam  bertujuan untuk  melakukan  kajian tentang  kebahagian  hidup  manusia  yang  dicapai  dengan  mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan partisipasi. Sedangkan Muhammad Abdul Manan mendefinisikan ekonomi Islam dengan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. [5]
Dari banyak pengertian diatas diketahui bahwa ekonomi islam merupakan aspek realisasi dari muammalah, yaitu hubungan manusia dengan manusia lain yang mencakup maqashid al-khamsah dan itu semua  berhubungan dengan kegiatan manusia  yang tidak bisa terlepas dari aspek ibadah sebagai relisasi dari nilai-nilai islami.
Islam mengatur semua kebutuhan manusia baik itu lahiriyah maupun bathiniyyah, pemenuhan kebutuhan merupakan hal utama di dalam perekonomian islam itu sendiri. Pemenuhan kebutuhan tersebut  mencakup sandang, pangan, dan papan. lain halnya dengan keinginan yang sifatnya tidak terbatas.Â
Kaum kapitalis kebanyakan menganggap keinginan adalah realisasi dari ekspresi manusia, mereka menganggap bahwasanya sumber daya alam itu terbatas dan tidak dapat memenuhi keinginan mereka. Sedangkan di dalam Islam, keinginan bukan menjadi sesuatu yang bersifat prioritas. Ekonomi  bukanlah  tujuan  akhir  dari  kehidupan manusia, tetapi merupakan suatu kelengkapan dalam kehidupannya, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, penunjang dan pelayanan bagi aqidah dan bagi misi yang diembannya sebagai hamba yang tunduk kepada penciptanya.
 Dalam kegiatan ekonomi manusia dituntut untuk memaksimalkan kebutuhannya. Memaksimumkan  kebutuhan  yang  dimaksud  adalah  setiap  pelaku  kegiatan ekonomi  harus  membuat  pilihan,  mana  kebutuhan  yang  harus  terpenuhi  terlebih dahulu  atau  tidak  karena  manusia  secara  keseluruhan  tidak  bisa  mendapatkan semua  yang  mereka  inginkan.Â
Untuk  memaksimumkan  kebutuhannya, manusia harus  bisa  membedakan  kebutuhan  (need)  dan  keinginannya  (want).  Setelah membedakannya, selanjutnya mengelompokkan  segala  kebutuhan atau  keinginan kita  ke  dalam  kelompok  premier,  sekunder  dan  tersier.  Tujuannya  adalah  agar sumber daya  yang tersedia akan digunakan secara efisien dan dapat mewujudkan kesejahteraan yang paling maksimum kepada manusia. [6]
Tujuan  hidup  manusia  menurut  ekonomi  islam sama  seperti  konvensional yaitu kesejahteraan, hanya saja islam memaknainya denganfalah atau kesuksesan. Informasi  mengenai  kesejahteraan  ini  hanya  dapat  diperoleh  dari  Allah  melalui ajaran  yang  diwahyukan  dalam  Al-Quran  dan  Sunnah.
Dalam  pengertian  literal, falahadalah  kemuliaan  dan  kemenangan  dalam  hidup.  Untuk  kehidupan  dunia, falahmencakup   tiga   pengertian   yaitu kelangsungan   hidup,   kebebasan berkeinginan  serta  kekuatan  dan  kehormatan.  Sedangkan  untuk  akhirat, falahmencakup  pengertian  kelangsungan  hidup  yang  abadi,  kesejahteraan  dan kemuliaan  abadi  dan  pengetahuan  abadi  pengetahuan  abadi  (bebas  dari  segala kebodohan). [7]
Manusia  mampu  mencapai  falah  sangat  tergantung  pada  perilaku  dan  keadaan manusia di dunia. Islam mengajarkan bahwa untuk mencapai falah, manusia harus menyadari hakikat keberadaannya di dunia. Falah juga dapat terwujud apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara  seimbang.  Tercukupinya  kebutuhan  manusia  akan  memberikan dampak  yang  disebut  dengan mashlahah.  Mashlahah adalah  segala  bentuk keadaan,  baik   material   maupun   nonmaterial  yang   mampu   meningkatkan kedudukan  manusia  sebagai  makhluk  yang  paling  mulia. [8]
Menurut  Al-Ghazali,  kesejahteraan  (mashlahah)  dasar  bagi  kehidupan  manusia terdiri dari lima hal,yaitu (1) agama / al-dien, (2) jiwa / nafs, (3) keturunan / nasl, (4) harta / maal, dan (5) intelek atau akal / aql). [9]
Kelima hal tersebut  merupakan maqashid  syari'ah atau  kebutuhan  dasar  manusia  yang mutlak  dan  harus  dipenuhi  agar  manusia  dapat  hidup  bahagia  di  dunia  dan  di akhirat.  Jika  salah  satunya  dari  kebutuhan  di  atas  tidak  terpenuhi  atau  terpenuhi tapi tidak seimbang maka kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna.Â