Banjir merupakan fenoma yang hampir sering terjadi setiap tahun di Indonesia terlebih saat musim hujan tiba. Daerah padat penduduk, khususnya di Pulau Jawa, hampir tidak pernah lepas dari dampak akibat fenomena ini. Tidak hanya melanda daerah kecil, banjir pun juga melanda ibukota ketika hujan turun begitu deras.Â
Tentu fenomena yang cukup unik, apabila hal ini terjadi dan berulang di area yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan teknologi --dimana terdapat beberapa universitas terkemuka yang setiap tahunnya meluluskan engineer dan scientist serta dilengkapi dengan pusat penelitian yang maju. Ketika di sekolah dasar mungkin kita sering mendapat pelajaran bahwa membuang sampah di sungai sangat tidak dianjurkan karena bisa mengakibatkan banjir.Â
Pendidikan membuang sampah pada tempatnya pun dipastikan hampir didapat oleh murid-murid di sekolah dasar. Namun, apakah banjir hanya disebabkan oleh hal tersebut?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menunjukkan bahwa curah hujan Indonesia pada tahun 2010 mencapai rata-rata 3000 mm per tahun. Di daerah khusus ibukota (DKI) Jakarta sendiri mencapai angka 2400 mm. Perubahan iklim juga telah memengaruhi curah hujan diberbagai belahan dunia --seperti beberapa negara di Eropa yang dilanda banjir beberapa tahun belakang karena meningkatnya intensitas curah hujan.Â
Dengan jumlah penduduk dan bangunan yang semakin meningkat, daerah resapan banjir seharusnya menjadi hal nya patut diutamakan sejalan dengan perkembangan tata wilayah kota. Semakin banyak bangunan berdiri di suatu kota, besar kemungkinan bangunan-bangunan tersebut dengan lahan parkirnya menghalangi air hujan yang turun ke dalam tanah apabila lapisan permukaan tanah ditutup dengan beton. Saluran-saluran drainase tidak lagi cukup untuk menampung curah hujan yang begitu tinggi.Â
Akibatnya, air tergenang lebih lama di jalanan dan mengakibatkan banjir. Cukup jelas bahwa saluran-saluran drainase dan sungai memiliki peran yang cukup penting dalam hal menampung air dan mengalirkannya menuju laut. Sungai Ciliwung Jakarta, sungai yang dulu terkenal sangat tercemar, kini memiliki rupa yang baru.Â
Pemerintah dengan programnnya telah berhasil membersihkan sampah-sampah yang memenuhi sungai dan merapikan bantaran sungai sehingga banjir tidak lagi melanda seperti dulu. Hal ini juga terjadi di beberapa kota lain dengan program yang sama dari pemerintah lokal yakni dengan membebaskan sungai dari sampah.
Namun, hal tersebut masih belum cukup untuk mecegah terjadinya banjir. Langkah-langkah tambahan seperti flood risk assessment sangat disarankan untuk dilakukan mengingat kita perlu membangun kesadaran pemerintah dan masyarakat khususnya, mengenai dampak yang diakibatkan banjir. Dalam hal ini, risiko yang disebabkan oleh banjir bisa dirumuskan sebagai gabungan komponen bahaya bencana, kerentahan suatu obyek, dan biaya kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir terhadap suatu obyek.Â
Risiko yang disebabkan banjir tidak hanya kerusakan materi, apabila banjir bandang tiba, nyawa-pun akan menjadi korbannya. Komponen dari bahaya bencana sendiri terdiri dari jenis dan peluang terjadinya banjir. Seberapa lama banjir menggenang, kedalaman air, dan kecepatan air merupakan beberapa karakteristik dari banjir.Â
Sedangkan kerentahan suatu obyek terdiri dari kerusakan langsung (kehilangan nyawa, kerusakan kendaraan pribadi, lahan pertanian dan bangunan rusak, dan lain-lain) dan tidak langsung (ekonomi dan transportasi terganggu misalnya).Â
Analisa terhadap risiko banjir ini bisa dilakukan dengan mengkaji bencana banjir yang telah terjadi di tahun-tahun sebelumnya melalui data dari instansi terkait dan perusahan asuransi atau wawancara dengan warga terdampak.Â
Selain itu, informasi mengenai hasil flood risk assessment sudah sepatutnya disosialisasikan kepada warga masyarakat. Mengingat masyarakat perlu tahu, apabila daerah tempat mereka kerja atau tinggal akan terdampak jika akan terjadi banjir yang lebih besar sesuai dengan studi yang dilakukan.
Masih banyak hal-hal lain yang harus segera dilakukan untuk mencegah atau menghadapi banjir. Rumah-rumah penduduk atau bangunan semi-permanen yang mengalih-fungsikan bantaran sungai sebagai daerah resapan sudah sepatutnya direlokasi. Hal ini tentu menjadi tugas pemerintah yang tidak mudah mengingat partisipasi dan kesadaran masyarakat sangat diperlukan demi menjamin kelancaran program pencegahan banjir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H