Sampah adalah suatu barang yang tidak dimanfaatkan lagi dalam kehidupan sehari-hari dan biasanya dibuang begitu saja. Di lingkungan masyarakat saat ini semua barang yang tidak dapat dimanfaatkan lagi biasanya akan langsung dibuang ke tempat sampah. Akibatnya, terjadi penumpukan sampah di tempat pembuangan sampah.Â
Diperkirakan ada sebanyak 7.600 ton sampah yang berasal dari DKI Jakarta saja dan 60% sampah ini berasal dari sampah rumah tangga (Faisol dalam Yarza & Agus, 2021). Sampah dari rumah tangga meliputi sampah dapur, sampah plastik, sampah pakaian bekas, sampah masker, dan lain-lain.Â
Dari data tersebut hanya diketahui satu dari beberapa kota terbesar di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia tengah mengalami darurat sampah.
Salah satu masalah sampah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah masalah sampah pakaian bekas. Dewasa ini, industri mode terutama pakaian tengah berkembang dengan sangat pesat.Â
Perkembangan ini berpengaruh pada peningkatan produksi pakaian. Namun sayangnya ketika warna pakaian mengalami kelunturan dapat memicu masalah lingkungan yaitu penumpukan limbah pakaian bekas. Beberapa pakaian bekas dibuang begitu saja sehingga menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir karena dianggap sudah tidak layak pakai. Entah itu karena warnanya yang sudah pudar, ketinggalan zaman, atau rusak.
Gaya hidup konsumtif masyarakat dapat mengakibatkan industri pakaian begerak dengan sangat cepat sehingga berdampak pada menumpuknya masalah pakaian bekas.Â
Esensi dari suatu pakaian bukan semata-mata hanya sebagai bagian dari kebutuhan manusia untuk menutupi tubuhnya, akan tetapi kini mulai bergerak pada perkembangan fashion yang selalu berganti seiring berjalannya waktu. Perkembangan fashion yang begitu cepat atau biasa dikenal fast fashion mengakibatkan seseorang yang tidak mengikuti perkembangan tersebut dianggap ketinggalan zaman.Â
Padahal konsumsi pakaian secara berlebihan dapat menyumbangkan limbah yang sulit diuraikan oleh makhluk hidup. Fast fashion berpengaruh terhadap pencemaran lingkungan karena penggunaan zat kimia dalam proses pewarnaan, selain itu fast fashion yang selalu memproduksi produk dengan tren terbaru menimbulkan sikap konsumtif karena konsumen ingin terus mengikuti tren fashion (Diantari, 2021).
Hasil penelitian yang dilakukan Diantari pada tahun 2021 menunjukkan bahwa di setiap musimnya, remaja di Denpasar memiliki 10 item produk fast fashion di lemari mereka. Apabila perilaku seperti ini terus dilakukan, akan menimbulkan penumpukan pakaian bekas yang berdampak pada pencemaran lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat berkembangnya fast fashion, kini diciptakan berbagai upaya penganggulangan. Salah satu upaya tersebut adalah thrifting.Â
Thrifting merupakan aktivitas berbelanja barang lama atau bekas yang memiliki harga lebih murah dibandingkan harga barunya. Aktivitas thrifting ini merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menghemat kebutuhan khususnya dikalangan remaja dalam memenuhi gaya hidupnya.
Remaja yang ingin berpenampilan fashionable dan trendy tidak harus berbelanja di mall karena ada opsi lain dengan melakukan aktivitas thrifthing. Jika dibandingkan dengan membeli pakaian baru di mall tentu saja akan membutuhkan biaya yang cukup besar.Â
Oleh sebab itu, berbelanja pakaian melalui thrift shop ini dapat menjadi menjadi alternatif bagi para remaja untuk berhemat dan mendapatkan banyak pakaian sehinga bisa digunakan secara bergantian agar penampilannya tidak terkesan membosankan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Adji dan Dyva pada tahun 2023 menunjukkan bahwa aktivitas thrifting memiliki sejumlah manfaat seperti menunjang gaya berpakaian, adanya ciri khas barang yang dijual di thrift shop, memiliki harga yang relatif lebih murah, selain itu karena dengan berbelanja di thrift shop para remaja bisa mendapatkan barang-barang atau pakaian yang bagus, unik (limited edition), dan ada pula yang mendapatkan barang-barang branded.
Pakaian merk dengan harga yang jauh lebih murah dapat dibeli melalui thrift shop. Hal inilah yang menjadi daya tarik dari thfrifting dan eksis di kalangan remaja karena mereka dapat menggunakan baju branded dengan harga yang murah. Terlebih lagi, kampanye thrifting saat ini tengah menjadi kegemaran para remaja. Untuk sebuah brand ternama sekalipun, harga pakaian tersebut bisa dibilang ramah di kantong pelajar. Selain itu, biasanya pakaian yang dijual di thrift shop cukup berkualitas dan bahkan apabila beruntung akan mendapatkan barang yang masih baru.