Masih banyak lagi "keturunan ras maupun suku", baik Tionghoa-Barat mapaun lainnya yang terasa lebih mencoba memasarkan/mencintai budaya Jawa, namun tidak bisa saya sebutkan satu per satu karena keterbatasan.Â
Kaitan Tulisan dengan Pesan yang Ingin Disampaikan oleh Penulis
Keinginan penulis terhadap tulisan artikel opini yang disajikan berharap agar para muda-mudi kembali menggandrungi budaya lokal masing-masing, terutama para pemuda Nusantara ( Jawa khususnya ) terhadap budaya Jawa yang "katanya" adiluhung. Inferioritas seharusnya bukan menjadi halangan agar para "kaneman"/ pemuda tidak lupa dengan siapa jatidirinya. Pun juga agar mau belajar dengan para pemuda-pemuda yang mempunyai keturunan Tionghoa-Barat maupun suku ras lainnya yang terasa lebih "ngugemi kabudayan Jawa". Kreatifitas mindset pemuda juga diharapkan lebih terasah dengan memahami budaya Jawa sebagai referensi yang luas, kompleks, dan asyik ( tak melulu soal orang tua yang sedang berpakaian Jawa dan melakukan praktik perdukunan seperti di sinetron atau di film-film...... heuheuheuheu ). Berharap budaya Jawa ini terjaga nan konsisten untuk tetap mengglobal dan go internasional. Tetap pada rel filosofi bahasa Jawa "Njajah desa milang kori". Dimulai dari siapa ? Peran kita sebagai para pemuda pastinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H