Mohon tunggu...
Afina Mahardhika
Afina Mahardhika Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Indonesian Studies, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tik Tok

15 Desember 2015   20:34 Diperbarui: 15 Desember 2015   20:44 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kamu menatapku cukup lama. Aku selalu suka saat-saat seperti ini. Tetapi lalu kamu mengernyitkan dahimu dan memilih untuk pergi. Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini olehmu. Saat kamu pergi, aku hanya bisa menunggumu untuk kembali, seperti apa pun keadaanmu nanti.

Aku masih ingat kala pertama bertemu denganmu. Saat itu adalah hari pertama kamu pindah ke rumah ini. Saat itu pula aku yakin bahwa aku jatuh cinta padamu.

***

            “Kemal, untuk apa kita lanjutkan semua ini? Aku ingin berhenti saja, aku mohon, aku tidak sanggup lagi. Terima kasih untuk segalanya.” Nadamu pasrah saat kamu mengakhiri telepon. Kamu menangis dan menjatuhkan dirimu di ranjang. Tapi aku hanya bisa menatapmu dan mengingatkan bahwa ini sudah waktunya untukmu tidur.

            Kamu tidak banyak berubah sejak pertama kali kita bertemu. Dulu kamu adalah remaja penuh tawa dan cinta, kini kamu tetap mempertahankan senyum manismu. Kamu selalu berlaku baik pada siapa saja, bahkan pada benda yang tak bernyawa. Aku adalah saksi metamorfosamu dari seorang gadis belia menjadi wanita dewasa yang anggun dan sederhana. Malam ini, sekali lagi, aku hanya bisa menatapmu yang terluka lalu lelap dalam tidurmu.

            Pagi ini aku tidak membangunkanmu. Kamu yang memintaku untuk tetap diam selagi kamu menikmati waktumu sendiri. Aku membiarkan matahari yang menyapamu terlebih dahulu. Benar saja, kamu terbangun pukul tujuh dengan mata sayu. Dan yang pertama kali kamu cari adalah aku. Sementara itu, aku selalu gugup setiap kali melihatmu lesu. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain mengingatkanmu akan waktu.

            Tok tok tok…

            Dengan kedipan mata kamu berpamitan padaku untuk berdiri dan membukakan pintu. Ibumu telah berdiri di depan kamar membawakan segelas susu untukmu.

            “Nisa.” Ucap ibumu. Hanya dengan melihat wajahmu, ia mengerti sesuatu yang buruk tengah menimpamu. “Nisa, semuanya akan baik-baik saja dan kamu harus percaya akan hal itu. Kamu adalah anak yang baik, nak. Lelaki yang telah menyakitimu tidak pantas untuk menjadi pendampingmu.”

            “Ibu, ibuku sayang.” Ujarmu sambil memeluk ibumu dengan erat.

            “Lihatlah, sudah pukul tujuh. Sebaiknya kamu bergegas.”

            “Tidak, aku tidak ingin ke kantor dan bertemu dengannya hari ini. Setidaknya sampai aku selesai menata hatiku.”

            Ibumu mengerti lalu meninggalkanmu bersama buku dan segelas susu. Aku suka setiap kali kamu membaca buku, kamu terlihat lebih cantik. Membaca buku terkadang membuatmu hampir lupa untuk mengganti bateraiku. Tapi kamu tidak pernah membiarkanku sepenuhnya mati. Aku sadar bahwa kita saling mengasihi, tapi kamu tidak menyadari hal itu.

            Matahari hampir mencapai ufuk. Sepanjang hari ini aku hanya menikmati gerak-gerikmu di dalam ruangan ini. Sesekali kamu menatapku agar kamu ingat akan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Sesekali kamu menangis karena teringat mantan kekasihmu. Tapi kamu tetap menikmati setiap detik yang kamu lakukan meskipun kamu dirundung kesedihan.

Nisa, aku sungguh mencintaimu, tapi kamu tak akan pernah tahu. Aku hanya sekadar pengingat akan waktu untukmu.

***

“Jadi, kamu baru mengerti sekarang?” Tanyamu pada mantan kekasihmu melalui telepon. “Baik, baiklah, aku mengerti. Kita memang harus bertemu dan berbicara.”

Kadang aku berharap bahwa yang kamu ajak bicara adalah aku, meskipun topik pembicaraanmu tidak pernah keluar dari seputar buku.

“Maksudmu? Menikah?”

Ya, menikah. Terminologi yang paling aku takuti yang akan keluar dari mulut manismu. Aku mengerti, setelah ini takdir buruk akan datang padaku.

“Tentu, ya, maksudku, iya aku bersedia.”

Sudah saatnya. Waktunya telah tiba. Kini justru waktu yang menjemputku untuk pergi dari segala yang lekat akan dirimu.

***

Hari ini adalah hari pernikahanmu dan Kemal, kekasih yang sempat meninggalkanmu karena ragu untuk menjadi pendampingmu. Hari ini juga hari terakhir untukku bisa bertemu denganmu. Kamu akan pergi dan menulis cerita baru tentang keluarga kecilmu. Tentu, tidak ada aku di dalam cerita itu. Aku hanya jam dinding yang diberikan oleh ibumu sebagai pengingat bahwa kamu adalah manusia yang selalu berubah setiap waktu.

Bahkan waktu, ia adalah misteri untukku. Aku hanya mesin hasil elaborasi ilmu manusia dengan waktu yang tak sengaja memulai hidup dan mengakhirinya di dinding kamarmu. Yang tak sengaja pula bertemu dengan dan jatuh cinta padamu. Dan akulah yang tak pernah berhenti berbunyi tik tok tik tok agar kamu sadar akan eksistensiku.  Nisa, aku sungguh mencintaimu, tapi kamu tak akan pernah tahu.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun